![]() |
| Owner (Pemilik) Usaha Lapis Pontianak, Eka Agustini |
KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) – Owner
(Pemilik) Usaha Lapis Pontianak, Eka Agustini membantah tudingan telah
melakukan penipuan dan penggelapan uang sebesar Rp400 juta seperti yang
dituduhkan rekan bisnisnya, Melati Fajarwati.
Eka Agustini melalui kuasa
hukumnya, Bayu Sukmadiansyah mengatakan, Oktober 2024 klienya selaku pemilik
usaha Lapis Pontianak melakukan kerjasama secara lisan dengan pelapor dalam hal
ini Adalah Melati Fajarwati.
“Perlu diketahui, sebelum
kerjasama ini terjadi. Sebelumnya, Melati ini bekerjasama dengan klien kami
untuk mempromosikan usaha kueh lapis,” kata Bayu, pada Minggu 28 Desember 2025.
Dalam perjalanannya, lanjut Bayu,
karena pelapor mengetahui usaha kliennya, selain menjual kueh lapis juga
menjual gula, yang bersangkutan (Melati) tertarik untuk menanamkan modal ke
usaha yang dijalankan Eka Agustini.
“Keduanya sepakat. Melati
kemudian menanamkan modal kepada klien kami untuk jual beli gula,” ucapnya.
Bayu menuturkan, berdasarkan data
atau bukti transfer, total uang yang dikirim Melati kepada kliennya sebesar
Rp42 juta sebagai modal awal. Dan selama dua bulan sejak pelapor menanamkan
modal, didapatlah keuntungan sebesar Rp480 juta.
Berdasarkan keuntungan itu,
lanjut Bayu, kliennya telah membayar sebagian keuntungan kepada Melati sebesar
Rp290 juta.
“Bukti-bukti pengiriman uang ini
kami ada dan lengkap serta sudah diserahkan kepada penyidik Polresta
Pontianak,” tuturnya.
Bayu mengungkapkan, dari
pembayaran yang dilakukan kliennya kepada Melati tersebut, tersisalah hutang
yang belum dibayarkan sebesar Rp191 juta. Bukan diangka sebesar Rp400 juta
seperti yang selama ini disampaikan pelapor baik di media sosial dan media-media
massa. Adapun angka Rp400 juta itu, dihitung pelapor beserta bunganya.
Namun, dia menambahkan, dalam
perjalanan usaha yang dilakukan kliennya terdapat masalah, sehingga kewajiban
untuk mengembalikan sisa modal yang dipinjamkan itu terhambat.
“Karena terhambat membayar,
Melati meminta kepada klien kami untuk mengembalikan semua modal usahanya.
Klien kami menyanggupi permintaan itu tetapi pembayaran dilakukan dengan
dicicil,” terang Bayu.
Tetapi, lanjut Bayu, permintaan
kliennya untuk membayar hutang dengan cara mencicil tersebut ditolak oleh
Melati. Yang bersangkutan tetap meminta agar uangnya dikembalikan semuanya
secara tunai.
Bayu mengatakan, karena yang
bersangkutan tetap bersikeras agar uangnya dikembalikan semuanya tanpa dicicil,
Melati (pelapor) diduga melakukan tindakan main hakim sendiri terhadap
kliennya.
Dimana, lanjut Bayu, pada
November 2024 sekitar pukul 17.00, kliennya dijemput oleh Melati lalu dibawa ke
salah satu kamar hotel di Jalan Gajah Mada, Kecamatan Pontianak Selatan. Di
sana, kliennya diintimidasi oleh yang bersangkutan dan orang-orangnya, dipaksa
untuk membayar hutang pinjaman uang beserta bungnya sebesar Rp400 juta.
“Klien kami dibawa dari pukul
17.00 dan baru dipulangkan pada pukul 01.30. Disana klien kami diintimidasi
secara verbal, yang pada pokoknya meminta hutang beserta bunganya dikembalikan
malam itu juga,” beber Bayu.
Bayu menerangkan, karena faktanya
usaha yang dijalankan kliennya sedang ada masalah, sehingga permintaan untuk
mengembalikan uang pinjaman beserta bunga tersebut tidak dapat dituruti.
“Klien kami saat itu
menyampaikan, akan membayar hutang dengan cara dicicil. Tetapi ditolak oleh
Melati,” ungkapnya.
Bayu menjelaskan, berbagai upaya
yang dilakukan, Melati untuk menekan kliennya agar membayar hutang beserta
bunga yang ditetapkannya. Selain melakukan intimidasi secara verbal, yang
bersangkutan juga menghubungi rekan-rekan bisnis kliennya agar tidak bekerjasama,
karena telah melakukan penipuan.
Bayu menyatakan, tindakan yang
dilakukan Melati itu pada akhirnya menyebabkan, rekan bisnis kliennya menutup
diri. Tidak mau lagi bekerjsama. Namun, karena upaya tersebut tetap tidak
membuahkan hasil, yang bersangkutan pada Januari 2025 melaporkan Eka Agustini
(kliennya) ke Polresta Pontianak dengan tuduhan melakukan penipuan sebesar
Rp380 juta.
“Yang kami sayangkan, pada saat
pelapor yakni Melati membuat laporan, menyebutkan nominal tetapi tidak membawa
bukti. Uang Rp380 juta yang diklaim itu, uang yang mana? Karena faktanya
berdasrkan rekening koran, sisa hutang itu hanya sebesar Rp191 juta,” ujarnya.
Bayu mengatakan, berdasarkan
laporan itu, pada Juli 2025 penyidik kemudian menetapkan kliennya sebagai
tersangka. Dan atas penetapan itu, pihaknya mengajukan surat keberatan. Karena
penetapan status tersangka itu, dinilai tidak cukup bukti.
“Hubungan hukum antara klien kami
dengan terlapor ini hubungan keperdataan. Bukan penipuan. Karena usahanya ada
dan sebagian uang yang dipinjam sudah dikembalikan dan tidak ada itikad untuk
menipu siapapun,” tegas Bayu.
Bayu menilai, tindakan Melati
menggunakan instrument hukum pidana terhadap kliennya hanyalah untuk menagih
hutang. Padahal, sejak awal, sisa hutang yang ada berdasarkan bukti akan
dibayarkan selama yang bersangkutan bersedia memulihkan nama baik kliennya.
“Kamis 25 Desember 2025, kasus
ini dimediasi oleh penyidik. Kami saat itu sudah membawa uang sebesar Rp191
juta untuk membayar hutang kepada Melati. Namun dengan catatan, nama baik dan
kehormatan klien kami dipulihkan. Tetapi yang bersangkutan menolak,” ungkapnya.
Bayu menyatakan, terhadap fitnah
dan berita-berita tidak benar yang telah disebar selama ini, pihaknya ingin
meluruskan bahwa kliennya tidak pernah berniat untuk menipu siapapun termasuk
Melati. Kliennya memiliki usaha yang dijalankan dan bersedia membayar hutang
dengan catatan nama baiknya dipulihkan dan sisa hutang yang harus dibayarkan
hanya sebesar Rp191 juta.
“Ketika kewajiban siap dipenuhi,
maka wajar lah kalau kami meminta nama baik Eka Agustini ini dipulihkan,”
ujarnya.
Sementara itu, Eka Agustini
mengatakan, kerjasama antara ia dan Melati berlangsung hanya selama enam minggu
yakni dari Oktober sampai dengan November 2024. Dengan mekanisme keuntungan
atau bunga yang dibebankan kepada dirinya sebesar Rp9,8 persen per lima hari
dari modal awal yang diserahkan kepada dirinya sebesar Rp42 juta.
Eka menjelaskan, enam minggu
kerjsama antara ia dan Melati berjalan mulus. Tiba-tiba memasuki minggu
ketujuh, terjadilah keterlmabatan pembayaran selama kurang lebih empat hari.
Hal itu disebabkan, karena pasokan gula yang dikirim agent tidak dilakukan karena
libur.
“Dua hari kemudian, tiba-tiba
Melati minta agar saya mengembalikan semua modal dan keuntungan. Saat itu modal
dan keuntungan yang kami hitung untuk dibayarkan hanya sebesar Rp200 juta
lebih,” kata Eka.
Namun, lanjut Eka, empat hari
setelah kejadian ia dibawa ke hotel, Melati Bersama mantan suaminya dengan
timnya datang ke rumahnya memaksa dirinya untuk mengembalikan uang modal
beserta tambahan bunga sebesar Rp400 juta.
Eka menegaskan, bahwa modal usaha
yang diberikan Melati kepada dirinya seluruhnya digunakan untuk usaha gula. Dan
dirinya sudah beberapa kali melakukan pembayaran kepada yang bersangkutan denga
jumlah sebesar Rp280 juta.
Namun, dia menambahkan, karena
usaha yang dijalankan ini sedikit ada masalah sehingga pembayaran hutang
tertunda sehingga menyisakan hutang yang belum dibayarkan sebesar Rp191 juta.
Dan sejak awal hutang itu akan dibayar dengan permintan nama baiknya yang sudah
dirusak agar dipulihkan, namun permintaan itu ditolak oleh yang bersangkutan.
“Saya tidak pernah punya niat
jahat untuk menipu orang. Beberapa rekan bisnis lain yang meminjamkan modal,
mulai dari Rp150 juta sampai dengan Rp600 juta semuanya sudah dibayarkan tanpa
ada masalah,” pungkasnya. * (tim liputan).
Editor : Heri
