KALBARNEWS.CO.ID (SINGKAWANG) – Kejaksaan Negeri Singkawang menetapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Singkawang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait penyimpangan pemberian keringanan retribusi jasa usaha atas pemanfaatan Hak Pengelolaan Atas Tanah milik Pemerintah Kota Singkawang yang berlokasi di Kelurahan Sedau, Kecamatan Singkawang Selatan. (10/7/2025).Sekda Kota Singkawang Jadi Tersangka
Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan hasil penyidikan yang dimulai dari Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRIN-04/O.1.11/Fd.1/12/2023 tanggal 19 Desember 2023, yang diperkuat dengan Surat Lanjutan Nomor: PRIN-04d/O.1.11/Fd.1/03/2025 tanggal 17 Maret 2025.
Dalam ekspos perkara yang dilakukan oleh tim penyidik, disimpulkan bahwa terdapat dua alat bukti yang cukup yang menguatkan dugaan adanya tindak pidana korupsi.
“Berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-02/O.1.11/Fd.1/07/2025, Sekretaris Daerah Kota Singkawang secara resmi ditetapkan sebagai tersangka,” ungkap Kepala Kejaksaan Negeri Singkawang dalam siaran pers. Tersangka kemudian langsung dilakukan penahanan selama 20 hari di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Singkawang terhitung mulai hari ini, Rabu (10/7).
Kasus ini berawal dari terbitnya Surat Ketetapan Retribusi Daerah Nomor 21.07.0001 pada 26 Juli 2021 senilai Rp5,238 miliar. Namun, pada 3 Agustus 2021, PT Palapa Wahyu Group selaku wajib retribusi mengajukan keberatan kepada Wali Kota Singkawang.
Sebagai tindak lanjut, Wali Kota menerbitkan Keputusan Nomor 973/469/BKD.WASDAL Tahun 2021 yang memberikan keringanan retribusi sebesar 60 persen, atau senilai Rp3,14 miliar, serta penghapusan denda administrasi yang jika diakumulasi mencapai lebih dari Rp2,5 miliar.
Perjanjian angsuran kemudian ditandatangani pada 27 Desember 2021, dengan kewajiban pembayaran sebesar Rp2,095 miliar yang dapat dicicil selama 120 bulan, atau sekitar Rp17,46 juta per bulan hingga November 2031.
Namun berdasarkan hasil penyidikan dan audit dari BPKP, ditemukan adanya penyimpangan yang diduga memperkaya pihak tertentu, yakni PT Palapa Wahyu Group, serta penyalahgunaan wewenang oleh Sekda. Salah satunya adalah tidak melaksanakan hasil konsultasi dengan Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Gubernur Kalimantan Barat, serta menghindari ketentuan dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Sekda juga dinilai melanggar ketentuan dalam PP Nomor 28 Tahun 2020 yang mewajibkan pemanfaatan barang milik daerah dilakukan melalui mekanisme tender, bukan penunjukan langsung seperti yang terjadi dalam kasus ini.
Akibat perbuatan tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp3.142.800.000,00.
Tersangka akan dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kejaksaan menegaskan akan terus mendalami kasus ini untuk menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain serta memastikan pengembalian kerugian keuangan negara. (Tim Liputan)
Editor : Aan