KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan jika sudah seharusnya DPD RI menjadi saluran masyarakat yang menginginkan hadirnya calon presiden dari unsur non partai.
Dorongan
itulah yang membuat DPD RI menggagas perbaikan sistem tata negara dalam
Amandemen ke-5 Konstitusi.
“Amandemen
yang kita gulirkan merupakan sebuah ikhtiar untuk mengembalikan atau memulihkan
hak konstitusional DPD RI dalam mengajukan pasangan capres-cawapres. Kenapa
disebut memulihkan, karena jika melihat sejarah perjalanan lembaga legislatif,
hilangnya hak DPD RI untuk mengajukan kandidat capres-cawapres adalah
kecelakaan hukum yang harus dibenahi,” kata LaNyalla saat menjadi Keynote
Speech FGD di Institut Agama Islam Negeri Pontianak, Rabu (27/10/2021).
Pada
kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi sejumlah Senator di antaranya Fachrul
Razi (Aceh), Bustami Zainuddin (Lampung), Andi Muhammad Ihsan (Sulsel),
Erlinawati Nasir dan Sukiryanto (Kalbar). Hadir pula sejumlah univerisitas di
Kalimantan Barat di antaranya IKIP PGRI Pontianak, Universitas Tanjungpura,
IAIS Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas, Bupati Sambas, Ketua DPRD Sambas,
Forkopimda dan sejumlah tamu undangan lainnya.
Dulu, lanjut
LaNyalla, sebelum Amandemen UUD 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terdiri atas DPR dan Utusan Daerah serta
Utusan Golongan.
Artinya,
baik DPR maupun unsur Utusan Daerah dan Utusan Golongan sama-sama memiliki hak
mengajukan calon. DPD RI lahir melalui Amandemen perubahan ketiga, menggantikan
Utusan Daerah. Maka, hak-hak untuk menentukan tata kelembagaan di Indonesia
seharusnya tidak dikebiri. Termasuk hak mengajukan Capres-Cawapres.
LaNyalla
juga mengungkap hasil survei Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) yang
dirilis pada 22 Mei 2021 lalu. Hasilnya, 71,49 persen responden menyatakan
calon presiden tidak harus kader partai.
“Studi ini
harus direspon dengan baik. DPD bisa menjadi saluran atas harapan 71,49 persen
responden tersebut,” ucap dia.
Selain itu
kalau Partai Politik yang representasinya adalah anggota DPR RI, dapat
mengajukan pasangan capres dan cawapres, maka DPD RI sebagai representasi
daerah idealnya mendapat kesempatan yang sama. Apalagi anggota DPD RI sebanyak
136 orang, yang duduk di Senayan juga dipilih melalui Pemilu, dengan dapil
setingkat provinsi.
“Harus
diingat juga bahwa negara ini bukan dilahirkan oleh partai politik. Negara ini
lahir dari proses perjuangan komunitas civil society, mulai dari kerajaan
Nusantara hingga komunitas pergerakan, pesantren, ulama, cendekiawan serta
organisasi masyarakat sipil lainnya. Sehingga sangat wajar, bila entitas civil
society dari kalangan non partai politik memiliki saluran politik untuk menjadi
pemimpin bangsa,” tegasnya.
Hal tersebut
juga telah dijamin oleh konstitusi. Seperti dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945
yang menyebutkan bahwa 'Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya'.
Begitu pula
dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak
atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Lalu di Pasal 28D Ayat (3) jelas
dikatakan bahwa “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan.”
“Sehingga
gagasan untuk membuka peluang calon pemimpin dari kalangan non-partai politik
adalah konstitusional. Wacana Amandemen ke-5 harus kita jadikan momentum untuk
melakukan koreksi atas sistem tata negara sekaligus arah perjalanan bangsa ini.
Demi masa depan Indonesia yang lebih baik,” ujar LaNyalla.(tim liputan).
Editor : Aan