![]() |
GMNI Kubu Raya Kecam Tindakan Represif Aparat pada Aksi di DPRD Kalbar dan DPR RI |
KALBARNEWS.CO.ID (KUBU RAYA) – Dewan
Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Kubu Raya
mengecam keras tindakan represif dan brutalitas aparat kepolisian dalam
pengamanan aksi demonstrasi di depan Kantor DPRD Kalimantan Barat maupun di
depan Gedung DPR RI, yang berujung pada jatuhnya korban luka di kalangan
mahasiswa dan massa aksi.
Ketua DPC GMNI Kubu Raya, Mahesa,
menilai peristiwa tersebut mencoreng nilai demokrasi, merusak wajah penegakan
hukum, serta mengkhianati semangat reformasi yang sejatinya menjamin kebebasan
berpendapat di muka umum.
“Kami menilai tindakan aparat
dalam peristiwa tersebut tidak mencerminkan peran sejati polisi sebagai
pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat. Justru yang terlihat adalah watak
arogansi dan penyalahgunaan kekuasaan yang menambah luka batin rakyat,” tegas
Mahesa.
Selain mengecam peristiwa di
Kalbar, GMNI Kubu Raya juga menyoroti insiden tragis di Jakarta, di mana
seorang pengemudi ojek online terlindas kendaraan taktis kepolisian saat aksi
berlangsung. Menurut GMNI, hal itu menunjukkan kelalaian sekaligus pola pendekatan
represif yang masih dominan dalam menghadapi gerakan rakyat.
“Nyawa rakyat tidak boleh
dianggap remeh, dan tidak ada alasan yang bisa membenarkan tindakan brutal
semacam ini,” tambah Mahesa.
GMNI Kubu Raya menekankan bahwa
aparat kepolisian harus kembali pada jati dirinya sebagai pelindung dan
pengayom masyarakat, bukan menjadi alat kekerasan untuk membungkam suara
rakyat. Negara pun, lanjut Mahesa, tidak boleh abai terhadap praktik brutalitas
aparat yang nyata-nyata melanggar prinsip hak asasi manusia.
Mahesa menegaskan perlunya
evaluasi menyeluruh terhadap kinerja kepolisian di lapangan, serta memastikan
setiap korban, baik mahasiswa di Kalimantan Barat, massa aksi di Jakarta,
maupun pihak lain yang terdampak, mendapatkan perhatian serius, pemulihan, dan
jaminan keadilan.
“GMNI Kubu Raya berdiri bersama
rakyat, mahasiswa, dan seluruh korban yang tertindas oleh tindakan represif
aparat. Polisi seharusnya menjadi pengayom dan pelindung, bukan algojo yang
melukai rakyatnya. Kami mendesak Kapolri segera menindak tegas aparat yang
brutal, karena nyawa rakyat tidak boleh dipertaruhkan hanya demi mempertahankan
kekuasaan. Demokrasi harus dijaga, bukan dipasung oleh intimidasi dan
kekerasan,” ungkap Mahesa.
Ia menambahkan, situasi ini
mencerminkan potret buram demokrasi di Indonesia. Alih-alih memberikan ruang
aman bagi rakyat dan mahasiswa menyampaikan aspirasi, yang muncul justru wajah
represif aparat negara.
“Tindakan represif aparat bukan
hanya pelanggaran hukum, tetapi juga pelecehan terhadap marwah rakyat sebagai
pemilik kedaulatan. Jika rakyat, mahasiswa, bahkan pekerja kecil seperti ojol
masih diperlakukan semena-mena, maka jelas ada yang salah dalam sistem
demokrasi hari ini. Negara harus segera mengevaluasi pola pengamanan aksi,
memperkuat pendekatan humanis, serta memastikan aparat bekerja sesuai prinsip
HAM,” tutup Mahesa. (tim liputan).
Editor : Heri