Menjadikan Ramadhan Sebagai Terapi Maaf

Editor: Redaksi author photo
Sholihin H.Z

KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) - Penamaan Ramadan ternyata memiliki makna yang dahsyat manakala kita mampu merenungkannya. Syahrul maghfirah (bulan ampunan) adalah diantara penamaan itu, masih banyak lagi brandyang disematkan pada bulan yang satu ini.

 

Mengapa disebut  syahrul maghfirah? karena dibulan ini bertabur ampunan dan dibukakan pintu kemaafan oleh Allah SWT. Janji pahala berlipat ganda, amalan sunah baik kuantitas maupun kualitas yang mudah ditemui adalah diantara asa seorang mukmin kala Ramadan tiba.

 

Tergerakny ahti untuk berada dalam kebaikan, bersam aorang-orang baik dan di tempat yang baik adlah pertanda bahwa ia menjadi sinyal akan mendapatkan kemaafan dan ampunan dari Al-Khaliq.

 

Diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, disebutkan: “dari ‘Aisyah ra, ia bercerita, ia pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, jika aku kedapatan menjumpai lailatul qadar, bagaimana doa yang harus kubaca?” Rasulullah saw menjawab, “bacalah allahumma innaka ‘afuwwun karimun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni” (Ya Allah, sungguh Engkau Maha Pemaaf yang Pemurah. Engkau juga menyukai maaf. Maka maafkanlah aku”.

 

Ramadan Mengembalikan Fitrah Manusia

 

Ramadan dengan puasa disiang harinya dan qiyamul lail dimalamnya serta amal lainnya yang jika dilaksanakan dengan ímanan wah tisaban’ (iman dan mengharap rido Allah SWT) sesungguhnya akan mengembalikan manusia kepada fitrahnya.

 

Fitrah kembali kepada nilai-nilai Ilahiyah. Puasa Ramadan adalah cara Allah SWT untuk menjaga fitrah manusia agar terbebas dari dosa sebagaimana potongan hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori di atas.

 

Fitrah beragama, fitrah mengakui Tuhannya adalah fitrah manusia itu sendiri. Mengapa kajian tentang fitrah perlu digemakan? karena manusia dikelilingi oleh lingkungan yang tidak selamanya baik (maslahat).

 

Abdul Fadlil (Dosen UAD)  dalam tulisannya yang berjudul ‘Puasa Mengendalikan Fitrah Manusia” (2023) bahwa kata fitrah menurut bahasa berarti penciptaan atau kejadian, sehingga fitrah manusia adalah kejadian sejak awal atau bawaan sejak lahir (Qs.ar Rum/ 30: 30).

 

Puasa Ramadan dengan disertai aktifitas Ramadan lainnya adalah sebuah proses. Tidak makan-minum dan menjaga hati serta panca indera, menghidupkan malam Ramadan, berbagi kepada siapapun, dekat dengan al Quran (tilawah, tadarus, tadabbur) adalah proses pembentukan agar menyadari bahwa apa yang dilakukan adalah didikan Allah untuk menjaga kefitrahan kita.

 

Bukankah kita merasa bahagia saat bisa berbagi, bukankah seseorang bisa menangis kala tunduk sujud dihadapan Allah SWT dalam solatnya, bahkan puasa dengan tidak makan dan minum siang hari tapi bisa khatam Quran 30 juz.

 

Puasa dan Memaafkan

 

Puasa Ramadan adalah momentum mengembalikan dimensi ruhaniyah kita untuk menajamkan sinyal-sinyal ilahiyah dengan peduli pada sesama. Menajamkan dimensi ruhaniyah kita utuk merasakan kehadiran-Nya dalam setiap aktifitas kita.

 

Kita tidak bisa melihat-Nya tapi yakinlah DIA melihat kita. Perbuatan hati yang bertepatan dengan moment Ramadan adalah maaf.

 

Kata kunci dari doa di atas adalah maaf. Kata ‘maaf’ atau ‘afwan’ terambil dari kata berbahasa Arab yang terdiri dari tiga huruf dasar yaitu ‘ain, fa dan waw.

 

Muhammad Quraisy Syihab (dalam Kosakata Keagamaan, 2020: 304) mengartikan kata ‘afwan memiliki dua makna.

 

Pertama, meninggalkan sesuatu dan kedua, meminta. Terminologi  meninggalkan atau bahkan menghapusnya menjadi penekanan pada kata ini. Meninggalkan dimaknai sebagai meninggalkan tuntutan serta menghapus bekas-bekas luka di hati.

 

Dalam konteks inilah kata ‘afwan bermakna permohonan maaf karena meninggalkan bekas-bekas luka. Permohonan maaf adalah wilayah hati, karenanya jika meminta atau memberi maaf tapi masih ada serpih-serpih balas dendam maka dapat difahami ia belum masuk definisi maaf dalam arti yang sesungguhnya.

 

Puasa mengantarkan pelakunya untuk menjadi pemaaf, mengapa? Bukankah puasa ditilik dari kajian tasawuf adalah mengikuti “perbuatan” Allah yang memberi makan namun tidak makan, memberi maaf siapapun yang datang kepadanya dengan taubat seberapa besar apapun dosa dan kesalahannya.

 

Disebutkan, tangisan seorang maksiat yang datang kepada Allah dengan penuh rasa salah dan munajat berharap ampunan lebih disukai Allah SWT daripada seorang yang berlafazkan ribuan zikir namun penuh kesombongan.

 

Ibnu Ibrahim dalam bukunya Terapi Maaf (2010: 3) menyebutkan bahwa maaf atau memaafkan adalah wujud paling tinggi dalam cinta.

 

Maaf diibaratkan adanya ruang kosong yang diberikan pada hati seorang manusia tapi mengapa ada yang sulit untuk memaafkan? karena lapis keegoan manusia dalam diri yang membendung dan mendahulukan bisikan kejahatan.

 

Ketahuilah, iblis tidak rela meskipun hanya setengah dari tubuh manusia berbuat kebaikan. Akan selalu ada upaya iblis untuk menarik manusia agar tidak masuk ke dalam ranah maaf, untuk kemudian mengarahkannya ke pelukan amarah.

 

Puasa adalah mengendalikan dan memindahkan suasana marah ke suasana pemaaf. Dan memang puasa menjadi senjata andalan untuk melemahkan nafsu. Sayangnya usai azan maghrib berkumandang, seakan nafsu lepas liar tanpa kendali sehingga 13 -14 jam siang hari dikalahkan oleh hilangnya haus dan lapar tidak lebih dari lima menit.

 

Didikan Ramadan agar pelakunya menjadi pemaaf mengingatkan pada kita bahwa siapapun pasti pernah salah dan khilaf, siapapun dan kapanpun, dan semestinya kata maaf tidak boleh dibatasi pada moment Ramadan dan Syawal saja.

 

 Bukankah Allah SWT tidak hanya ada pada dua bulan itu? IA Zat bebas waktu dan ruang tanpa ada yang mengendalikannya karena DIA-lah Yang Maha Mengendalikan. Memberi maaf berarti meneladani nilai-nilai keilahiyan untuk lebih membumi dalam kehidupan sehari-hari. Berat tapi mulia.

 

Mari kita yang masih menemui Ramadan karakter maaf harus lebih ditingkatkan lagi sebagai upaya membaguskan hubungan dengan Allah (hablun minallah) dan komunikasi dengan sesama (Hablun Minan Nas).*

 

Penulis :  Sholihin H.Z

Ketua Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Kalimantan Barat

Sekretaris Umum PW. IPIM Kalimantan Barat

Ketua PC. Pergunu Kota Pontianak

Guru MAN 2 Pontianak

Share:
Komentar

Berita Terkini