![]() |
Anggota DPRD Kota Pontianak, Zulfydar Zaidar Mochtar |
Anggota DPRD
Kota Pontianak yang juga mantan sekretaris Hiswana Migas Kalimantan Barat,
Zulfydar Zaidar Mochtar menilai kebijakan ini justru kurang bisa menyentuh
masyarakat miskin yang paling bawah. Begitu juga masyarakat di derah pedalaman.
"Kita
tahu bahwa masih banyak masyarakat yang tidak punya smartphone android. Juga
tidak semua paham menggunkan smartphone. Saya takut nantinya malah masyarakat
ini yang harusnya menjadi sasaran utama subsidi BBM, malah tidak
menikmatinya," ujar Zulfydar.
Selain itu,
kendati masih diujicobakan di 11 kota dari lima provinsi, tidak termasuk
Kalimantan Barat, namun ke depan kebijakan ini akan berlaku di seluruh
Indonesia. Menurutnya tidak semua daerah punya sinyal internet, begitu juga
budaya cashless di daerah yang belum terbentuk, sehingga akan membuat gagap
masyarakat.
"Dulu
ada kebijakan untuk pakai uang elektronik. Ternyata hanya bisa diterapkan di
kota-kota besar. Ini karena infrastruktur yang belum mendukung. Warga di daerah
nanti juga kalau masuk ke kota sulit beli BBM subsidi karena wajib pakai
MyPertamina," kata Zulfydar.
Zulfydar
meminta agar proses pendaftaran MyPertamina ini diperpanjang hingga seluruh
masyarakat yang layak mendapat subsidi BBM terdata seluruhnya. Kalaupun tidak
dia mengusulkan, agar kebijakan ini untuk sementara hanya diterapkan di
kota-kota besar saja yang sudah lengkap sarana dan prasarananya, serta warganya
sudah melek digital.
"Saya
menilai penggunaan MyPertamina ini hanya cocok untuk kota-kota besar
saja," sebut Zulfydar.
Terkait
menipisnya kuota subsidi, Zulfydar menilai Pertamina perlu melakukan pendataan
kembali, dengan melihat volume kendaraan di Pontianak berdasarkan jenis dan
tahunnya. Menurutnya, dengan dihapuskannya BBM jenis premium, kini praktis
tinggal Pertalite dan Solar saja yang subdisi
sehingga seharunya beban Pertamina tak sebesar dulu.
"Bisa
didata berapa seharusnya peruntukkan kuota BBM ini. Perketat juga pengawasan di
SPBU agar tidak ada kecurangan," jelasnya.
Sementara
itu, Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution menyebut,
menyalurkan BBM subsidi, merupakan salah satu amanah yang diberikan kepada
Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina
(Persero) dalam rangka memenuhi kebutuhan energi yang terjangkau bagi
masyarakat.
Sebagai BBM
bersubdisi, penyaluran Solar dan Pertalite penugasan ini diatur oleh regulasi,
antara lain Peraturan Presiden No. 191/2014 dan Surat Keputusan (SK) BPH Migas
Nomor 4/P3JBT/BPH Migas/2020.
“Dalam
menyalurkan BBM subsidi ada aturannya, baik dari sisi kuota atau jumlah maupun
dari sisi segmentasi penggunanya. Saat ini, segmen pengguna Solar subsidi ini
sudah diatur, sedangkan Pertalite segmentasi penggunanya masih terlalu luas.
Sebagai badan usaha yang menjual Pertalite dan Solar, kami harus patuh, tepat
sasaran dan tepat kuota dalam menyalurkan BBM yang disubsidi pemerintah,”
jelasnya.
Saat ini
masih terjadi di lapangan adanya konsumen yang tidak berhak mengkonsumsi
Pertalite dan Solar dan jika tidak diatur, besar potensinya kuota yang telah
ditetapkan selama satu tahun tidak akan mencukupi. Untuk memastikan mekanisme
penyaluran makin tepat sasaran, maka Pertamina Patra Niaga berinisiatif dan berinovasi
untuk melakukan uji coba penyaluran Pertalite dan Solar bagi pengguna berhak
yang sudah terdaftar di dalam sistem MyPertamina. (BP/tim liputan).
Editor :
Heri