KALBARNEWS.CO.ID (BANDUNG, Indonesia, 8 September 2025) -- Penduduk Asia Tenggara semakin meminati protein hewani, dan tingkat konsumsi pun akan meningkat lebih dari 20% pada 2031 didorong lonjakan pendapatan, urbanisasi, serta pertumbuhan penduduk[1]. Maka, U.S. Soybean Export Council (USSEC) menggelar edisi perdana "Konferensi Nutrisi Ruminansia Asia Tenggara" di Bandung, Indonesia, pada 27-29 Agustus 2025.
Dr. Basilisa Reas, Technical Director – Animal Utilization, Asia Tenggara & Oseania, USSEC, tengah memberikan paparan.
Acara ini dihadiri berbagai peserta di Indonesia — termasuk pihak produsen, ahli nutrisi, peneliti, perumus kebijakan, dan pemimpin industri — untuk membahas peran dari inovasi yang tepat sasaran dalam nutrisi, genetika, dan peternakan untuk memperkuat produksi susu dan daging sapi lokal, meningkatkan keberlanjutan, serta mengurangi ketergantungan impor.
"Lewat strategi inovasi, kolaborasi, dan nutrisi berbasiskan data, Asia Tenggara dapat menutup kesenjangan antara lonjakan permintaan susu dan daging sapi dengan kapasitas produksi lokal," ujar Dr. Basilisa Reas, Technical Director – Animal Utilization, Asia Tenggara & Oseania, USSEC.
"Kedelai Amerika Serikat (AS) memiliki konsistensi kualitas dan nutrisi yang jelas untuk mendukung produsen pakan di seluruh Indonesia yang ingin mencapai pertumbuhan berkelanjutan."
Para peserta acara ini menggali berbagai strategi untuk meningkatkan kapasitas produksi susu dan daging sapi melalui nutrisi hewan ternak yang lebih baik, keamanan pakan dan pangan, genetika, ketahanan biologi, serta sistem berkelanjutan.
Salah satu agenda pembahasan penting adalah keunggulan Kedelai AS sebagai sumber protein yang konsisten dan bermutu tinggi sehingga mendukung kondisi ternak dan efisiensi pakan.
Selama sesi utama yang berlangsung dua hari, dan satu hari kunjungan ke peternakan, para peserta acara membahas topik-topik hangat, seperti efisiensi pakan, pembangunan berkelanjutan, inovasi genetika, serta peran Kedelai AS dalam meningkatkan performa dan profitabilitas ruminansia.
Pembahasan di acara ini juga mengangkat potensi pertumbuhan dan tantangan yang dihadapi industri kedelai. Dalam publikasi "Agri-Food Outlook 2025" yang diterbitkan Alltech, produksi pakan untuk ternak sapi perah di dunia meningkat 3,2% pada 2024[2], sedangkan produksi pakan naik hampir 4% pada dekade terakhir.
Di Asia Tenggara, permintaan susu, daging sapi, dan produk hewan pemamah biak berukuran kecil tengah melesat. Pada saat bersamaan, industri harus mampu mengatasi kendala yang telah lama dihadapi: biaya pakan yang mahal, tekanan perubahan iklim, risiko kesehatan hewan ternak, kesenjangan produktivitas, serta keterbatasan sumber daya dan akses pasar yang ditemui peternak skala kecil.
Keunggulan Kedelai AS dari Sisi Nutrisi dan Keberlanjutan
Kedelai AS memiliki profil nutrisi yang luar biasa, serta asam amino yang sangat mudah dicerna. Selain itu, kedelai AS menawarkan kandungan nutrisi yang konsisten dan kandungan energi yang besar sehingga mendukung performa terbaik dalam pola makan hewan ternak.
Manfaat intrinsik kedelai AS juga ditopang pembangunan berkelanjutan—Kedelai AS dibudidayakan secara bertanggung jawab berdasarkan Protokol Jaminan Keberlanjutan Kedelai AS (U.S. Soy Sustainability Assurance Protocol/SSAP), produk Kedelai AS juga mudah ditelusuri, serta menjaga kelestarian lingkungan hidup, ikut mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengoptimalkan penggunaan lahan[3]. Sederet keunggulan ini membuat Kedelai AS pilihan cerdas bagi produsen pakan dan peternak yang berkomitmen pada pertumbuhan berkelanjutan.
Kedelai AS Meningkatkan Nutrisi Hewan Pemamah Biak
Dr. Thomas D'Alfonso, Focus Area Director – Animal Protein, USSEC, memaparkan daya saing kualitas Kedelai AS dalam industri peternakan susu. Menurutnya, Kedelai AS memiliki komposisi nutrisi yang lebih konsisten[4], sedangkan tingkat kerusakan akibat panas dan tingkat kerusakan totalnya lima kali lebih rendah dibandingkan kedelai asal negara lain.
Hal ini terwujud berkat praktik peternakan yang berkelanjutan, serta penanganan pascapanen yang efisien. Dibandingkan kedelai dari negara lain yang kerap rusak akibat panas dan waktu pengirimannya tergolong lama, Kedelai AS lebih mudah dicerna[5], kandungan energinya[6] pun lebih besar.
Lebih lagi, Kedelai AS memiliki serat yang mudah difermentasi sehingga mendukung kesehatan ternak. Nutrisi Kedelai AS juga lebih mudah diserap--maka ternak memiliki performa dan profitabilitas yang lebih optimal.
"Lonjakan minat konsumen Asia Tenggara pada Kedelai AS mencerminkan kebutuhan masyarakat akan solusi pakan yang bermutu tinggi, berkelanjutan, dan efisien," ujar Timothy Loh, Regional Director, Asia Tenggara & Oseania, USSEC. "Selalu menawarkan keunggulan nutrisi dan nilai ekonomi, Kedelai AS memperkuat daya saing produsen pakan untuk menghadapi kompetisi global."
Acara ini ditutup sesi kunjungan ke peternakan sapi perah, serta peternakan kambing dan domba. Dalam kunjungan tersebut, para peserta menyaksikan praktik inovatif dalam sejumlah bidang, termasuk nutrisi, pembangunan berkelanjutan, dan efisiensi produksi. Aktivitas tersebut melengkapi sesi pleno, serta memperlihatkan penerapan praktis dari agenda diskusi teknis, dan mengangkat peran solusi yang berbasiskan sains dalam mengubah sistem peternakan modern.
Platform Kolaborasi Regional
Acara "Ruminant Nutrition Conference" melambangkan komitmen USSEC bermitra dengan industri dan pemerintah lokal untuk meningkatkan pengetahuan teknis, mempromosikan pengadaan produk yang bertanggung jawab, serta menghadirkan solusi yang berdampak positif dan terukur.
Sejalan dengan langkah Asia Tenggara yang terus memprioritaskan produksi peternakan lokal demi memenuhi kebutuhan konsumen, forum seperti ini menjadi platform penting untuk membina hubungan, berbagi keahlian, serta mewujudkan pertumbuhan kolektif. (Tim Liputan)
Editor : Aan