Hidung Elektronik Untuk Mendeteksi Gas Berbahaya Yang Dibuat Di Tiongkok

Editor: Redaksi author photo

 

KALBARNEWS.CO.ID (RUSIA) - Para ilmuwan dari Universitas Sains dan Teknologi Elektronik Tiongkok, Universitas Zhejiang, dan Universitas Sains dan Teknologi Kunming telah mengembangkan "hidung elektronik" yang ringkas, sebuah sistem yang dapat mendeteksi konsentrasi rendah gas berbahaya di udara dengan akurasi tinggi. Perangkat ini dianggap sebagai alat yang murah dan efisien untuk memantau polusi udara di fasilitas industri, lingkungan perkotaan, dan di dalam ruangan.


Deteksi senyawa organik volatil, seperti etanol, amonia, dan toluena, secara tepat dan cepat masih merupakan tantangan penting. Bahkan dalam konsentrasi rendah, zat-zat ini menimbulkan ancaman bagi kesehatan manusia dan lingkungan. 


Meskipun metode analisis konvensional, termasuk kromatografi gas, memberikan akurasi tinggi, metode ini membutuhkan peralatan mahal dan persiapan yang kompleks, serta tidak dapat digunakan untuk pemantauan berkelanjutan di luar laboratorium. 



Para peneliti Tiongkok telah mengusulkan pendekatan yang lebih praktis: menggabungkan beberapa sensor gas yang mudah didapat dengan algoritma pembelajaran mesin untuk menciptakan sistem yang dapat mendeteksi ciri khas masing-masing gas dan campurannya.



Hidung elektronik ini dibangun dari enam sensor: empat sensor timah dioksida (SnO₂) yang tersedia secara komersial dan dua sensor skala laboratorium berbasis kobalt oksida (Co₃O₄) dan versi modifikasinya yang mengandung mangan (Mn-Co₃O₄). 


Material-material ini bereaksi berbeda terhadap keberadaan gas target, mengubah resistansi listriknya. Keragaman respons ini menciptakan efek penciuman kolektif, memungkinkan sistem untuk mendapatkan gambaran yang jauh lebih detail daripada yang dapat diperoleh oleh satu sensor saja.


Eksperimen dilakukan dalam ruang tertutup, di mana etanol, amonia, dan toluena dimasukkan pada konsentrasi mulai dari 2 hingga 10 bagian per juta, kisaran yang umum untuk emisi industri nyata. Setiap sensor mencatat perubahan resistansi dari waktu ke waktu, membentuk kurva respons individual. 



Puluhan parameter diekstrak secara otomatis dari kurva-kurva ini, termasuk kecepatan reaksi, waktu pemulihan, nilai sinyal maksimum, dan luas di bawah kurva. Hasilnya, setiap pengukuran dijelaskan oleh 180 parameter yang membentuk potret digital terperinci dari lingkungan gas.



Untuk menganalisis data ini, para peneliti menguji empat algoritma pembelajaran mesin: algoritma k -nearest neighbors, support vector machines, regresi logistik, dan random forest. Meskipun semuanya berhasil mengidentifikasi gas individual, algoritma k -nearest neighbors menunjukkan kinerja terbaik, mencapai akurasi 100%. Identifikasi campuran biner, ketika dua gas hadir secara bersamaan di udara dalam proporsi yang berbeda, terbukti sangat menantang. 



Dalam kasus ini, sistem yang menggunakan data dari keenam sensor menunjukkan akurasi 97,2%, mengidentifikasi komposisi campuran dan konsentrasi setiap komponen hampir tanpa kesalahan.



Saat ini, para peneliti berencana untuk menguji pengoperasian sistem tersebut dalam kondisi dunia nyata. Jika pengujian berhasil, perangkat ini akan diterapkan di fasilitas industri dan dalam sistem pemantauan kualitas udara perkotaan.



Perlu dicatat bahwa teknologi untuk mengidentifikasi lingkungan kimia kompleks berdasarkan susunan sensor dan pemrosesan data cerdas semakin banyak diaplikasikan di berbagai industri. Tahun lalu, para ilmuwan dari Skoltech dan Universitas Nasional Eurasia Kazakhstan mengusulkan penggunaan hidung elektronik untuk menganalisis komposisi komponen minyak dan menilai dampak tumpahan minyak. (tim Liputan)

Editor : Aan

Share:
Komentar

Berita Terkini