Jurnalis Kwee Warnai Sejarah Awal Pers Modern Indonesia, Catatan Syafaruddin DaEng Usman Edisi V

Editor: Redaksi author photo
Jurnalis Kwee Kek Beng

KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) - Pada 1 Oktober 1910 dimulai penerbitan Sin Po surat kabar mingguan dibawah asuhan dua redaktur Lauw Giok Lan dan Yoe Sin Gie.

Setahun berikutnya, 1912, media mingguan ini dikendalikan redaktur Belanda JR Razoux Kuhr sebagai koran harian. Karena skandal moral, Kuhr diberhentikan dan pada 1916 posisinya diganti Kwee Hing Tjiat.

Tiga tahun kemudian, 1919, Kwee Hing Tjiat hijrah ke Eropa, dia digantikan Tjoe Bou San.

Anak muda Tjoe menjadikan koran Sin Po berkembang baik.

Sementara Kwee Hing Tjiat di Belanda, yang dikenakan sanksi kolonial, tak boleh kembali ke Hindia Belanda, menulis artikel Bahaja Poeti.

Tulisan Kwee dianggap berbahaya bagi rezim kolonial Belanda. Ketika Kwee menjejakkan kakinya di Batavia, segera diusir dan dikirim ke Tiongkok.

Lanjut kemudian Sin Po terus berkembang pesat. Bahkan sempat menerbitkan koran sisipan Bin Seng dengan Hauw Tek Kong sebagai redakturnya.

Hingga pers Indonesia mencatat dalam sejarahnya, seorang jurnalis Kwee Kek Beng, giat mengembangkan koran Sin Po.

Dan tak luput dalam riwayat persuratkabaran Indonesia, Kwee Kek Beng adalah redaktur Sin Po yang menerbitkan teks lagu Indonesia Raya, kemudian sebagai lagu kebangsaan, gubahan WR Soepratman.

Kwee Kek Beng berjasa telah mendamaikan pers Melayu dan pers Melayu Tionghoa, sebutan saat itu, untuk saling dukung dan hormati.

Dan wartawan Kwee Kek Beng pula yang memulaikan penulisan kata Indonesia dan Tionghoa menyisihkan kata Inlander dan Tjina.

Jurnalis Kwee dikenal pula sebagai wartawan yang punya perhatian pada dunia kesenian. Dia telah menempatkan karya lukis Basuki Abdullah, Lee Man Fong, Agus Djaja diantara sederet nama nestor lukis, di halaman koran kendaliannya.

Kwee berpendidikan Barat, dan berhasil menerbitkan De Chineesche Revue, majalah tiga bulanan berbahasa Belanda, untuk waktu singkat 1927–1930.

Pada 1933 Sin Po menerbitkan pula edisinya berbahasa Belanda.

Dalam kenangan dan ingatan sejarah pers Indonesia, nama Kwee Kek Beng terus disebut. Terutama kolom rutin Djamblang Kotjok asuhannya di koran Sin Po sebagaimana komik Ko Put On asuhan Kho Wan Gie.

Perkembangan kemudian, 1930, terbit majalah kaum perempuan, Istri, di Indonesia. Dan ini berkat kepeloporan Kwee Yat Nio putri Kwee Tek Hoay yang belakangan dikenal sebagai Nyonya Tjoa Hin Hoey.

Kwee Tek Hoay sang ayah pada 1920-an memiliki majalah Pemandangan, pada 1929 dia mendirikan lagi majalah Moestika Panorama yang berakhir dengan nama Moestika Romans. Kwee juga mendirikan majalah Moestika Dharma.

Inilah di antara hiasan sejarah pertumbuhan pers Indonesia, yang tak mungkin abaikan nama besar Kwee Tek Hoay, Kwee Yat Nio, Kwee Kek Beng, Kwee Hing Tjiat, Injo Beng Goat, Tjoe Bou San, Lauw Giok Lan, Yoe Sin Gie dan sederet nama besar lainnya.

(Penulis peminat kajian sejarah dan budaya kontemporer, dari berbagai referensi).

Share:
Komentar

Berita Terkini