KALBARNEWS.CO.ID
(JAKARTA) - Persoalan penyediaan rumah masih menjadi isu krusial saat
ini. Pemerintah berpegang pada data backlog atau kesenjangan antara jumlah rumah
terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan rakyat mencapai 12,7 juta pada
tahun 2021. Jumat (25
November 2022).
Menakar Subsidi Rumah Dengan Daya Beli Masyarakat
Angka ini menjadi dasar bagi pemerintah untuk
menyediakan subsidi kepemilikan rumah untuk tahun mendatang. Persoalannya pada
tahun 2023 resesi ekonomi global menjadi tantangan untuk penyediaan rumah
terutama menyangkut daya beli masyarakat.
Kendati demikian, pelaku di bidang perumahan masih
optimistis daya beli kelompok sasaran (pekerja formal) aparatur sipil negara
(ASN) dan pekerja swasta maupun BUMN masih tinggi untuk membeli rumah.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Direktur Utama
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Haru Koesmahargyo yang mengungkapkan
permintaan perumahan, terutama untuk rumah subsidi, masih tinggi pada tahun 2023.
Apalagi ini juga didukung Pemerintah yang terus
meningkatkan alokasi anggaran subsidi untuk sektor perumahan.
Pada tahun 2022, Pemerintah melalui Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah mengalokasikan dana subsidi
perumahan dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) senilai
Rp23 triliun untuk pembiayaan 200.000 unit rumah subsidi.
Hal ini masih ditambah dengan Bantuan Pembiayaan
Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) senilai Rp888,46 miliar untuk 22.586 unit
rumah.
Lantas untuk tahun 2023 total target penyaluran
bantuan subsidi perumahan sebanyak 274.924 unit senilai Rp34,17 triliun yang
bersumber dari APBN sebesar Rp29,53 triliun dan dana masyarakat Rp4,64 triliun.
Adapun untuk KPR FLPP, Pemerintah menaikkan dana subsidinya menjadi
sebanyak 220.000 unit.
Dengan kian lebarnya backlog perumahan maka target program satu juta rumah sudah
tidak relevan lagi. Maka perlu target yang lebih besar lagi, seperti program 10
juta rumah, sehingga pada tahun 2045, backlog perumahan sudah bisa teratasi. Tantangan
Pada tahun 2023 banyak tantangan yang dihadapi
perbankan penyalur pembiayaan perumahan, mulai dari ancaman kenaikan suku bunga
acuan hingga restrukturisasi kredit bagi debitur terdampak COVID-19 yang
berakhir pada Maret 2023.
Tak hanya itu, berbagai kebijakan akan menjadi
upaya tersendiri bagi perbankan penyalur pembiayaan perumahan agar kinerja
tetap cerah. Kebijakan itu di antaranya giro wajib minimum (GWM), aktiva
tertimbang menurut risiko (ATMR).
Tak hanya itu ada juga kebijakan countercyclical buffer yang mensyaratkan agar perbankan memperkuat profitabilitas,
permodalan, dan kualitas bisnis.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, Bank BTN
menyiapkan enam usulan inisiatif jangka pendek pada 2023.
Enam usulan tersebut yakni penerapan suku bunga
tertentu untuk setiap kelompok desil penghasilan (desil 4-5 juta 5 persen,
desil 6-8 juga 7 persen), penyesuaian masa subsidi KPR menjadi 10 tahun,
memfokuskan kuota FLPP ke bank khusus penyedia pembiayaan perumahan, pemberian
subsidi premi asuransi, percepatan kepesertaan Tapera, dan percontohan KPR bagi
pekerja Informal.
Terkait hal itu bank BUMN itu bakal menyiapkan
terobosan baru dalam skema pembiayaan perumahan. Pertama,menghadirkan KPR FLPP
model baru dengan tenor 20 tahun dan subsidi 10 tahun. Kedua, KPR Selisih
Subsidi Bunga (SSB) dengan tenor 20 tahun dan subsidi 10 tahun.
Tak hanya itu untuk memotivasi dan menginspirasi
masyarakat memiliki rumah juga memperkenalkan skema KPR Rent to Own untuk pekerja Informal dengan tenor maksimal 30 tahun.
Skema ini memungkinkan nasabah menyewa rumah terlebih dulu untuk kemudian
diubah menjadi hak milik.
Keempat, KPR dengan skema Staircasing Share Ownership (SSO), yakni KPR subsidi dengan skema kepemilikan
secara bertahap.
Dan kelima, BTN berharap ada penugasan khusus kepada
pihak asuransi oleh pemerintah untuk subsidi tarif premi asuransi KPR. Minat
tinggi
Sementara itu, Komisioner Badan Pengelola Tabungan
Perumahan Rakyat (BP Tapera) Adi Setianto menuturkan minat masyarakat
memanfaatkan subsidi KPR sangat tinggi.
Hal ini berdasarkan data realisasi penyaluran KPR
FLPP hingga 18 November 2022 mencapai Rp21,27 triliun atau sebanyak 191.197
unit.
Bank BTN menjadi penyalur KPR FLPP tertinggi
dengan kontribusi lebih dari 53 persen, sedangkan posisi kedua tertinggi
ditempati BTN Syariah dengan kontribusi sebesar 11,85 persen. Jika kedua data
tersebut digabungkan, pangsa pasar BBTN di penyaluran FLPP mencapai lebih dari
65 persen.
Sementara itu, realisasi pembiayaan Tapera
mencapai Rp636,7 miliar atau sebanyak 4.256 unit. Dari jumlah tersebut, BTN
menjadi penopang utama dengan menyalurkan pembiayaan Tapera sebanyak 3.093 unit
rumah, atau lebih dari 72 persen.
Bank lain diminta ikut meningkatkan lagi
kontribusi dan perannya dalam penyaluran program KPR untuk rakyat, baik dalam
bentuk penyaluran dana Tapera ataupun FLPP.
Keterlibatan bank lain itu sudah mendesak
mengingat tanpa partisipasi aktif lembaga keuangan ini, angka backlog perumahan akan semakin sulit ditekan.
Salah satu yang akan menjadi fokus BP Tapera untuk
mengurangi backlog perumahan dengan menyalurkan pembiayaan perumahan
ke pekerja sektor informal.
Namun ada beberapa tantangan yang menjadi
pekerjaan rumah dalam menangani pekerja informal di antaranya, mereka tidak
memiliki catatan keuangan yang lengkap sehingga sulit diverifikasi.
Kemudian pekerja informal juga memiliki
keterbatasan kapasitas menabung karena penghasilan yang diperoleh umumnya habis
untuk kebutuhan sehari-hari. Pekerja informal juga belum sepenuhnya tersentuh
program perumahan.
Tantangan berikutnya yakni dari sisi produk belum
ada program pembiayaan perumahan yang spesifik untuk pekerja informal. Adapun
tantangan dari sisi ekosistem pembiayaan perumahan belum tersedia data yang
terintegrasi untuk segmen pekerja informal dan mayoritas segmen ini berada di
perdesaan yang relatif sulit terjangkau.
Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan
Perumahan Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengatakan harga perumahan
yang terus naik dan kebijakan kenaikan UMP 2023 yang ditetapkan maksimal
10 persen, dikhawatirkan dapat mendorong kenaikan inflasi lebih tinggi.
Hal ini tentunya membuat Pemerintah harus membuat
strategi perumahan dengan mencari titik keseimbangan antara sisi pasokan dan
permintaan melalui pengendalian harga jual dan besaran bantuan pembiayaan
perumahan.
Tren inflasi dan suku bunga yang terus naik,
menjadikan strategi pemerintah dalam mendorong sisi permintaan dan sisi
penyediaan menjadi salah satu kunci utama pertumbuhan sektor properti.
Untuk menjawab tantangan industri perumahan tahun
2023, Pemerintah bersama pemangku kepentingan dalam ekosistem terkait akan
melakukan optimalisasi dalam mendongkrak kapasitas pembiayaan perumahan.
Dari sisi pemerintah dalam hal ini Kementerian
PUPR akan melakukan perencanaan program dan anggaran pembiayaan perumahan,
melakukan mitigasi risiko terhadap isu kualitas bangunan dan ketepatan sasaran,
penyiapan program pembiayaan perumahan bagi pekerja formal dan informal, serta
menciptakan ekosistem pembiayaan perumahan yang kondusif.
Dari BP Tapera, Pemerintah mengharapkan
optimalisasi penyaluran FLPP, optimalisasi skema pembiayaan perumahan bagi
pekerja formal dan informal, meningkatkan kerja sama dengan bank penyalur untuk
memperluas layanan, serta efisiensi pengelolaan dana Tapera dan dana FLPP.
Sementara dari bank pelaksana seperti Bank BTN,
diharapkan dapat meningkatkan partisipasi dalam program pembiayaan pemerintah
kepada masyarakat, meningkatkan pelayanan dan efisiensi pembiayaan perumahan,
dan menerbitkan pembiayaan perumahan yang terjangkau.(Tim Liputan)
Editor : Aan