Pontianak
(Kalbarnews.co.id) - Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) serentak tak lama lagi dihelat. Sebanyak 270 daerah
yang terdiri dari 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota akan melangsungkan
pesta demokrasi secara bersamaan pada 23 September 2020 mendatang.
Lazimnya
penyelenggaraan pesta demokrasi, sejumlah persoalan diprediksi masih akan
terjadi pada pilkada kali ini. Banyaknya pemilih yang golput, rendahnya
partisipasi pemilih, munculnya polarisasi dan politik uang merupakan beberapa
kendala yang kerap terjadi di setiap penyelenggaraan pilkada.
Persoalan
di atas bukannya tak pernah didiskusikan penyelesaiannya oleh lembaga
penyelenggara pilkada. Bahkan para pakar, organisasi kemasyarakatan, tokoh
agama, tokoh pemuda dan elemen masyarakat lainnya juga ikut dilibatkan saat
diskusi. Namun, bak penyakit kambuhan, masalah tersebut selalu saja muncul
setiap penyelenggaraan pilkada.
Sejumlah
persoalan itu mestinya bisa diatasi apabila semua partai politik (parpol)
benar-benar serius dalam menjaring bakal calon (balon) yang akan diusung. Semua
parpol harus bisa memastikan bahwa balon yang diusungnya bermoral baik dan
sanggup memperbaiki permasalahan yang kerap terjadi di pilkada-pilkada
sebelumnya.
Harus
diakui, semua partai tentu menginginkan agar balon yang diusung mampu
memenangkan kontestasi. Namun, mengusung calon yang punya komitmen
menyelesaikan masalah-masalah klasik saat pilkada tentu juga penting
diperhatikan oleh partai politik. Hal itu cukup penting diperhatikan agar
ketika nantinya dinyatakan terpilih, masyarakat benar-benar percaya penuh
terhadap pemimpinnya.
Menyelesaikan
persoalan klasik saat pilkada tentu bukan hanya tugas partai pokitik. Lembaga
lain juga harus berperan agar masalah krusial tersebut bisa diberantas, atau
minimal diminimalisasi.
Penulis
berpendapat, untuk menyelesaikan persoalan tersebut lembaga penyelenggara
pilkada seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum
(Bawaslu) perlu meningkatkan sosialisasi, pengawasan dan edukasi politik kepada
pemilih. Sebab saat ini, masih banyak pemilih yang belum dewasa berpolitik
sehingga sosialisasi, pengawasan edukasi politik masih sangat perlu
ditingkatkan.
Peran
KPU dan Bawaslu juga mesti didukung oleh seluruh pemangku kepentingan. Juga
oleh organisasi kemasyarakatan, organisasi adat, organisasi kepemudaan dan
kemahasiswaan agar ke depan, cara berpolitik masyarakat Indonesia bisa lebih
beradab.
Dengan
keterlibatan semua pihak, penulis meyakini masalah-masalah yang bermunculan
pada saat pilkada bisa diatasi secara berkala. Memang tidak bisa diatasi
secepat kilat. Namun, minimal sudah ada upaya dari generasi sekarang untuk
merintis perbaikan cara berpolitik agar generasi berikutnya tidak lagi mewarisi
masalah yang muncul saat ini.
Penulis
: Eko Handoyo Hasibuan