![]() |
| Lasarus Bersama Keluarga |
KALBARNEWS.CO.ID (SINTANG) – Ada
satu nama dari Kalimantan Barat yang makin sering menggema di gedung parlemen.
Bukan pendatang baru, bukan pula politisi instan. Ia adalah Lasarus, Ketua
Komisi V DPR RI, sosok yang perjalanan politiknya memanjang dari kampung kecil
hingga panggung nasional.
Lahir di Desa Pauh, Kecamatan
Kayan Hilir, Kabupaten Sintang pada 15 Juni 1970, Lasarus tumbuh dalam atmosfer
adat Dayak yang sarat nilai kekeluargaan, hormat pada leluhur, dan etos kerja
keras. Dari tanah adat itulah ia membawa karakter lugas dan konsistensi yang
kelak menjelma menjadi modal besar dalam karier politiknya.
Awal Karier: Dari Sintang Menuju
Panggung Besar
Tahun 2004 menjadi titik awal
kiprahnya. Duduk sebagai Wakil Ketua DPRD Sintang, Lasarus dikenal sebagai
politisi yang blak-blakan dan tak ragu bersuara keras ketika menyangkut “Hak
Rakyat”. Ia bukan politisi basa-basi; baginya, setiap ucapan harus pakai bukti,
setiap janji harus bermuara pada hasil.
Lima tahun kemudian, jalur
politiknya naik kelas. Pada Pemilu 2009, ia melesat ke Senayan dan sejak itu
tak pernah turun gelanggang. Empat periode berturut-turut duduk di DPR RI
menjadi bukti betapa kuat dukungan masyarakat di belakangnya. Bahkan pada
pemilu terakhir, perolehan suaranya tercatat sebagai yang tertinggi di Dapil
Kalbar II—isyarat jelas bahwa kepercayaan publik kepadanya belum pudar.
Komisi V: Posisi Strategis, Suara
yang Lantang
Kariernya di parlemen terus
menanjak hingga kini memegang jabatan penting sebagai Ketua Komisi V DPR RI,
komisi yang memegang kendali isu strategis seperti infrastruktur, transportasi,
perumahan, pembangunan desa, hingga kebencanaan.
Dalam setiap rapat, suara Lasarus
kerap terdengar lantang. Ia bukan hanya bertanya, tetapi sekaligus menagih
komitmen kementerian dan mitra kerja.
Isu infrastruktur Kalimantan
Barat menjadi fokus utamanya. Jalan rusak, jembatan tak layak, akses pedalaman
yang timpang—semua terus ia desakkan agar masuk prioritas nasional. Layaknya
seorang kepala adat memperjuangkan anak kampungnya, ia menuntut pemerataan
pembangunan agar Kalbar tidak terus tertinggal.
Tak hanya soal jalan dan
jembatan, Lasarus juga berkali-kali menyuarakan kebutuhan vital sektor
kesehatan dan pendidikan. Mulai dari rumah sakit yang jauh dari jangkauan, keterbatasan
tenaga medis, hingga sekolah pedalaman yang minim fasilitas, ia dorong agar
mendapat perhatian pemerintah pusat.
Termasuk pula masalah klasik yang
tak kunjung tuntas: status kawasan yang sering membuat masyarakat lokal
kesulitan mengelola tanah adat mereka sendiri.
Dukungan yang Tak Surut, Harapan
yang Terus Menggantung
Selama empat periode di DPR,
Lasarus menjadi representasi kuat aspirasi Kalbar. Harapan masyarakat padanya
masih panjang: jalan yang mulus, jembatan yang kokoh, sekolah yang layak, dan
fasilitas kesehatan yang memadai. Selama dukungan rakyat tetap teguh, Lasarus
akan terus menjadi “ujung tombak” perjuangan itu.
Dari Pauh ke Senayan: Jati Diri
yang Tak Hilang
Perjalanan panjang Lasarus
menunjukkan bahwa anak kampung tidak harus melepaskan jati diri ketika naik ke
panggung besar. Mandau adat memang ditinggalkan di rumah, tetapi ketegasan,
keberanian, dan rasa tanggung jawab khas Dayak tetap ia bawa hingga meja-meja
rapat di Senayan.
Dan selama karakter itu masih
melekat, kisah politik Lasarus tampaknya masih jauh dari kata selesai. Ia masih
melangkah—dengan suara lantang, komitmen kuat, dan setumpuk harapan rakyat
Kalbar yang menanti realisasi.
Editor : Heri
