Mozambik memiliki salah satu tingkat elektrifikasi terendah di Afrika. Lebih dari 80% penduduk pedesaan di negara ini tidak memiliki akses listrik. Di saat yang sama, negara ini terletak di wilayah dengan potensi surya yang tinggi, yang pemanfaatannya terhambat oleh kondisi alam wilayah tersebut: radiasi matahari yang tidak stabil di siang hari, kondisi berawan, serta keberadaan debu dan uap air.
Oleh karena itu, sangat penting bagi Mozambik untuk memprediksi secara akurat jumlah energi yang masuk di suatu tempat dan pada waktu tertentu guna memastikan pembangkit listrik tenaga surya beroperasi secara efisien.
Untuk tujuan ini, para peneliti dari Universitas Eduardo Mondlane di Mozambik dan Universitas Lisbon di Portugal telah mengembangkan metode pemetaan energi surya presisi tinggi dengan resolusi waktu hingga satu menit dan cakupan wilayah yang menyeluruh di negara tersebut.
Metode ini didasarkan pada apa yang disebut indeks langit cerah (K*ₜ), sebuah indikator yang mencerminkan seberapa dekat tingkat radiasi matahari aktual dengan maksimum teoretis di bawah langit yang sepenuhnya cerah. Indeks ini dihitung sebagai rasio radiasi aktual yang diukur dengan nilai yang dihitung untuk kondisi ideal, yang menunjukkan tingkat transparansi atmosfer pada waktu tertentu.
Untuk mengumpulkan data, para ilmuwan menggunakan 11 stasiun pengukuran yang terpasang di berbagai provinsi di Mozambik. Setiap stasiun menggunakan perangkat canggih: piranometer untuk mengukur radiasi matahari secara keseluruhan, pirheliometer untuk merekam radiasi matahari langsung, dan sensor radiasi difusi.
Secara total, lebih dari 500 juta titik pengukuran dengan interval waktu 1 hingga 10 menit direkam selama periode tiga tahun penelitian. Selain itu, data satelit dan meteorologi dari badan antariksa internasional (NASA, NOAA, Meteonorm, dan AERONET) juga disertakan dalam analisis, sehingga memungkinkan perluasan cakupan dan peningkatan akurasi penilaian faktor atmosfer dan iklim.
Sejumlah model pembelajaran mesin digunakan untuk menganalisis dan meramalkan radiasi matahari. Algoritma yang digunakan meliputi jaringan saraf tiruan, hutan acak, mesin vektor pendukung, dan metode regresi lainnya. Model-model ini memungkinkan para peneliti tidak hanya merekonstruksi dinamika fluks matahari secara akurat berdasarkan data yang tidak lengkap atau berisik, tetapi juga mengidentifikasi pola dalam distribusi energi spasial dan temporal.
Analisis menunjukkan bahwa distribusi energi surya di Mozambik sangat tidak merata. Wilayah selatan negara ini memiliki hari cerah yang lebih banyak dan indeks langit cerah yang lebih tinggi, menjadikan wilayah Mozambik ini sangat menjanjikan untuk pembangkit listrik tenaga surya.
Di wilayah utara dan tengah, fluktuasi signifikan diamati akibat kondisi mendung, aerosol atmosfer, dan pengaruh siklon musiman.
Rencananya, hasil kajian ini akan digunakan untuk meningkatkan keakuratan prakiraan produksi energi, memilih lokasi terbaik bagi pembangkit listrik tenaga surya berdasarkan kekhususan regional, serta mengurangi risiko gangguan dan fluktuasi daya, khususnya pada jaringan listrik yang terisolasi dan di daerah pedesaan.
Secara umum, studi ini menegaskan tingginya potensi insolasi matahari di negara-negara Afrika. Berdasarkan indeks langit cerah, Mozambik melampaui sebagian besar negara di Eropa dan daerah tropis lembap di Asia, dengan kondisi iklim yang mendekati Brasil dan Meksiko dalam hal aktivitas matahari.
Studi ini menunjukkan bahwa, meskipun negara-negara Afrika Utara seperti Mesir dan Maroko memiliki indikator yang sedikit lebih tinggi, kondisi iklim Mozambik menjadikannya pusat yang menjanjikan bagi pengembangan energi surya di bagian selatan benua tersebut. (tim liputan).
Editor : Heri