Kemlu RI Soroti Hak WNI dalam Insiden Penembakan oleh APMM Malaysia
KALBARNEWS.CO.ID (MALAYSIA) - Kementerian Luar Negeri Indonesia menyadari adanya perbedaan kronologi awal penembakan lima warga negara Indonesia (WNI) di Malaysia. Peristiwa tragis ini terjadi pada Jumat, 24 Januari 2025, di wilayah perairan Tanjung Rhu, Selangor, dan melibatkan Agensi Penguatkuasa Maritim Malaysia (APMM). Dari lima korban yang terkena tembakan, dua orang dinyatakan meninggal dunia.
Salah satu korban ditemukan tewas di atas kapal saat petugas APMM mendatangi lokasi kejadian. Sementara itu, empat orang lainnya segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif. Sayangnya, satu dari mereka yang sebelumnya dalam kondisi kritis akibat luka tembak di bagian ginjal akhirnya meninggal dunia setelah menjalani operasi.
Korban pertama yang meninggal dunia telah diidentifikasi dengan inisial B dan telah dimakamkan di kampung halamannya di Riau. Sedangkan jenazah korban kedua masih dalam proses identifikasi lebih lanjut oleh pihak berwenang.
Perbedaan kronologi yang disampaikan oleh pihak Malaysia dan para WNI yang selamat menjadi sorotan utama dalam insiden ini. Pada pernyataan awal yang dikeluarkan oleh Malaysia, APMM mengklaim bahwa mereka terpaksa melepaskan tembakan karena mendapat perlawanan dari para WNI yang berada di atas kapal. Namun, dalam keterangan yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri RI pada Senin, 27 Januari 2025, dijelaskan bahwa pihak APMM mengklaim mereka menerima serangan sebelum akhirnya membalas dengan tembakan.
Akan tetapi, dua korban selamat berinisial HA dan MZ yang kondisinya cukup stabil untuk memberikan kesaksian membantah klaim tersebut. Dalam keterangannya kepada perwakilan Kementerian Luar Negeri Indonesia pada Rabu, 29 Januari 2025, kedua korban menegaskan bahwa tidak ada perlawanan dengan senjata tajam dari pihak mereka terhadap aparat APMM. Pernyataan ini bertentangan dengan laporan awal dari pihak berwenang Malaysia.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Malaysia, Saifuddin Nasution, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Parlemen pada Senin, 3 Februari 2025, menjelaskan kronologi pengejaran kapal WNI oleh kapal Penggalang 31 milik APMM. Menurut Saifuddin, pengejaran dilakukan setelah seruan peringatan yang disampaikan melalui pengeras suara tidak diindahkan oleh kapal WNI.
Saifuddin juga menyatakan bahwa kapal yang ditumpangi oleh lima WNI tersebut mencoba menabrak kapal APMM dalam upaya melarikan diri. Ia menambahkan bahwa bagian yang menjadi target penabrakan adalah bagian mesin kapal, yang menimbulkan risiko besar termasuk kemungkinan ledakan. Demi mengatasi ancaman yang semakin meningkat, aparat APMM melepaskan tembakan ke arah mesin kapal dengan tujuan menonaktifkan kapal tersebut dan menghentikan pengejaran.
Di tengah polemik ini, Kementerian Luar Negeri RI meminta agar aparat Malaysia juga mempertimbangkan kesaksian dari para WNI yang selamat. Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu, Judha Nugraha, menekankan pentingnya mempertimbangkan semua sudut pandang dalam proses penyelidikan.
Dalam pernyataan resminya, Judha menyoroti perbedaan signifikan dalam kronologi yang disampaikan oleh kedua belah pihak. Ia menyatakan bahwa pada rilis awal, Kepolisian Diraja Malaysia (PDRM) menyebutkan bahwa dua WNI melakukan serangan terhadap aparat APMM menggunakan parang. Namun, saat Kemlu melakukan akses kekonsuleran terhadap para korban yang mengalami luka tembak, mereka memberikan kesaksian yang bertolak belakang dengan klaim tersebut.
Oleh karena itu, Kemlu RI meminta agar keterangan para WNI yang selamat juga diperhitungkan dalam proses penyelidikan yang tengah berlangsung di Malaysia. Judha menegaskan bahwa meskipun para WNI tersebut mungkin melakukan pelanggaran hukum tertentu, mereka tetap memiliki hak-hak yang harus dijunjung tinggi dan dilindungi.
Ia menekankan bahwa setiap individu, termasuk mereka yang berada dalam situasi hukum yang rumit, tetap berhak untuk mendapatkan perlindungan dari tindakan sewenang-wenang. Hak atas perlakuan yang adil dan hak untuk hidup merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus dihormati oleh semua pihak.
Pihak Kemlu RI juga menyatakan akan terus memantau perkembangan kasus ini dan melakukan komunikasi dengan otoritas Malaysia guna memastikan bahwa proses penyelidikan dilakukan secara transparan dan adil. Harapannya, kejadian serupa tidak akan terulang di masa mendatang, dan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Malaysia tetap terjaga dalam semangat saling menghormati dan bekerja sama dalam menangani berbagai isu yang melibatkan kedua negara. (Tim Liputan).
Editor : Lan