Dua Politisi Senayan dari Fraksi Golkar saat bersama Ketua Umum DPP LDII |
Kondisi yang belum sepenuhnya teratasi ini akhirnya memakan korban dimana seorang ibu rumah tangga meninggal saat antre untuk mendapatkan minyak goreng.
“Bagi kami yang merupakan bagian masyarakat, fenomena ini menyedihkan. Ada seorang ibu meninggal dunia, saat antre minyak goreng. Padahal informasinya produksi minyak goreng mencukupi untuk kebutuhan nasional,” ujar Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso, saat dijumpai usai bertemu anggota DPR RI Fraksi Golkar di Kantor DPP LDII
Ia mengatakan bila produksi minyak goreng telah mencukupi, artinya pemerintah perlu meningkatkan pengawasan. Agar, pasokan untuk dalam negeri tercukupi.
“Tidak ada yang diam-diam mengekspor melebihi batas yang ditetapkan pemerintah,” imbuhnya.
Menurutnya,
pengetatan pengawasan ini penting, “Karena lama-kelamaan, masyarakat yang panik
bisa menciptakan rush, sehingga berani melanggar, memberanikan diri menyimpan
yang sebenarnya juga sedikit. Tapi kalau masyarakat yang menyimpan jutaan tentu
minyak goreng yang tersimpan juga otomatis jadi banyak,” ujar KH Chriswanto.
Ia berharap pemerintah mengawasi dengan ketat, sehingga produksi minyak goreng yang mencukupi kebutuhan nasional tersebut bisa terdistribusi dengan baik,
“Dengan pengawasan ketat, tidak lagi terjadi antrean,” katanya.
Ia mengimbau masyarakat
harus sabar dan pemerintah harus lebih teliti, dengan demikian tumbuh kerja
sama antara masyarakat dan pemerintah dalam menangani tingginya harga dan
kelangkaan minyak goreng.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi VI DPR RI, Singgih Januratmoko mengatakan data dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), produksi minyak sawit mentah (CPO) mencukupi.
“Tapi persoalannya memang pada pengawasan, benarkah yang 70 persen diekspor dan 30 persen untuk kebutuhan dalam negeri?,” tukasnya.
Singgih menyebut, bila produksi untuk dalam negeri tidak cukup juga, ia meminta pemerintah meningkatkan pasokan untuk dalam negeri mencapai 40 persen,
“Bila masih langka, ya kami meminta pemerintah menghentikan ekspor sampai kebutuhan minyak goreng dalam negeri terpenuhi,” ujarnya. Sebagai penghasil CPO nomor satu dunia, sangat tidak wajar bila terjadi kelangkaan minyak goreng.
Senada dengan KH Chriswanto Santoso, Singgih meminta pemerintah harus meningkatkan pengawasan,
“Jangan sampai jatah 30 persen di dalam negeri, ternyata ada penyelundupan ke luar negeri hingga 40 persen,” kata Singgih.
Menurut
Singgih, pengusaha pasti ingin laba besar. Apalagi harga CPO dunia sedang
tinggi-tingginya, tentu ini menggiurkan pengusaha.
“Pengusaha maunya begitu, tapi pemerintah juga meminta tanggung jawab mereka sebagai warga negara. Kasarnya, mereka berbisnis di atas tanah negara, jadi memiliki kewajiban untuk mencukupi kebutuhan minyak goreng dalam negeri,” ujarnya.
Karakter
Gotong-Royong Mulai Pupus
Minyak goreng langka yang diduga ditahan oleh para pengusaha pengolah CPO, berakibat langkanya minyak goreng di pasar, menurut Anggota Komisi VIII DPR RI Maria Endang Astuti, sebagai sirnanya jiwa gotong-royong bangsa.
“Bila kebutuhan yang mendesak mereka tidak berpikir lagi untuk saling menghormati, saling membantu dan mengasihi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, kini nilai gotong royong sudah mulai sirna. Hal ini, tentu harus segera dibenahi,” ujar Maria.
Ia menilai, meskipun kebutuhan pangan mendesak, karakter bangsa yang gotong-royong seharusnya jangan sampai lepas. Dengan gotong-royong itu, masalah bangsa bisa menjadi ringan.
“Karakter bangsa ini, pembentukan utamanya adalah dari pendidikan agama,” ujar Maria.
Ia mengingatkan pemerintah, bahwa membangun karakter bangsa itu dapat dimulai dari Kementerian Agama.
“Sehingga karakter orang yang berbuat kejelekan dapat ditanggulangi. Contohnya, Tidak ada lagi kekejaman anak sampai membunuh orang tua dan tidak ada pemerkosaan,” ujarnya.
Ia melihat
Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi
(Kemendikbudristek) adalah pihak yang harus fokus meningkatkan pendidikan
agama, agar dapat mengembalikan jati diri bangsa yang sudah mulai menghilang.
(kim/*).
Editor : Andar