Strategi BJ Habibie dalam Memperkuat Rupiah di Tengah Krisis Ekonomi
KALBARNEWS.CO.ID (AMERIKA SERIKAT) - Nilai tukar rupiah mengalami pelemahan yang cukup signifikan, yakni sebesar 98 poin atau sekitar 0,60 persen. Hal ini menyebabkan rupiah turun ke level Rp16.403 per dolar Amerika Serikat (AS), yang sebelumnya berada di level Rp16.304 per dolar AS.
Menurut data Bloomberg pada pukul 09.11 WIB di pasar spot exchange, rupiah semakin tertekan dan tercatat turun hingga 137 poin (0,84%), mencapai level Rp16.441 per dolar AS. Sementara itu, pada perdagangan sebelumnya, yaitu Jumat 31 Januari 2025, rupiah juga mengalami pelemahan sebesar 48 poin, yang membuatnya ditutup di level Rp16.304 per dolar AS. Senin, 3 Februari 2025.
Pada saat yang sama, indeks dolar AS menunjukkan kenaikan signifikan, yakni sebesar 1,33 poin (1,23%), mencapai angka 109,7. Hal ini menjadi indikator bahwa kekuatan dolar AS semakin meningkat. Di sisi lain, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun mengalami penurunan sebesar 4 basis poin, yang turun ke level 4,52%. Penurunan ini menunjukkan bahwa meskipun dolar AS menguat, sektor obligasi AS menghadapi tekanan yang dapat mempengaruhi pasar global.
Banyak faktor yang memengaruhi pelemahan rupiah saat ini, salah satunya adalah gejolak pasar global dan kebijakan moneter yang diterapkan oleh negara-negara besar, seperti Amerika Serikat. Salah satu faktor penting yang patut diperhatikan adalah bagaimana Indonesia pernah menghadapi situasi serupa pada krisis ekonomi 1998, di mana rupiah juga mengalami penurunan yang tajam hingga mencapai angka Rp16.800 per dolar AS. Kala itu, Indonesia berhadapan dengan berbagai masalah, baik dari sisi ekonomi, politik, maupun sosial.
Namun, di balik tekanan yang dihadapi Indonesia pada masa tersebut, BJ Habibie, yang saat itu menjabat sebagai Presiden Indonesia menggantikan Soeharto, berhasil memperlihatkan kemampuannya dalam menguatkan kembali nilai tukar rupiah meskipun menghadapi berbagai tantangan besar.
Saat itu, kepercayaan pasar terhadap kepemimpinan Habibie masih rendah, dan banyak pihak, termasuk Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew, meragukan kemampuan Habibie dalam mengatasi krisis ekonomi yang melanda. Tetapi, BJ Habibie membuktikan bahwa ia mampu menghadapinya dengan menerapkan sejumlah langkah strategis yang pada akhirnya mampu menguatkan rupiah kembali dan memulihkan perekonomian Indonesia.
Berikut ini adalah tiga langkah utama yang diterapkan oleh BJ Habibie dalam mengatasi krisis dan menguatkan rupiah:
Restrukturisasi Perbankan
Pada masa Orde Baru, pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Soeharto, mempermudah pendirian bank dengan kebijakan Paket Oktober 1988. Namun, kemudahan tersebut tidak diiringi dengan penguatan manajemen perbankan yang baik. Akibatnya, ketika krisis ekonomi melanda, banyak bank yang mengalami kebangkrutan dan nasabah pun menarik dana mereka dalam jumlah besar.
Untuk mengatasi masalah ini, Habibie melakukan restrukturisasi sektor perbankan dengan menggabungkan beberapa bank milik pemerintah menjadi Bank Mandiri, yang merupakan langkah besar untuk memperkuat sektor perbankan Indonesia.
Selain itu, Habibie juga memastikan bahwa Bank Indonesia (BI) dapat beroperasi secara independen melalui penerapan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999, yang memisahkan BI dari kendali pemerintah. Langkah ini bertujuan agar BI menjadi lebih kuat, objektif, dan bebas dari intervensi politik, sehingga dapat menjaga kestabilan moneter dan mengontrol inflasi.
Kebijakan Moneter Ketat
Untuk menstabilkan perekonomian dan mengendalikan inflasi, Habibie menerapkan kebijakan moneter yang ketat. Salah satu langkah utama yang diambilnya adalah dengan menginstruksikan penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan tingkat bunga yang tinggi. Hal ini bertujuan agar masyarakat tertarik untuk menabung di bank, sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat dapat dikendalikan.
Kebijakan ini terbukti efektif dalam mengurangi inflasi dan menstabilkan perekonomian. Suku bunga yang sebelumnya sempat mencapai angka 60% berhasil diturunkan hingga belasan persen, yang pada gilirannya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan dan memperbaiki likuiditas perbankan.
Pengendalian Harga Bahan Pokok
BJ Habibie sangat menyadari pentingnya stabilitas harga bahan pokok, terutama dalam situasi krisis ekonomi. Oleh karena itu, ia mengambil langkah untuk mempertahankan harga bahan bakar dan listrik yang disubsidi agar tidak mengalami kenaikan drastis. Kebijakan ini membantu menjaga daya beli masyarakat yang sedang tertekan oleh inflasi dan krisis.
Selain itu, Habibie juga mengimplementasikan kebijakan penghematan dengan mengajak masyarakat untuk mengurangi konsumsi, salah satunya dengan menyarankan masyarakat untuk berpuasa Senin-Kamis sebagai langkah penghematan konsumsi bahan pokok dan energi.
Dampak Positif dari Kebijakan Habibie
Tiga langkah kebijakan yang diterapkan oleh BJ Habibie ini ternyata memberikan dampak positif yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Kepercayaan investor terhadap Indonesia mulai pulih, dan aliran modal asing kembali masuk ke dalam negeri.
Yang paling penting, rupiah mulai menguat kembali hingga mencapai level Rp6.550 per dolar AS, yang memberikan stabilitas dan mengurangi ketidakpastian di pasar keuangan. Pemulihan tersebut menunjukkan bahwa melalui kebijakan yang tepat, Indonesia mampu bangkit dari krisis dan memperbaiki keadaan ekonomi dengan langkah-langkah yang terukur dan efektif.
Melihat kembali strategi BJ Habibie dalam menangani krisis 1998, kita bisa belajar bahwa kombinasi kebijakan moneter yang ketat, restrukturisasi perbankan yang mendalam, serta pengendalian harga bahan pokok merupakan langkah yang sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam menghadapi krisis global. Hal ini juga bisa menjadi referensi bagi kebijakan ekonomi Indonesia di masa depan untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah dan memitigasi dampak negatif dari gejolak ekonomi global. (Tim Liputan).
Editor : Lan