Kereta Hidrogen Akan Menggantikan Lokomotif Diesel?

Editor: Redaksi author photo

  

 
KALBARNEWS.CO.ID (ROMA) - Para ilmuwan dari Universitas Sapienza Roma telah menciptakan model digital kereta hibrida bertenaga sel bahan bakar hidrogen dan baterai. Simulator berbasis MATLAB ini mendemonstrasikan kinerja kereta pada jalur kereta api sungguhan dan memungkinkan pemilihan rasio daya-kapasitas optimal yang diperlukan untuk mengganti traksi diesel dengan sumber energi bersih.

Penggantian lokomotif diesel dengan sumber energi lain tetap menjadi isu mendesak dalam agenda transportasi Eropa. Menurut para peneliti, hanya 57% jaringan kereta api Uni Eropa yang saat ini telah terelektrifikasi, dengan indikator ini turun di bawah sepertiga di Italia.

Untuk banyak rute regional, membangun jalur kereta api listrik terlalu mahal dan secara teknis menantang, sehingga kereta diesel terus beroperasi di jalur yang ada, sehingga meningkatkan jejak karbon industri.

Baca Juga: Langit Gelap di Pontianak, Ketapang, dan Kapuas Hulu: BMKG Prediksi Hujan Petir Mengerikan Malam Ini

Namun, transportasi kereta api dianggap sebagai moda transportasi darat yang paling ramah lingkungan, dan keberhasilan strategi dekarbonisasi Eropa bergantung pada seberapa cepat bahan bakar fosil dapat dihapuskan.

Hidrogen dipandang sebagai alternatif yang paling menjanjikan, karena penggunaan hidrogen dalam sel bahan bakar hanya menghasilkan air, membantu mengurangi kebisingan, dan meningkatkan efisiensi energi secara keseluruhan.

Di saat yang sama, sel bahan bakar sensitif terhadap perubahan daya yang tiba-tiba, sehingga para insinyur mencari solusi yang seimbang, seperti sistem hibrida di mana unit hidrogen beroperasi bersama-sama dengan baterai.

Baca Juga: Banjir Rob Diprediksi Landa Pontianak 05.30-11.30 WIB, BMKG Imbau Warga Tingkatkan Kewaspadaan

Demikianlah teknologi hibrida yang diusulkan oleh para ilmuwan Italia. Dalam model mereka, kereta menerima energi dari dua sumber yang saling melengkapi: sel bahan bakar hidrogen, yang menghasilkan listrik, dan baterai litium besi fosfat, yang menghaluskan puncak beban dan menyimpan energi selama pengereman.

Kedua sumber ini terhubung melalui busbar umum, yang menggerakkan motor traksi dan sistem bantu. Kontrol aliran energi disediakan oleh pengontrol khusus, yang menjaga kestabilan operasi sel bahan bakar dan menggunakan baterai untuk mengimbangi fluktuasi jangka pendek dalam konsumsi daya.

Untuk menemukan keseimbangan optimal antara daya sel bahan bakar dan kapasitas baterai, para peneliti memperkenalkan dua parameter. Parameter pertama (m) mencerminkan proporsi daya mesin maksimum yang dihasilkan oleh sel bahan bakar, sementara parameter kedua (n) merepresentasikan ukuran relatif baterai dibandingkan dengan daya yang dapat digunakan untuk menggerakkan seluruh kereta.

Baca Juga: Usai Pelantikan, GP Ansor Kalbar Langsung Tancap Gas Gelar Program Ketahanan Pangan

Dengan memvariasikan parameter-parameter ini, para ilmuwan menganalisis konsumsi hidrogen, beban baterai, tingkat keausan peralatan, dan biaya akhir per kilometer. Perhitungan mereka mencakup biaya peralatan modal dan biaya hidrogen dan listrik, serta biaya penggantian komponen selama operasi.

Simulasi dilakukan pada tiga rute Italia asli: rute panjang dan datar di Calabria, rute berbukit di Tuscany, dan rute pendek dan bergunung-gunung di Piedmont. Untuk setiap bagian, program menghitung pergerakan kereta, dengan mempertimbangkan bobot kereta, gradien lintasan, jumlah pemberhentian, dan batas kecepatan.

Semua aliran energi dan tingkat pengisian daya baterai dipantau di setiap tahap perjalanan.

Baca Juga: Jalin Kemitraan, Hotel 95 Pontianak Gelar Malam Ramah Tamah Bertema 'Apresiasi dan Sinergi'

Model ini juga memperhitungkan keausan peralatan, menggunakan persamaan untuk menghitung seberapa sering perubahan beban mengurangi daya sel bahan bakar dan bagaimana kedalaman pengosongan daya memengaruhi masa pakai baterai.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika daya sel bahan bakar tidak mencukupi atau kapasitas baterai terlalu kecil, kereta tidak dapat mengisi ulang daya dengan cepat maupun menempuh seluruh rute.

Jika sel bahan bakar terlalu kuat, sistem menjadi lebih mahal dan baterai lebih cepat aus. Rasio optimal ternyata adalah rasio di mana sel bahan bakar menyediakan sekitar setengah dari kebutuhan puncak (m = 0,45–0,50) dan baterai memiliki sekitar 20% dari kapasitas penuhnya (n = 0,20). Dengan rasio ini, kereta dapat menempuh rute dengan aman dan total biaya operasional turun menjadi EUR 4,5 per km, sementara untuk kereta diesel, angka ini biasanya berkisar antara EUR 6 dan 8.

Baca Juga: Bawaslu Kubu Raya Awasi Pleno PDPB Triwulan IV Tahun 2025 di KPU Kubu Raya

Namun, biaya operasional akhir sangat bergantung pada siat rute. Misalnya, hanya diperlukan lima penggantian sel bahan bakar selama 20 tahun beroperasi di jalur datar, sementara di kondisi pegunungan dibutuhkan lebih dari 20 penggantian.

Sementara itu, bahan bakar hanya menyumbang sebagian kecil dari total biaya: hingga 80% biaya dialokasikan untuk pemeliharaan dan penggantian peralatan, terutama untuk sel bahan bakar dan baterai.

Oleh karena itu, studi menunjukkan bahwa solusi universal untuk kereta hidrogen saat ini belum ada.

Baca Juga: Peta Permeabilitas Reservoir Minyak Bumi Yang Dikembangkan Di Rusia

Artinya, konfigurasi sistem hibrida harus disesuaikan dengan setiap rute. Pada rute pendek dan kompleks, peningkatan proporsi baterai masuk akal untuk meredam fluktuasi daya dan memperpanjang umur sel bahan bakar, sementara pada rute panjang dan datar, komponen hidrogen perlu ditingkatkan untuk memastikan operasi sistem yang stabil dengan beban baterai yang lebih rendah.

Share:
Komentar

Berita Terkini