KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Direktur Eksekutif
ALGORITMA Research and Consulting Aditya Perdana menyampaikan bahwa polarisasi
masyarakat yang selama ini menjadi kekhawatiran bersama tidaklah seperti yang
dikhawatirkan banyak pihak. Senin (26 Juni 2023).Pemilu 2024: Dari Isu Polarisasi ke Pembangunan Ekonomi
“Dalam survei nasional tatap muka yang dilakukan
pada bulan Juni tahun 2023 ini ALGORITMA mendapatkan temuan bahwa yang terjadi
di masyarakat saat ini adalah pembelahan pilihan politik, bukan polarisasi
masyarakat,” terang Aditya.
Aditya menjelaskan bahwa untuk mencari tahu
mengenai polarisasi ini, ALGORITMA mencoba mengukur pandangan masyarakat dari
beberapa isu sosial, politik, agama dan beberapa isu lainnya. Hasil survei
menunjukkan bahwa polarisasi yang dikhawatirkan tersebut tidak nampak.
Bahkan Aditya mengatakan bahwa dalam banyak isu
masyarakat Indonesia dengan berbagai latar belakang pilihan politik baik partai
ataupun calon presiden memiliki penyikapan terhadap beberapa isu pada spektrum
yang relatif sama.
“Polarisasi tentu akan terus menjadi ancaman yang
laten bagi bangsa ini, kita tak boleh lengah. Namun kalau ada pihak yang
terus-menerus menggembar-gemborkan adanya polarisasi masyarakat, padahal pada
kenyataanya tidak demikian, tentu jadi tugas kita semua termasuk kami di
lembaga survei yang memotret dan merekam untuk mengingatkannya,” ujar Aditya.
Aditya mengingatkan bahwa perbedaan pilihan
politik dalam gelaran politik rutin lima tahunan baik Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden, Pemilu Legislatif maupun Pemilihan Kepala Daerah adalah hal yang
wajar. Bahkan menurutnya perbedaan politik itu salah satu indikator demokrasi
prosedural maupun substansial yang berjalan dengan baik di Indonesia.
“Perbedaan pilihan politik dalam pemilu adalah
keniscayaan, dan itu bukan polarisasi. Justru dalam survei kami ini nampak
sekali apapun pilihan politiknya, bangsa ini punya perhatian besar yang sama
yaitu pada isu pentingnya untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi
Indonesia,” terang Aditya.
Capres Rotasi, Wapres Dinamis
Aditya juga menjelaskan bahwa menurutnya bursa
capres dan cawapres kian menarik karena ada rotasi dalam urutan dan juga
dinamika nama-nama yang muncul ke level tiga besar bursa capres dan cawapres.
Aditya menyatakan pada survei nasional yang
dilakukan ALGORITMA bulan Juni 2023 ini tiga nama masih konsisten menempati
posisi elektoral tertinggi yaitu secara berurutan untuk capres adalah Ganjar
Pranowo (29,3%), Prabowo Subianto (24,6%) dan Anies Baswedan (16,9%).
“Jika dibandingkan dengan Survei ALGORITMA yang
dilakukan 6 bulan lalu yaitu Desember 2022 ada rotasi pilihan capres yang saat
itu angkanya Ganjar Pranowo (25,1%), Anies Baswedan (18,7%) serta Prabowo
Subianto (16,6 %),” terang Aditya.
Aditya menambahkan bahwa dukungan pemilih terhadap
bakal calon presiden juga masih sangat volatil, menggambarkan masih terbukanya
pemilih untuk beralih pilihan. Hanya sekitar sepertiga yaitu 33,9% pemilih yang
menyatakan bahwa pilihan capresnya sudah final dan tak akan berubah pilihan.
“Dengan pemilih yang sebagian besar masih mungkin
berubah pilihan capresnya ini tentu pertarungan akan menjadi sangat dinamis.
Sejalan dengan itu bursa untuk cawapres pun akan kian dinamis untuk menarik
keyakinan calon pemilih,” buka Aditya.
Aditya memberikan sorotan khusus justru pada bursa
calon wakil presiden yang cenderung lebih dinamis. Menurutnya dalam survei
terbaru yang dilakukan ALGORITMA ini ada dua nama yang meningkat pesat posisi
elektoralnya di mata publik yaitu Sandiaga Salahudin Uno dan Mahfud MD.
Pada survei ini urutan untuk level elektoral
cawapres adalah Sandiaga Salahudin Uno 11,3%, Erick Thohir 10,3% dan Mahfud MD
8,8%. Angka ini sangat dinamis karena jika dibandingkan dengan Desember 2022
urutannya adalah Ridwan Kamil (11,8%), Sandiaga Uno (7,4%), dan Erick Thohir
(6%).
"Kami melihat Sandiaga Uno momentumnya
menguat signifikan, Ridwan Kamil mulai kehilangan akselerasinya yang sempat
luar biasa, dan Mahfud MD muncul memikat publik bahkan sampai membuat Ridwan
Kamil terpental dari tiga besar,” ungkap Aditya.
Aditya juga menjelaskan dalam survei ini ALGORITMA
mencari tahu jika tiga besar nama capres yaitu Ganjar, Prabowo dan Anies jika
tidak maju pilpres, maka siapa yang akan dipilih publik. Maka urutan yang
muncul adalah Sandiaga Uno 9,3%, Ridwan Kamil 9,3% dan Mahfud MD 8,2%.
“Sandiaga Uno, Ridwan Kamil dan Mahfud MD adalah
sosok yang oleh masyarakat dianggap paling layak dipilih untuk menjadi presiden
jika tiga nama teratas yaitu Ganjar, Prabowo dan Anies karena satu dan lain hal
tidak jadi maju pilpres,” terang Aditya.
Volatilitas Tingkat Elektoral Partai
Pada kesempatan yang sama, Direktur Riset dan
Program ALGORITMA Research and Consulting Fajar Nursahid menyampaikan bahwa ada
volatilitas yang sangat kentara juga di proyeksi bursa elektoral partai politik
peserta Pemilu 2024.
PDIP masih memuncaki kompetisi elektoral dengan
raihan sebesar 22,7%, diikuti oleh Partai Gerindra (13,0%), dan yang
mengejutkan adalah PKB yang naik ke posisi ketiga untuk tingkat
elektabilitasnya (11,1%). Pada umumnya partai-partai yang saat ini memiliki
kursi di parlemen seperti Golkar, Nasdem, Demokrat, PKS dan PPP diperkirakan
akan lolos ambang batas parlemen karena mendapat raihan suara di atas 4%. Namun
PAN berpotensi rawan tidak lolos ke parlemen. Sementara itu, peluang
partai-partai baru dalam kompetisi elektoral masih perlu berusaha keras untuk
meyakinkan calon pemilih agar bisa menembus batas parliamentary threshold (PT)
4%.
Berikut ini adalah level elektoral partai dari
yang terbesar yaitu; PDIP (22,7%), Gerindra (13%), PKB (11,1%), Golkar (6,4%),
Nasdem (6,3%), Demokrat (4,8 %), PKS (4,1%), PPP (4%), PAN (2,9%), Perindo
(1,5%), PSI (0,6%), Hanura (0,6%), Gelora (0,3%), PBB (0,2%), Partai Buruh
(0,2%), Partai Ummat (0,1%) serta PKN (0%). Di luar itu hanya 0,3% responden
menyatakan tidak akan memilih (golput), 6,1% merahasiakan pilihannya, 10,5%
tidak tahu dan 4,2% tidak menjawab.
“Peta elektoral masih bersifat volatil ditunjukkan
oleh lebih dari separuh pemilih (54,5%) yang masih mungkin berubah pilihan
politiknya. Hanya sekitar sepertiga dari total pemilih yaitu 35,6% yang sudah
yakin dengan pilihannya sehingga tidak akan mengalihkan pilihan ke partai
politik lain,” beber Fajar.
Fajar juga menjelaskan volatilitas pilihan
tersebut berkorelasi dengan figur calon presiden yang akan didukung oleh suatu
partai politik. Hampir dua pertiga pemilih yaitu 63,6% menyatakan bahwa akan
mempertimbangkan calon presiden yang diusung partai politik tersebut yang
sesuai dengan sosok calon presiden yang didukungnya.
Negara Bergerak ke Arah yang Benar
Hasil survei menunjukkan, mayoritas masyarakat
puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Hal tersebut tergambarkan
dengan 76,7% responden yang menyatakan bahwa negara saat ini bergerak ke arah
yang benar. Angka tersebut berbanding jauh dengan hanya 9,8% yang merasa bahwa
negara ini bergerak ke arah yang tidak benar, sementara 6,3% ragu-ragu dan 7,3%
tidak tahu.
“Pandangan mengenai arah gerak negara ini
menunjukkan siapapun pilihan capresnya, mayoritas cukup puas dengan
perkembangan arah gerak negara ini. Hal ini juga yang memperkuat keyakinan kami
bahwa mungkin kekhawatiran kita mengenai polarisasi itu berlebihan. Karena jika
bangsa ini terpolarisasi sedemikian rupa, maka pandangan mengenai arah
pergerakan negara ini akan sangat terbelah,” terang Fajar.
Sebangun dengan pergerakan arah negara, approval
rating atau tingkat kepuasan terhadap pemerintahan saat ini ada di angka yang
tinggi yaitu total 83,2 persen pemilih ada di katagori puas (sangat puas 8,7%,
puas 43,4%, cukup puas 31,1%). Hanya 12,4% responden yang tidak puas serta 3%
tidak tahu dan 1,4% tidak menjawab.
Kepuasan tersebut juga tergambar dengan penilaian
salah satu unit ekonomi terkecil yaitu level ekonomi rumah tangga. Hanya 18,9%
responden yang mengatakan kehidupan ekonomi keluarga lebih buruk jika
dibandingkan dengan kondisi tahun lalu. 38,2% bahkan mengatakan kondisi ekonomi
keluarganya lebih baik dan 40,1% mengatakan sama saja.
Dukungan Presiden Jokowi
Fajar juga menjelaskan ALGORITMA mendapatkan
temuan menarik sejalan dengan approval rating pemerintahan yang tinggi, publik
masih terbelah sekalipun menjunjukkan tren melentur menyikapi perdebatan
mengenai dukungan Presiden Jokowi terhadap salah satu calon presiden yang akan
bertarung.
41,8% responden setuju jika Presiden Jokowi
menyebutkan pilihan politiknya di Pemilu 2024 nanti dengan mendukung salah satu
nama tokoh menjadi calon presiden sementara 37% bersikap sebaliknya tidak
setuju.
“Jika dibandingkan dengan hasil survei kami
Desember 2022 ada tren pergeseran karena saat itu hanya 35,2% yang setuju dan
45% tidak setuju,” tutur Fajar.
Namun dukungan Presiden Jokowi tidak berarti
masyarakat akan langsung mengikuti pilihannya, karena hanya 41,8% persen
responden tetap mempertimbangkan tokoh yang akan dipilih dan hanya 19,6% yang
akan mengikuti siapapun yang dipilih Presiden Jokowi. Bahkan ada 17,7% yang
tidak akan mengikuti siapapun yang dipilih oleh Presiden Jokowi.
“Yang menarik, ketika kami menanyakan siapa sosok
yang diyakini akan didukung Presiden Jokowi menjadi calon presiden, maka 39,9%
responden meyakini Jokowi mendukung Ganjar Pranowo, 20% Prabowo Subianto, 9,2%
Anies Baswedan, 24% tidak tahu dan 6,9% tidak menjawab,” ungkap Fajar.
Momentum Pembangunan Ekonomi
Direktur Eksekutif ALGORITMA Aditya Perdana
melengkapi pemaparannya dengan menyampaikan bahwa harapan yang tinggi dari
masyarakat untuk keberlanjutan pembangunan dan akselerasi pertumbuhan ekonomi
harus dijawab dengan program yang nyata baik dari sisi partai politik maupun
capres maupun cawapres.
Menurutnya jika ada capres yang menawarkan
keberlanjutan program pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, maka perlu dibuat
jelas seperti apa narasi besarnya hingga ke level operasional kerangka
kebijakannya. Situasi ini menciptakan momentum yang langka ketika masyarakat
merasa puas dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang dirasakan dan menginginkan
agar bisa lebih berakselerasi.
“Para capres dan partai politik perlu untuk
menangkap tren tersebut dengan program-program pertumbuhan ekonomi yang kuat
sekaligus memberikan harapan ke masyarakat,” tambah Aditya
Aditya juga menekankan situasi ini bisa menjadi
momentum bagi capres atau cawapres yang memiliki konsep maupun rekam jejak di
bidang ekonomi yang kuat untuk menarik hati masyarakat. (Tim Liputan).
Editor : Aan