Prof Dr Ibrahim, MA Ketua Lembaga Ta’lif wan Nasyr PWNU Kalbar |
Menurutnya,
moderasi beragama adalah praktik keagamaan yang senantiasa berada di jalan
tengah, inklusif, tidak ekstrim baik kiri maupun kanan dan senantiasa bersikap
tawasuth, tawazun, tasamuh, dan ‘Ta’adul.
Moderasi
beragama dianggap penting dalam rangka menghadapi realitas budaya hari ini yang
beragama serta munculnya gerakan-gerakan ekstrimisme dan radikalisme.
Menurut Guru
Besar Ilmu Komunikasi IAIN Pontianak ini, moderasi beragama dapat diterapkan
dengan beberapa cara. Diantaranya: Pertama, Penguatan sikap, cara pandang, dan
praktik beragama dalam tataran individu, keluarga, berbangsa, dan bernegara.
Pribadi kita harus moderat terlebih dahulu sebelum mengajarkan dan
mengimplementasikan nilai-nilai moderasi beragama pada orang lain.
Ketiga,
Penguatan relasi agama dan budaya. Agama tidak pernah hidup sendiri karena
agama senantiasa bersentuhan dengan kebudayaan dan kemudian melahirkan
praktik-praktik keagamaan. Ia mencontohkan adanya pakaian Muslim dan al-Quran
yang diturunkan dalam Bahasa Arab.
Keempat,
Peningkatan kualitas layanan kehidupan beragama. Tujuan agama ialah memberikan
kedamaian dan kesejahtreaan serta menjadikan hidup seseorang tenteram dan aman.
Oleh karenanya,moderasi beragama harus memperkuat tujuan-tujuan keagamaan itu.
Kelima,
Pengembangan ekonomi dan sumber daya keagamaan. Agama juga perlu terlibat aktif
dalam pengembangan sumber daya manusia dan ekonomi para pemeluknya.
Dalam
konteks pendidikan Islam, Guru hendaknya memiliki ciri-ciri yang menjadi ciri
guru yang berintegritas dan moderat antara lain: Tidak ekstrim baik kiri maupun
kanan, Menempatkan agama sebagai jalan hidup, Tidak anti dengan perbedaan
pandangan, Menghidari sikap evaluatif dalam terhadap perbedaan, Memandang perbedaan sebagai hal
positif, Memahami oranglain dan tidak merasa benar sendiri, serta senantiasa
menebarkan Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamin. (fauzi/tim liputan).
Editor : Aan