![]() |
Paulus Mursalim Bebas, Linda Ango Was-was |
KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) - Wak, ini cerita di daerah saya. Cerita soal anggota
DPRD Kalbar udah masuk penjara lalu dibebaskan hakim pengadilan tinggi. Ia
bebas murni. Lantas, apakah ia bisa kembali "nenggek" (duduk) di
kursinya lagi? Simak narasinya sambil seruput kopi tanpa gula, wak!
Ada
satu kursi di DPRD Kalbar yang kini mungkin sedang resah. Kursi itu sudah
diseka, digosok, bahkan disemprot parfum kemenangan politik ketika Linda Ango
duduk di atasnya, hasil Pergantian Antar Waktu (PAW) menggantikan Paulus Andy
Mursalim. Ia yang dulu dianggap berdosa karena kasus pengadaan tanah Bank
Kalbar tahun 2015.
Tapi
siapa sangka, kursi itu sekarang gelisah lagi. Sebab tuan lamanya baru saja
pulang dari “neraka hukum” dengan surat kebebasan murni di tangan, dan mungkin
sedang memandang ke gedung DPRD sambil berkata, “Tunggu aku, kursiku.”
Dulu,
Paulus dijatuhkan vonis 10 tahun penjara dari Pengadilan Tipikor Pontianak.
Partai pun bertindak cepat seperti pemadam kebakaran moral. Keluarkan SK PAW,
gantikan dengan Linda. Semua tampak heroik. Seolah hukum adalah dewa yang tak
mungkin salah.
Tapi
dewa ternyata juga bisa salah alamat. Sebab Pengadilan Tinggi Pontianak datang
membawa kabar yang membuat ruang sidang terasa seperti panggung stand-up
comedy, Paulus, dibebaskan murni!
Ya,
bukan bebas bersyarat, bukan potongan hukuman, tapi bebas murni alias “zuivere
vrijspraak.” Dalam bahasa manusia, itu artinya, “Maaf ya, ternyata dari awal
kamu gak salah. Kami cuma salah paham selama beberapa tahun.” Direk bayangkan
wak! Dijatuhkan karena hukum, lalu dibangkitkan lagi oleh hukum. Hanya hukum di
Indonesia yang bisa menjatuhkan sekaligus menebus dosanya sendiri dengan gaya
penuh drama.
Kini
masyarakat Kalbar sibuk berspekulasi. Apakah mantan Paulus akan kembali duduk
di kursinya? Secara hukum, bisa banget. Pasal 97 KUHAP menyebut, orang yang
dibebaskan murni berhak mendapat rehabilitasi nama baik dan kedudukan
sosialnya. Kalau ia mau, Paulus bisa mengajukan diri kembali ke DPRD, tentu
dengan satu syarat, partainya setuju. Karena di negeri ini, yang menentukan
nasib bukan hanya Tuhan dan hakim, tapi juga tanda tangan dari DPP.
Partai
PDI Perjuangan kini menghadapi dilema tingkat filsafat, mengembalikan Paulus
berarti mengakui mereka terburu-buru, atau mempertahankan Linda berarti menolak
keadilan yang sudah disahkan palu hakim. Dua-duanya bisa salah, dua-duanya bisa
benar, tergantung siapa yang sedang bicara di podium politik.
Kursi
itu sendiri mungkin jadi simbol paling jujur dari kisah ini. Dulu ia
menyaksikan Paulus dilengserkan dengan air mata hukum, kini ia menyaksikan
Linda duduk dengan ketegangan diplomatik. Kalau kursi itu bisa bicara, mungkin
ia akan berkata, “Aku capek, tapi aku setia.”
Dalam
sejarah, kasus semacam ini bukan hal baru. Misbakhun dulu pernah dipecat dari
DPR karena kasus Bank Century, lalu kembali dengan gagah setelah bebas. Kalau
Paulus nanti kembali, tak usah heran bila ruang sidang DPRD berubah jadi
panggung drama epik berjudul “The Return of the Legislator: Edisi Pontianak.”
Tapi
sejujurnya, kisah ini bukan cuma soal hukum dan politik. Ini tentang betapa
absurdnya sistem kita, ketika benar bisa dikalahkan oleh waktu, dan waktu
akhirnya mengembalikan kebenaran dengan cara paling teatrikal. Seorang lelaki
yang pernah disebut pesakitan kini bisa kembali jadi wakil rakyat dengan status
suci.
Di
tengah semua itu, satu hal yang pasti, hukum di negeri ini bukan sekadar
aturan. Ia adalah drama panjang penuh twist, di mana palu hakim bisa menjadi
tongkat sihir. Hari ini jatuh, besok bangkit, lusa disanjung, minggu depan
mungkin dituduh lagi. Tapi setidaknya, kali ini, hukum memberi ruang untuk
tertawa.
Karena
di Pontianak, keadilan tak pernah mati. Ia cuma suka ngopi sebentar di warkop
Jalan Merapi, sebelum kembali memukul meja dan berkata, “Aku masih ada, wak,
cuma capek aja liat kalian rebutan kursi.” #camanewak
Penulis
: Rosadi Jamani (Ketua Satupena Kalbar)