Apakah Sampeyan Ingin Hidup Umur Panjang?

Editor: Redaksi author photo

Apakah Sampeyan Ingin Hidup Umur Panjang?
KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) - Tulisan ini mungkin berbau kontroversial. Pasti ada tak setuju, dan pasti ada juga menganggukan kepala. Skip saja bila tak berkenan. Cukup dijadikan bacaan sambil seruput kopi tanpa gula, wak.


Ceritanya begini. Seorang lelaki berusia 100 tahun. Ia berbaring di kasur busa yang sudah menyimpan jejak punggungnya selama 12 tahun. Tiap kali dia buang air kecil, cucunya datang dengan tatapan galau antara cinta, lelah. Mata si kakek sudah kabur, hanya mengenali cahaya lampu, bukan wajah anak-anaknya. Kadang manggil istrinya yang sudah wafat 30 tahun lalu. Kadang manggil nama Presiden yang udah 5 kali ganti.  Kadang juga dia pikir dirinya masih SMA.


Padahal, dulu waktu muda, lelaki ini adalah aktivis hidup sehat. Tiap pagi lari kecil di sekitar taman, minum air kelapa murni, dan percaya bahwa panjang umur adalah karunia tak terhingga. Ia anti rokok, anti micin, dan pro rebusan daun kelor. Di grup WhatsApp keluarga, ia rajin membagikan tips “panjang umur ala nabi” disandingkan dengan video YouTube berdurasi 45 menit tanpa subtitle. Dia ingin hidup panjang agar bisa melihat cucunya sukses, cicitnya jadi menteri, dan cicit-cicitnya dapat beasiswa luar negeri. Tapi sekarang? Dia bahkan gak tahu cucunya lulus SD atau belum.


Inilah paradoks maha lucu dari obsesi manusia terhadap umur panjang. Di satu sisi, kita menyembah umur panjang layaknya dewa. Di sisi lain, kita lupa bahwa tubuh adalah benda fana yang tidak tahu kapan harus pensiun. Sains terus berlari. Dari stem cell sampai CRISPR, dari transplantasi organ 3D sampai harapan upload kesadaran ke cloud. Manusia sekarang bisa mengganti ginjal seperti ganti oli motor, bahkan mulai mimpi hidup seratus lima puluh tahun sambil bekerja remote dari Mars.


Transhumanisme bilang, “kita akan hidup abadi!” Tapi tak pernah menyebut bahwa hidup abadi dengan encok kronis, kolesterol naik-turun, dan lupa nama istri bisa jadi hukuman kosmis. Para ilmuwan seperti Aubrey de Grey bilang, penuaan itu penyakit dan bisa disembuhkan. Tapi mereka tidak bicara soal cucu-cucu yang tumbuh dengan trauma karena tiap malam harus bersihkan nenek buyut yang ngompol sambil nyanyi lagu keroncong.


Data dari PBB menyebutkan bahwa tahun 2050 nanti, 1 dari 6 orang di dunia akan berusia di atas 65 tahun. Dunia akan dipenuhi orang lanjut usia yang masih semangat ikut seminar motivasi bertajuk “Usia Boleh Tua, Jiwa Tetap Muda”. Tapi apa jadinya jika semua orang menua tanpa pernah mati? Overpopulasi akan jadi momok. Pensiun jadi mitos. Rumah-rumah berubah fungsi menjadi panti jompo multi-generasi dengan tujuh generasi tidur berjejer seperti ikan asin dijemur.


Etika pun ikut goyah. Siapa berhak hidup panjang? Yang bisa bayar teknologi mutakhir? Maka terjadilah ketimpangan usia. Kaum elite hidup 150 tahun sambil main golf di resor antariksa. Sementara rakyat biasa hidup 60 tahun sambil antre BPJS. Kehidupan sosial jadi seperti sinetron yang gak pernah tamat. Episode makin absurd. Tokoh-tokoh lama gak mau mati. Penonton (alias alam semesta) sudah bosan, tapi ratingnya tinggi karena semua orang terjebak di dalamnya.


Jangan lupakan, semakin panjang umur, semakin panjang pula kesempatan untuk disakiti, dikhianati, ditinggalkan, diserempet motor, dan tentu saja… lupa password email.


Jika uda uni atau aa teteh hari ini berdoa agar dipanjangkan umur, pastikan juga menyiapkan mental untuk hidup dalam tubuh yang tak lagi bersahabat, dalam dunia yang berubah terlalu cepat, dan dalam keluarga yang bingung mau sayang atau stres. Karena hidup panjang itu bukan sekadar jumlah tahun. Itu adalah ujian stamina spiritual, ujian keikhlasan cucu, dan ujian kasur spring bed yang harus menahan beban sejarah.


Maka, sebelum nuan minum suplemen antioksidan dan bertekad hidup hingga usia 200 tahun, coba tanya dulu ke dalam diri sendiri, apakah ikam siap jadi legenda... atau sekadar fosil hidup yang bikin cucu enggan pulang kampung?


Foto riil, warkop reot tempat biasa saya ngopi tanpa gula di Jalan Marta Pontianak. 


#camanewak

Rosadi Jamani

Ketua Satupena Kalbar

Share:
Komentar

Berita Terkini