KALBARNEWS.CO.ID (KUBU RAYA) – Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menegaskan komitmennya untuk memperkuat tata kelola subsektor kelapa sawit secara berkelanjutan, inklusif, dan ramah lingkungan. Komitmen tersebut ditegaskan dalam kegiatan Fokus Grup Diskusi (FGD) Pembinaan dan Pengawasan Tata Niaga Kelapa Sawit yang digelar di Hotel Alimore Kubu Raya. Rabu (9/7/2025).Foto bersama Fokus Grup Diskusi (FGD) Pembinaan dan Pengawasan Tata Niaga Kelapa Sawit
Drs. Ignasius IK menegaskan bahwa kelapa sawit tetap menjadi sektor strategis penopang perekonomian daerah. Namun demikian, berbagai tantangan seperti konflik sosial, deforestasi, serta ketidakteraturan tata niaga harus segera diatasi melalui sinergi lintas sektor.
“Sebagai salah satu provinsi penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia, Kalimantan Barat berkomitmen membangun sistem perkebunan yang berkelanjutan. Upaya ini memerlukan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, pelaku usaha, akademisi, serta lembaga penelitian,” ujarnya.
Data tahun 2023 menunjukkan bahwa total luas perkebunan kelapa sawit di Kalbar telah mencapai 2,1 juta hektare, dengan produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 5,7 juta ton. Produksi ini diprediksi terus meningkat seiring bertambahnya usia tanaman menghasilkan dan penerapan teknologi budidaya yang lebih efisien.
Namun di tengah capaian tersebut, sejumlah permasalahan masih membayangi, seperti degradasi hutan, kerusakan habitat satwa, konflik sosial, hingga emisi gas rumah kaca. Di sisi lain, sistem tata niaga dan distribusi Tandan Buah Segar (TBS) juga menyisakan banyak persoalan yang belum tertangani secara optimal.
Ketua GAPKI Cabang Kalbar Aris Supratman mengatakan sejumlah persoalan serius yang berpotensi mengganggu iklim investasi perkebunan di daerah ini. Di antaranya maraknya pencurian TBS, beroperasinya loading ramp tanpa izin, hingga kehadiran Pabrik Kelapa Sawit (PKS) tanpa kebun.
“Semua ini menjadi indikator lemahnya pengawasan dan disharmoni regulasi di lapangan,” tegas Aris Supratman.
Ia menekankan bahwa melalui forum FGD ini, diharapkan dapat dirumuskan rekomendasi pembentukan Tim Terpadu Pendampingan Percepatan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit di tingkat provinsi. Tim tersebut diharapkan mampu mengawal tata kelola sawit yang lebih baik, terintegrasi, dan berpihak kepada masyarakat.
Pemprov Kalbar juga menyoroti persoalan legalitas unit penampungan TBS. Dari 359 unit yang terdata, hanya 97 unit yang memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB). Kondisi ini dinilai memperparah persaingan usaha yang tidak sehat dan menghambat iklim investasi di sektor sawit.
“Pola kemitraan yang ideal adalah berbasis koperasi atau kelompok tani yang bermitra langsung dengan PKS, bukan melalui perantara ilegal. Ini penting agar harga TBS sesuai dengan ketentuan pemerintah dan tidak terjadi praktik penadahan,” tegasnya.
Pemerintah Provinsi Kalbar mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersinergi dalam mewujudkan tata kelola kelapa sawit yang adil, transparan, serta mendukung pembangunan berkelanjutan yang menguntungkan secara ekonomi, sosial, dan ekologis. (Tim Liputan)
Editor : Aan