
Desain konvensional turbin angin vertikal secara historis telah berkembang ke dua arah, masing-masing dengan keterbatasannya sendiri. Turbin Savonius, yang sangat andal dan dapat beroperasi bahkan dalam angin ringan, memiliki efisiensi rendah, yang mengakibatkan kehilangan energi aliran yang signifikan.
Turbin Darrieus, di sisi lain, dapat beroperasi dengan efisiensi lebih tinggi tetapi memiliki sifat pengaktifan sendiri yang buruk dan membutuhkan kondisi angin yang lebih kencang. Sejak awal, konsep RoDaVi selalu dimaksudkan untuk menggabungkan keunggulan-keunggulan ini: memastikan pengaktifan yang andal pada kecepatan angin rendah sekaligus meningkatkan efisiensi dalam rentang operasi tanpa mempersulit desain dengan rotor tambahan atau sistem bantu.
Untuk menguji konsep ini, para peneliti membangun model skala turbin dan melakukan serangkaian uji terowongan angin. Program eksperimental dirancang untuk mengevaluasi tidak hanya indikator energi akhir tetapi juga penyebab fisik fluktuasinya. Di satu sisi, para ilmuwan mengukur daya mekanik dan listrik, torsi, dan kecepatan rotor.
Di sisi lain, mereka menggunakan particle image velocimetry (PIV), metode visualisasi aliran optik modern, untuk merekam medan kecepatan udara di dekat turbin yang berputar dan menganalisis struktur jejaknya. Pendekatan ini memungkinkan mereka untuk membangun hubungan langsung antara perilaku aerodinamis turbin dan efisiensi energinya.
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa parameter kunci untuk RoDaVi adalah sudut kemiringan sumbu rotasi relatif terhadap aliran masuk. Turbin menunjukkan kinerja terbaiknya pada rentang kemiringan 30°C hingga 40°C.
Dalam kondisi ini, faktor daya (indikator utama efisiensi turbin angin) mencapai nilai sekitar 0,34, yang kira-kira 25% lebih tinggi daripada turbin Savonius referensi yang diuji dalam kondisi yang sama. Selain itu, rentang operasi yang bermanfaat terbukti jauh lebih luas: RoDaVi mempertahankan efisiensi pada kecepatan rotasi hampir 2,5 kali lebih tinggi daripada kecepatan rotasi tipikal rotor Pelton klasik.
Yang perlu diperhatikan, kecepatan angin awal desain baru ini 20% lebih rendah, yang membuatnya lebih cocok untuk kondisi operasi dunia nyata, di mana kecepatan angin tetap mendekati nilai operasi minimum hampir sepanjang waktu.
Analisis aliran udara di belakang turbin mengungkapkan bagaimana efek ini dicapai. Dengan kemiringan sumbu yang optimal, RoDaVi tidak hanya membelokkan aliran, tetapi juga menangkap momentumnya secara lebih efektif, mengubahnya menjadi rotasi rotor dan mengurangi jumlah energi yang hilang akibat pusaran dan turbulensi yang tidak berguna. Akibatnya, geometri baru ini berfungsi sebagai satu objek aerodinamis tiga dimensi tunggal, bukan sebagai kumpulan bilah atau sudu individual.
Para peneliti percaya bahwa turbin baru ini dapat memberikan dorongan kuat bagi pengembangan pembangkit listrik tenaga angin skala kecil dan terdistribusi, di mana stabilitas operasional dan kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan angin yang menantang seringkali lebih penting daripada tingkat daya yang memecahkan rekor, yang hanya dapat dicapai dalam kondisi ideal.(tim Liputan)
Editor : Aan