Kuasa Hukum Mardani H. Maming Jelaskan Kronologi Kerjasama PT. PCN Dan PT. PAR (B69)
KALBARNEWS.CO.ID
(JAKARTA) – Irfan Idham, SH, selaku kuasa hukum
Mardani H Maming, menyatakan dia punya fakta baru yaitu bukti kuat berupa
dokumen lengkap untuk membantah kesaksian Christian Soetio sebagai Direktur PT.
Prolindo Cipta Nusantara (PT. PCN) soal aliran dana ke Bendahara Umum (Bendum)
PBNU, Mardani H Maming, dalam kasus dugaan suap ijin pertambangan dengan
terdakwa Dwiyono Putrohadi.
“Saya
memiliki dokumen lengkap untuk membantah seluruh keterangan saksi Christian
Soetio terkait aliran dana yang ditujukan kepada klien kami Mardani H Maming.
Kesaksian Christian tidak disertai dengan bukti dan fakta yang ada,” tegas
Irfan Idham, pengacara yang bergabung dalam Titah Law Firm itu.
Sebelumnya,
dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Kalsel, Jumat
(13/5/2022) lalu, Christian Soetio, yang diajukan sebagai saksi yang
meringankan terdakwa Dwiyono, menyebut adanya aliran dana sebesar Rp 89 miliar
kepada Mardani H Maming, melalui PT. Permata Abadi Raya (PAR) dan PT. Trans
Surya Perkasa (TSP).
Padahal,
kata Irfan, transfer itu justru ditujukan ke rekening perusahaan yang saat itu
tidak ada kaitannya dengan Mardani H Maming. “Malah justru PT.PCN lah yang
mempunyai utang kepada PT. TSP dan PT. PAR sebesar 106 miliar. Saat ini PT. PCN
sedang dalam proses perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ungkap Irfan.
“Kesaksian
Christian itu fitnah yang keji. Karena faktanya, dana yang ditransfer ke
rekening PT. PAR dan PT. TSP adalah dana tagihan kepada PT. PCN. Dimana saat
itu PT. PAR ataupun PT. TSP memang
dimiliki keluarga Mardani H Maming, tapi tidak ada kaitan dengan bapak
Mardani,” tegas Irfan Idham.
Irfan
melanjutkan PT. PAR dan PT. TSP, yang saat ini milik Batulicin Enam Sembilan
(B69) Group, beberapa tahun lalu menjalin kerja sama dengan PT. PCN dalam
mengelola pelabuhan batu bara PT. Angsana Terminal Utama (ATU).
“Jadi ini
adalah murni hubungan keperdataan antara perusahaan dengan perusahaan atau
dengan kata lain ini adalah murni busines to business,” tegas Irfan.
Diungkapkan,
Irfan, dari dokumen yang dihimpun, Mardani H Maming memang belum menjadi
pemilik perusahaan. Karena pada tahun 2009 sampai dengan 2018 Mardani tidak
terlibat dalam perusahaan karena sedang menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu.
Adapun PT. PAR dahulunya merupakan anak perusahaan dari B69, namun kemudian
dimiliki secara penuh oleh PT. PCN.
Sesuai
fakta-fakta dan bukti yang ada, Irfan Idham lantas merincikan kronologis
hubungan bisnis antara PT. ATU, PT. PAR, PT. TSP dan PT. PCN.
Dijelaskan
Irfan Idham, bahwa mulanya, pada 21 Februari 2011, PT. ATU didirikan dengan
pemegang saham Rois Sunandar Maming sebesar 80% dan M. Bahruddin 20%. Saat itu
PT. ATU sudah mempunyai ijin pelabuhan sesuai dengan Keputusan Menteri
Perhubungan No. KP.940 Tahun 2011. Dan PT. ATU sendiri sepenuhnya milik group
B69.
Lalu pada
tanggal 2 April 2012, datanglah PT. PCN sebagai investor menawarkan kerjasama
dengan PT. ATU untuk membangun fasilitas crusher dan counveyor.
PT. ATU
setuju, dan disepakati PT. PCN mendapatkan saham PT. ATU sebesar 70%, dan
susunan kepemilikan saham PT. ATU berubah menjadi M. Bahrudin 30% sedangkan PT.
PCN 70%, dengan susunan direksinya, ialah Hendry Soetio sebagai Direktur
sedangkan M. Bahruddin sebagai Komisaris.
Selanjutnya
pada tanggal 28 Februari 2014 terjadi pernyataan di luar Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) Luar Biasa di PT. ATU. Sehingga kemudian PT. ATU sebagai pemegang
saham 30%, berubah menjadi PT. TSP dengan Direktur M. Aliansyah dan komisaris M. Bahruddin.
Pada 20
Agustus 2014 atas inisiatif Hendry Soetio selaku Direktur PT. ATU pada saat itu
menawarkan perubahan pembagian hasil atau deviden 30% PT. TSP dipersamakan
dengan Fee Rp. 10.000/Mt batubara, dengan maksud untuk mempermudah hasil
penghitungan, dan kesepakatan tersebut dituangkan dalam perjanjian antara PT.
TSP dan PT. ATU.
Selanjutnya
tangal 31 Desember 2015 dan 1 Januari 2016 atas keinginan Hendry Soetio selaku
Direktur PT. PCN yang memiliki 70% saham, ingin menguasai 100% saham PT. ATU,
agar dapat melakukan pinjaman bank.
Hendri
Soetio menawarkan merubah saham 30% milik PT. TSP menjadi Fee Rp.10.000/Mt yang
diserahkan kepada PT. Permata Abadi Raya (PT. PAR) yang merupakan bagian dari
perusahaan B69.
“Dana inilah
yang menjadi tagihan PT. PAR kepada PT. PCN yang disebut Christian dalam
persidangan yang mengalir kepada klien kami Mardani H Maming,” ungkap Irfan
Idham.
Padahal,
lanjut Irfan, justru PT. PCN lah yang memiliki hutang kepada PT. PAR.
Saat ini, PT. PCN sendiri, sedang dalam proses perkara PKPU di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Lebih jauh
Irfan Idham menjelaskan bahwa pada tanggal 25 Agustus 2016, akhirnya terjadi
perubahan nama pelabuhan milik PT. ATU menjadi pelabuhan PT. PCN yang tercantum
dalam Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Laut. BX-285/PP 008.
Dalam
pertimbangannya SK Dirjen Perhubungan Laut itu, di poin B disebutkan bahwa;
terminal untuk kepentingan sendiri yang akan dikelola oleh PT. PCN sebelumnya
adalah milik PT. ATU yang telah mendapatkan persetujuan pengelolaan berdasarkan
Keputusan Menhub No. KP.940 tanggal 28 November 2011.
Irfan juga
mengungkapkan bahwa, saat ini PT. PCN mengalami kesulitan keuangan dan sedang
dalam perkara PKPU di PN Jakarta Pusat dengan Perkara Nomor
412/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst, dimana dalam perkara tersebut Jhonlin
Group adalah pihak investor yang ingin mengambil alih kepemilikan aset dan
perusahaan PT. PCN. (Sumber : Jaringan Media Siber Indonesia)*
Editor :
Heri