Menjaga Keluhuran Fitrah Di Hari Fitri

Editor: Redaksi author photo
Menjaga Keluhuran Fitrah Di Hari Fitri

KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) - Ramadan 1445 H sudah dilewati dengan berbagai amal sholeh di dalamnya. Tidak ada daya dan kuasa kita, kecuali atas izin-Nya kita bisa membersamai Ramadan hingga akhirnya.

 

Ramadan Sudah Berakhir 

 

Ramadan datang dengan membawa ampunan, kemaafan dan pesan untuk peduli dengan sesama makhluk. Kini Ramadan telah meninggalkan kita. Pertemuan yang akan datang? Hanya akan ada dua pilihan. Kita masih ada sehingga bisa menemui Ramadan atau kita tidak akan ketemu karena kita telah berpindah alam berikutnya.

 

Sejatinya, Ramadan terutama pada akhir Ramadan, ibarat sebuah pekerjaan maka ia akan mendekati titik akhir dengan finishing dan penghalusan. Digembleng oleh Ramadan untuk menjadi pribadi yang tepat waktu melalui tepat waktu saat berbuka puasa. Dibina untuk menghidupkan malam-malam yang dilewati dengan sholat malam melalui tarawih atau witir dan tahajjud.

 

Dilatih untuk mengendalikan sesuatu yang halal melalui didikan menahan makan dan minum siang hari Ramadan. Dibimbing untuk dekat dengan Al-Quran karena mulianya Ramadan salah satunya karena di dalam bulan ini al Quran diturunkan, pesannya adalah jika ingin mulia maka bersahabatlah dengan al Quran meskipun di luar Ramadan.

 

Dalam hadits shohih disebutkan, diriwayatkan oleh Imam Muslim: "Bacalah Al Quran, karena sesungguhnya Al Quran itu akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi pembacanya”.

 

Akhir Ramadan kita dijanjikan ampunan dan kemuliaan dengan adanya “lailatul qadar” atau malam kemuliaan. Yang beribadah pada malam itu dan dikehendaki-Nya bagi seorang hamba maka berbagai kemuliaan didapatkannya dan status keadaan saat itu adalah khairun min al fi syahrin  atau lebih baik dari seribu bulan.

 

Bersumber dari hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan: “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari)

 

Demikian juga sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Hibban “sesungguhnya amal itu di penghujung”. Pesan yang dapat diambil dari hadits ini adalah semangat beramal salah satunya dengan menjaga kekonsistensian kita dalam beramal. Konsistensi atau istiqamah dan menjaga semangat Ramadan sejak awal, saat pertengahan dan akhir dari perbuatan itu sendiri.

 

Terkait yang terakhir ini adalah, kebanyakan kita semangat di awal Ramadan dan datang paling awal namun di akhir Ramadan nampak sekali penurunan drastis dari pola hidup yang penuh dengan spiritual berpindah menjadi fokus material.

 

Allah SWT dengan rahman dan rahim nya sangat menyayangi kita, hanya kita yang tidak tahu bagaimana memahami kasih sayang-Nya. DIA sangat tahu dengan kondisi kita hanya kita yang tidak tahu bagaimana menempatkan diri kita saat berhadapan dengan-Nya.

 

DIA Pemilik jiwa raga kita, Dia yang mengatur dan memberi rezeki kita dan kita diingatkan hanya untuk bersyukur. Meskipun nyatanya IA sindir kita dengan qoliilan maa tasykurun (sedikit sekali yang bersyukur).

 

Sangat banyak pelajaran yang bisa kita ambil manakala kita mau sejenak merenungkan  diri untuk muhasabah Ramadan. Bukankah setiap perintah yang diwajibkan-Nya pasti banyak kebaikan dan kemaslahatan di dalamnya. Demikian juga larangan yang dikeluarkan-Nya adalah mengandung kebaikan untuk hamba-Nya.

 

Selama 11 bulan kita beraktifitas dengan berbagai situasi dan keadaan, dengan pergaulan sekitar kita yang kita ketahui haramnya, kita ketahui halalnya namun kadang terlewatkan dengan yang syubhatnya maka Ramadan dihadirkan-Nya seakan bak charge keimanan agar terjaga fitrah kesucian kita.

 

Dibuka-Nya pintu ampunan, dilipatgandakan-Nya segala kebaikan, disediakan-Nya moment-moment istimewa untuk simpuh menangis dan menyesali segala dosa. Ramadhan tidak hanya sebatas ibadah ritual untuk investasi pribadi, Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan bahwa di sekitar kita ada anak-anak yatim yang perlu disantuni, ada janda-janda miskin, ada panti asuhan yang perlu bantuan, ada orang tua papa yang tidak dipedulikan oleh anak-anaknya.

 

Ramadan seakan angin segar bagi orang-orang lemah (mustadh’afin) yang menjadi ladang amal bagi siapapun yang ingin menyucikan hartanya melalui zakat baik zakit fithrah, mal maupun infaq dan shadaqah.

 

Bulan Syawal 1445 H. ini  yang dimaknai kembalinya kita kepada fitrah manusia dengan makan dan minum seperti biasanya. Jangan kita nodai hari yang fihtri ini dengan mengumbar nafsu syahwat kita dengan menghalalkan apa yang diharamkan agama.

 

Jaga keluhuran fitrah kita dengan berpakaian sebagai aturan syariat Islam, bukan sekedar bagus dan mahalnya tapi pertanyaannya apakah pakaian kita menutup aurat atau tidak. Kita sudah melewati Ramadan dan sebenarnya tugas kita lebih berat lagi yakni menghadirkan nilai-nilai Ramadan pada 11 sesudah Ramadan.

 

Mari kita tetap dermawan dengan zakat, infaq dan shadaqah meskipun di luar Ramadan. Mari kita tetap hidupkan dan makmurkan masjid meskipun Ramadan sudah berakhir dan mari kita jaga lisan, mata dan seluruh panca indera kita dari yang merusak keimanan kita meskipun sudah di luar Ramadan.

 

Hati kita sudah dilembutkan dengan berbagi pada sesama maka mari nilai-nilai itu kita terapkan pada bulan-bulan sesudah Ramadan. Kita sudah menjadwalkan untuk dekat dengan al Quran maka mari jadikan jadwal membaca al Quran ini juga pada bulan sesudah Ramadan.

 

Kita hadir diberbagai kajian keilmuan melalui kultumnya, kuliah subuhnya, peringatan NQ-nya bahkan i’tikafnya maka mari semangat untuk menuntut ilmu tetap hadir dalam jiwa kita sehingga kita dipermudah jalan menuju surga.

 

Semoga amaliah Ramadan 1445 H diterima oleh Allah SWT dengan segala kelebihan dan  kekurangannya dan disampaikannya kita menemui Ramadan 1446 H dalam keadaan sehat lahir dan batin. *

 

Penulis : Sholihin HZ (Ketua Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Kalimantan Barat).

Share:
Komentar

Berita Terkini