Sholihin HZ |
KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) - Tulisan ini terinspirasi dari satu pertanyaan
seorang siswa kepada penulis, “Pak, kalau Allah itu Maha Penyayang dan ingin
hamba-Nya masuk surga, lantas untuk apa Allah ciptakan keburukan dan kejelekan,
bukankah itu mubazir?”
Singkat namun menohok kesadaran
pada sebagian orang. Mengapa Allah ciptakan ketidakbaikan dan keburukan?
Setelah dikaji ternyata jawabannya tidak sesingkat pertanyaannya.
Dan pertanyaan-pertanyaan sejenis
bagi penulis untuk usia mereka adalah pertanyaan yang wajar dikala masa pencarian
jati diri, siapa aku, bagaimana aku bisa eksis dan sejumlah gejala psikologis
lainnya. Penulis yakin, yang mereka butuhkan bukan sekedar jawaban vonis tetapi
lebih kepada dialogis.
Mereka butuh untuk difahami,
mereka ingin kegundahan mereka didengar dan ada yang menjadi tempat share bagi
mereka. Memposisikan diri sebagai orang yang dituakan menjadi tema menarik
lainnya.
Sebelum penulis mengerucut pada
jawaban siswa tersebut. Penulis angkat dulu dengan satu pemahaman untuk
kemudian menjadi kesepakatan (antara penulis dan siswa) bahwa dalam diri kita
ada potensi jahat dan potensi baik.
“Dasarnya apa pak?” sergah siswa.
“Dasarnya adalah QS. Asy-Syam/92: 8”. Dasar yang lain, jawab penulis adalah
pernah kita berpikir untuk berbuat jahat? Mungkin ingin menyembunyikan pulpen
teman, ingin ngerjain teman, jawaban yang menyakitkan hati dan lain-lain, jawab
siswa“pernah pak”. Itu menunjukkan bahwa statemen al-Quran itu jelas ada.
Surat Asy-Syams/91 ayat 8
menyebutkan bahwa Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya. Ini menunjukkan bahwa dalam diri manusia itu ada bisikan kebaikan
yang merupakan petunjuk ke jalan Allah (sabilillah) dan juga ada bisikan untuk
mengarah ke jalan syetan (sabilisysyaithan).
Mana yang paling dominan maka
itulah yang muncul kepermukaan. Bagaimana ia bisa dominan? Karakter seseorang
terbentuk bisa dari siapa ia berteman, apa yang didengar dan tontonnya dan
referensi literatur apa yang dibacanya. Kesimpulannya adalah lingkungan menjadi
faktor penting pembentukan karakter seseorang.
Lantas dimana kaitannya dengan
pertanyaan siswa di atas, penulis lanjutkan lagi dengan pertanyaan berikutnya,
“bagaimana kita bisa merasakan nikmatnya sehat? Bahwa kalau kita sehat kita
bisa melakukan berbagai aktifitas yang kita senangi, kita bisa berbuat
sebagaimana kebiasaan sehari-hari, sehat adalah segalanya”.
Sejenak ia berpikir, kemudian
keluar jawaban, “kita terasa nyaman sehat pak, kalau kita sedang sakit?”
Penulis sergah dengan pertanyaan, “kamu mau sakit?” “Ya, ndak pak? karena kalau
sakit saya ndak bise ngape-ngape”.
“Kalau begitu untuk apa engkau
diberikan Allah dengan sakit? “Supaya saya bisa merasakan nikmatnya sehat”,
“Jadi, ketika adanya sesuatu yang menimpamu dengan ketidaknyamananmu seperti
ada musibah, Allah ingin mengangkat nilai kesabaranmu supaya muncul, ketika
engkau diolok orang, Allah ingin munculkan keikhlasanmu, ketika engkau
diremehkan orang, Allah ingin munculkan tawadhumu, ketika engkau dibully, Allah
ingin munculkan sifat sabarmu, ketika engkau gagal meraih sesuatu, Allah ingin
munculkan ikhtiarmu. Keburukan yang diciptakan Allah bukan untuk membimbingmu
menjadi orang yang tidak baik tetapi justru sebaliknya dengan keburukan itu
Allah ingin melatih engkau sabar, jujur, tawadhu, qonaah dan sebagainya.
“Anakku, Allah itu sangat sayang
dengan kita, begitu sayangnya Allah dengan kita, kita dibimbingnya untuk
senantiasa mengingatnya dalam setiap aktifitas”. Renungkan, adakah aktifitas
kita yang tidak disertai dengan doa? Sejak kecil kita diajarkan untuk mengawali
aktifitas dengan doa, setidaknya dengan bismillah. Mau turun dari rumah, mau
naik kendaraan, mau makan, selesai makan, masuk wc, keluar wc, mau tidur,
bangun tidur. Semuanya melibatkan Allah karena ada nama Allah disitu. Ini
seakan-akan mengajarkan kepada kita, “Wahai hambaku, jangan lupakan AKU dalam
setiap aktifitasmu, engkau sukses dan mencapai kedudukan yang terhormat
sekarang bukan semata karena engkau pintar, bukan karena semata engkau cerdas,
IQ mu tinggi, lobbymu bagus, tetapi karena ada campur tangan KU disitu, kata
Allah”.
Terlalu panjang untuk
dilanjutkan, kesimpulannya adalah bahwa keburukan atau ketidaknyamanan yang
diberikan Allah adalah supaya muncul nilai-nilai Ilahiyah dalam setiap
aktifitas kita. Karenanya didikan untuk husnuzhzhan atau positive
thingking itu perlu untuk diajarkan
kepada siapapun. Semoga***
Penulis : Sholihin H.Z
Ketua Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Kalimantan Barat
Sekretaris Umum PW. IPIM Kalimantan Barat
Ketua PC. Pergunu Kota Pontianak
Guru MAN 2 Pontianak