KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) – Sebagai Ahli
Dewan Pers, Wina
Armada Sukardi mengatakan bahwa perkara
pokok adanya laporan tindak pidana hasil kerja pers harus didahulukan untuk
diperiksa, dibanding laporan pencemaran nama baik yang menyusul dilaporkan.Ahli Dewan Pers, Wina Armada Sukardi Saat Di Divisi Siber Bareskrim Polri
Hal tersebut
dikemukakan oleh Ahli Dewan Pers Wina Armada Sukardi, setelah
diperiksa sebagai Ahli di divisi siber, Bareskrim Polri di Jakarta, Wina dimintai
keterangan dalam perkara yang menyangkut
PT Zoelfie Investasi Consultant (ZIC) pada hari Selasa (6 Juni 2023).
Ketika ditanya apa saja yang
ditanyakan dalam pemeriksaan, Wina Armada mengelak untuk menerangkan.
”Saya diperiksa untuk Berita
Acara Pemeriksaan (BAP), sehingga sesuai perundangan, saya tidak diperkenankan
mengungkapkan isi BAP. Itu ranah dan otoritas polisi atau penyidik. Tanya saja
ke mereka,” kilahnya.
Kendati demikian, di luar isi
BAP, konseptor peraturan-peraturan Dewan Pers tersebut menerangkan, jika ada
laporan pers atau masyarakat umum mengenai satu pers terhadap suatu perkara,
kemudian atas laporan itu dibuat lagi laporan pencemaran nama baik oleh mereka
yang diduga terlibat, maka pertama-tama laporan tindak pidana pokok itulah yang
harus diperiksa.
Jika ternyata laporan itu berdasarkan
pemeriksaan penyidik benar, maka otomatis soal laporan pencemaran nama baiknya
gugur.
“Hal ini terutama berlaku untuk
laporan investigasi reporting,” kata penulis belasan buku etika dan hukum pers
itu.
Menurut Wina Armada, ketentuan
ini baik termatup dalam Surat Kuputusan Bersama Kepala Kepolisian, Jaksa Agung
dan Menkoinfo maupun dalam praktek hukum.
Wina memberi contoh pada kasus
Titi Empel yang sudah menjadi terdakwa di Pengadilan Jakarta Selatan akhir
tahun silam. Waktu itu Titi melaporkan sebuah kasus dan memberikan keterangan
pers, tetapi keterangan persnya dianggap mencemarkan nama baik.
Waktu itu dia langsung dijadikan
terdakwa. Tapi ternyata di persidangan Titi langsung dituntut bebas atas tuduhan pencemaran baik karena
melaporkan peristiwa pidana yang merugikannya.
“Bebas murni,” tandasnya.
Wina menerangkan, prinsip itu
berguna untuk melindungi kemerdekaan pers dari rongrongan para pihak yang
mencoba mengaburkan masalah pokok hukumnya.
“Dengan begitu pers dapat terus
melaksanakan tugas tanpa terganggu laporan pencemaran nama baik, “ terang
wartawan senior ini.
Anggota Dewan Pers dua priode itu
pun menerangkan,saat ini pengertian pers sudah mencakup kepada media sosial
yang memenuhi syarat tertentu. Unggahan di media sosial, katanya, jika diakui oleh
perusahaan pers terkait atau yang melakukannya, saat ini sudah dianggap sebagai
bagian dari pers.
Dengan begitu juga harus tunduk
kepada Kode Etik Jurnalistik dan dilindungi oleh UU Pers.
Meski demikian ,Wina Armada
mengingatkan, postingan wartawan di media sosial yang dilakukan secara atau
atas nama pribadi, tetap menjadi tanggung jawab pribadi serta berada di luar
ruang lingkup UU Pers.
“Disinilah kita harus sangat berhati-hati,
apakah suatu tayangan di media sosial masuk pers atau bukan,” tutur Wina yang sudah puluhan kali
menjadi ahli pers baik di polisi, kejaksaan maupun pengadilan.
Setelah diperiksa Wina Armada
menyerahkan buku karyanya yang berjudul
“Menjadi Ahli Dewan Pers” kepada penyidik siber Bareskrim Polri***. (Sumber : Jaringan Media Siber Indonesia).
Editor
: Heri