KALBARNEWS.CO.ID (SURABAYA) – Jaringan Media Saiber Indonesia Jawa Timur paparkan Peran Media menangkal Hoax dan Radikalisme dalam kegiatan zoom meeting bersama MZK Institute, hal tersebut disampaikan Sekretaris Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Jatim, Syaiful Anam bersama Bupati Magetan, Suprawoto, Wartawan Kompas dan Penulis Buku “Presiden dan Berita HOAX”, Yurnaldi serta N. Aji Gunawan, Wakil Ketua PWOIN Jawa Tengah.
Kegiatan
yang digagas MZK Institute melalui zoom meeting, dengan tema “Peran Media dalam
Menangkal Berita Hoax dan Radikal” diikuti ratusan peserta dari seluruh
Indonesia, Berbagai pertanyaan dari peserta cukup beragam saat dibuka sesi
tanya jawab yang dipandu moderator Agung Santoso.
Menurut
Syaiful Anam, Hoax merupakan informasi, berita bohong yang banyak dijumpai di
media sosial dan bahkan ada di media massa produk jurnalistik.
“Ini harus
kita perangi karena meresahkan masyarakat,” ujarnya.
Caranya kata
Syaiful Anam, media produk pers, media mainstream harus terus membangun
kepercayaan masyarakat dengan menyajikan berita yang benar sesuai fakta.
“Ikuti Kode
Etik Jurnalistik dalam mencari dan menulis berita,” ujarnya.
Jika
wartawan selalu ingat dan berpedoman pada kode etik jurnalistik, dipastikan
beritanya benar, tidak hoax.
“Kode etik
jurnalistik sering dilupakan, dianggap sepele sehingga muncullah hoax,” ujar
Syaiful Anam yang juga Wakil Bendahara PWI Jatim ini.
Misalnya
pada pasal 3 dan 4 Kode Etik Jurnalistik disebutkan: menguji informasi,
berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini, menerapkan asas praduga tak
bersalah, tidak bohong, fitnah, sadis dan cabul.
Selain itu
kata Syaiful Anam, perusahaan pers, media pers harus mengikuti ketentuan UU
Pokok Pers no 40 Tahun 1999.
“Media harus
mencantumkan penanggungjawab, pimpinan redaksi dan alamat, serta berbentuk
Perseroan Terbatas,” ujar Syaiful Anam yang juga CEO Jatim Pos, media
terverifikasi Faktual Dewan Pers ini.
Jika berita
dan medianya sudah sesuai dengan UU Pers, maka disebut produk pers dan bisa
dijadikan referensi untuk membedakan berita hoax atau tidak.
“Karena itu
kami mengajak siapa pun untuk menjadikan berita dari produk pers sebagai
referensi informasi, bukan dari media sosial,” pungkasnya.
Banyaknya
berita hoax di Medsos menurut Yurnaldi, menjadikan masyarakat beralih ke media
massa produk pers.
“Kepercayaan
masyarakat pada media produk pers terus meningkat. Saat ini dari hasil
penelitian, 84 persen menggunakan produk pers sebagai referensi berita,
sisalanya masih menggunakan media sosial,” paparnya.
Sementara
itu Suprawoto, Bupati Magetan mengemukakan teknologi membuat semua jadi
efisien, namun internet juga bisa seperti pisau bermata dua, ada manfaat ada
mudarat”ucap Suprawoto
Berdasarkan
konsep falsafah UU ITE, yang namanya real space, harus sama dengan cyber space.
Hukum di dunia nyata harus sama dengan di dunia maya.
“Di era
digital apa yang diunggah sifatnya abadi, akan tetap ada jejak digital, Oleh
karena itulah konsep UU ITE didesain lebih berat,” ujar Suprawoto.
Lalu kenapa
ada radikalisme, orang menjadi radikal karena banyak orang yang tidak punya
hope (harapan).
“Ada sebuah
ajaran yang memberi harapan yang luar biasa, dulunya di dunia tersingkirkan
kemudian ada ajaran yang luar biasa meskipun dengan cara yang salah, Itulah
yang harus diluruskan, dan disinilah peran media mainstream sangat besar,”
pungkasnya **(tim liputan).
Editor : Aan