KPK Tetapkan AF Sebagai Tersangka Korupsi Penerimaan Gratifikasi |
Penyidikan ini
merupakan pengembangan dari fakta persidangan pada perkara Zumi Zola (Mantan
Gubernur Jambi periode 2016-2021), dkk yang telah telah diputus oleh Pengadilan
Tipikor dan berkekuatan hukum tetap di Jakarta, Kamis (4 November
2021).
Tersangka AF
merupakan orang kepercayaan sekaligus representasi dari Zumi Zola. AF mengelola
kebutuhan dana operasional Zumi Zola dengan meminta sejumlah fee proyek dari
para kontraktor yang mengerjakan berbagai proyek di Provinsi Jambi.
Adapun total uang
yang telah dikumpulkan oleh AF sekitar sejumlah Rp46 Miliar. Sebagian dari uang
tersebut, atas perintah Zumi Zola, diberikan kepada anggota DPRD Provinsi Jambi
terkait uang ketok palu pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2017.
Tersangka AF juga
diduga menerima uang sejumlah sekitar Rp6 Miliar untuk keperluan pribadinya.
Saat ini AF sudah melakukan pengembalian sejumlah Rp400 juta ke KPK.
Atas perbuatannya
tersebut AF disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undang- undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Serta Pasal 12B atau Pasal 11
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK selanjutnya
melakukan penahanan terhadap AF untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 4
sampai dengan 23 November 2021 di Rutan KPK Gedung Merah Putih. Tahanan akan
dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari sebagai upaya antisipasi penyebaran
Covid-19 di Rutan KPK dimaksud.
KPK mengingatkan
bahwa permufakatan jahat korupsi antara penyelenggara Negara dengan pelaku
usaha pada pengadaan barang dan jasa seringkali kali tidak hanya terjadi pada
tahap pelaksanaan saja, namun juga sering terjadi sejak pada tahap perencanaan
bahkan hingga pengawasannya.
Suap menjadi modus
yang sering dilakukan para pelaku usaha untuk memperoleh proyek dari
pemerintah. Konsekuensinya, pelaku usaha akan menurunkan kualitas barang dan
jasa yang dihasilkan agar tetap memperoleh keuntungan. Alhasil, masyarakatlah
yang menjadi pihak paling dirugikan karena kualitas barang dan jasa yang
dihasilkan tersebut tidak memberikan manfaat sebagaimana mestinya.
KPK prihatin
sekaligus berharap korupsi pengadaan barang dan jasa yang melibatkan para
penyelenggara negara dan pelaku usaha ini tidak kembali terjadi. Korupsi
pengadaan barang dan jasa selain tidak sejalan dengan semangat pemerintah untuk
percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga menghambat pembangunan di
daerah. (Sumber : Biro Hubungan Masyarakat
KPK RI).
Editor : Aan