Setuju, Anak yang Suka Membuat Stres Orang Tua Dibarakmiliterkan

Editor: Redaksi author photo

Ilustrasi
KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) - Makin ke sini, saya sering dinilai mulai tak netral. Untuk soal ini, saya memang tak netral, memilih setuju anak-anak yang suka membuat stres orang tuanya, dibarakmiliterkan. Yang tak setuju, ada baiknya tak membaca narasi ini, tapi tetap ngopi. 


Ketika anak-anak bangsa mulai lebih pandai bacok ketimbang baca buku, dan lebih mahir memaki ketimbang mengaji, datanglah Dedi Mulyadi. Di tengah kegalauan para orang tua yang sudah kehabisan ancaman dari “Nanti Mama panggil polisi!” sampai “Kamu tidur di luar rumah ya!”, Gubernur Jawa Barat itu muncul dengan solusi yang sungguh mahaagung, barak militer.


Iya, barak, bukan b*rak ya. Tempat di mana keringat bukan pilihan, melainkan kewajiban. Tempat di mana fajar menyingsing diiringi suara peluit, bukan notifikasi TikTok. Tempat di mana anak-anak nakal akan disulap menjadi manusia-manusia super disiplin hanya dalam 14 hari. Hogwarts pun kalah pesonanya.


Sudah bukan rencana, ini realita. Jawa Barat telah menggembleng 210 anak bermasalah di Dodik Bela Negara, Cikole, Lembang. Di Bandung ada 30 anak, di Purwakarta 39. Targetnya? 900 anak. Sembilan ratus makhluk remaja yang sebelumnya ahli dalam ilmu tawuran dan geng motor kini dipoles jadi pahlawan kesiangan lewat pendidikan karakter bernuansa loreng. Anggaran? Cuma Rp6 miliar, atau setara dengan dua biji motor gede hasil sitaan razia.


Ini bukan sekolah biasa. Tak ada ruang kelas, hanya lapangan tanah, tiang bendera, dan pelatih yang suaranya bisa membelah dimensi. Materinya? Bela negara, wawasan kebangsaan, disiplin tingkat dewa, dan tetap, kurikulum formal. Karena walau anaknya dulunya nongkrong sambil ngisep vape di WC sekolah, tetap harus bisa ngerjain soal PPKn.


Program ini sukarela, tentu saja. Maksudnya, kalau orang tua sudah lelah berdoa, menangis, dan menyewa konselor, tinggal serahkan anak ke barak. Tak perlu khawatir, anak akan kembali pulang... lebih kuat, lebih tegar, dan mungkin sedikit trauma mendengar kata “senam pagi”.


Tapi seperti kisah heroik lainnya, selalu ada musuh bebuyutan. Kali ini bukan monster, tapi Komnas HAM dan KPAI. Mereka datang membawa kitab hak asasi dan prinsip-prinsip pendidikan yang “lebih humanis”. Komnas HAM bilang pelibatan TNI itu bukan kewenangan mereka. Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menyarankan fokus ke edukasi karier. KPAI? Mereka khawatir soal dampak psikologis. Ya ampun, memangnya yang anak-anak ini butuh pelukan, bukan push-up?


Namun Dedi Mulyadi tak gentar. Ia balas dengan coolness luar biasa, menyebut kritik itu wajar. Bahkan dengan elegan, ia mengundang Komnas HAM dan KPAI untuk datang ke barak, agar tahu bagaimana rasanya disentuh keajaiban disiplin di pagi buta, ditemani nasi bungkus dan air mineral hangat.


Apakah ini solusi paling ideal? Siapa peduli. Yang penting anak-anak yang sebelumnya bikin resah sekarang bisa lari 10 putaran tanpa pingsan. Kalau dulu demo sambil lempar batu, kini mereka bisa demo sambil nyanyi mars TNI. Siapa tahu, ke depan kita punya generasi baru, bukan cuma cerdas dan santun, tapi juga bisa merayap di bawah kawat berduri.


Jika anak ente mulai menunjukkan tanda-tanda kenakalan remaja, jangan buru-buru ke psikolog. Daftarkan saja ke program ini. Gratis trauma, bonus baret.


Karena di Jawa Barat, masa depan anak-anak tak lagi dibentuk di ruang kelas, tapi di medan tempur moral yang bernama barak. #camanewak.

 

Penulis : Rosadi Jamani (Ketua Satupena Kalbar)


Share:
Komentar

Berita Terkini