Lestarikan Tradisi Sunda Titimangsa Akan Hadirkan Pagelaran Seni Tradisi Sukabumi 1980
KALBARNEWS.CO.ID
(JAKARTA) - Di penghujung tahun 2023, Titimangsa
bersama Bakti Budaya Djarum Foundation
akan menyelenggarakan sebuah pagelaran seni dalam bingkai Lestari Tradisi
bertajuk “Sukabumi 1980”. Senada dengan namanya,
pagelaran seni yang akan mengangkat kebudayaan Sunda ini akan berlangsung di Selabintana Conference Resort, Sukabumi, Jawa
Barat, pada Jumat, 8 Desember 2023,
mulai pukul 16.00 WIB. (1 Desember 2023).
Sukabumi
yang berada di tanah Priangan Barat, melahirkan berbagai bentuk seni dan budaya
yang terawat sebagai penghormatan atas
keagungan dan karunia alam semesta. Terhampar kehidupan dengan alam kesejukan di mana kebun-kebun teh dan karet yang masyhur
digarap sejak dahulu kala.
Lalu
Sukabumi pun tumbuh sebagai peradaban yang maju, dibangunnya rel-rel jalan
kereta dan stasiun yang menghubungkan kota ke ibukota.
Sukabumi pun ikut merawat budayanya dengan melestarikan seni tradisional Sunda.
Kehalusan
budi yang terkandung pada nilai-nilai yang terus dipelihara, terhimpun dalam kawih, pupuh, tari, bobodoran, ngibing dan ekspresi seni lainnya.
Sukabumi di era 1980 adalah masa
jaya segala budaya terangkum dan pernah dirayakan. Di mana peradaban masyarakatnya tercerminkan
dalam pola dan perilaku hidup berbangsa dan bernegara.
Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation mengungkapkan, “Pagelaran seni ‘Sukabumi 1980’ ini tidak hanya tentang memperkenalkan sejarah pertunjukan kebudayaan Sunda pada 43 tahun yang lalu, tapi juga sebagai upaya untuk merawat dan menghidupkan kembali nilai-nilai budaya yang mungkin pernah terlupakan.
Terselenggaranya
kegiatan ini membuktikan bahwa sebuah acara seni yang tidak harus berfokus di kota besar, namun acara berkualitas
dengan konsep sederhana ditambah narasi yang kuat dapat diwujudkan
di mana pun.
Dengan
menyajikan acara yang memadukan tradisi
dan inovasi, kami berharap acara ini menginspirasi masyarakat di daerah lain
untuk melakukan hal serupa, dengan demikian komunitas seni
termotivasi untuk terus berkarya melestarikan seni tradisi di tengah kehidupan modern dan semangat kecintaan akan budaya semakin
menyebar di masyarakat.”
Sukabumi
1980 adalah sebuah rangkaian pagelaran seni tradisi yang berasal dari Sunda.
Dengan mengambil latar tempat di Sukabumi,
penonton diajak untuk mengingat kembali suasana Sukabumi di tahun 1980-an ketika diselenggarakannya pentas seni rakyat di
tengah-tengah masyarakat setempat.
Pagelaran
ini menghadirkan seni tari, musik karawitan, dan sinden; yang dipandu oleh
Merwan Meryaman dan Jeni Aripin, serta dibawakan
oleh seniman asli setempat dari Sanggar Seni Gapura Emas, Sanggar Gumintang, juga penampilan khusus oleh Ariel Tatum, Dewi Gita,
Donna Agnesia, Kiara Anjar Candrakirana,
dan Happy Salma.
“Sukabumi
menjadi tempat yang memiliki ikatan emosional tersendiri bagi saya, karena kota
tersebut menjadi kota di mana saya lahir dan tumbuh. Di era 1980-an, Sukabumi menjadi
salah satu kota di Jawa Barat yang akrab dengan kesenian tradisional.
Beragam
kesenian dan kebudayaan Sunda seperti degung, pencak silat, tari Jaipong, dan
berbagai kesenian khas Sunda lainnya dapat ditemukan dalam berbagai kegiatan
masyarakat seperti di sekolah, upacara peresmian dan hajatan.
“Setelah
pindah dan tinggal di kota lain, muncul sebuah kerinduan dengan kota yang menjadi
akar dari kehidupan saya. Berangkat dari kerinduan tersebut, kami bersama Bakti
Budaya Djarum Foundation berkolaborasi dalam menghadirkan kembali Pagelaran
Seni Tradisi ‘Sukabumi 1980’. Semoga kegiatan ini dapat diterima dengan baik
oleh masyarakat,” ungkap Happy Salma selaku produser, penampil sekaligus pendiri
Titimangsa.
Berdasarkan
kesaksian dari para seniman yang menekuni tradisi dan kebudayaan Sunda,
Sukabumi di era 1980-an sangat dekat dan dihargai oleh masyarakat. Di era
tersebut, banyak paguron-paguron atau perguruan pencak silat yang kemudian dikreasikan
dengan ibingan, estetika gerak tubuh, musik kendang pencak, kempul, terompet,
menjadi kreasi Tari Jaipongan yang populer hingga mancanegara.
Tetapi, sejak tahun 2000-an mulai menurun, karena pengaruh musikalitas luar dengan gaya modern, sehingga gamelan yang lengkap jarang sekali dibawa tampil. Kebanyakan elemen tradisi hanya digunakan sebatas memberikan kesan etnik.
“Dalam
beberapa tahun terakhir, saya semakin sadar bahwa saya memiliki minat yang
tinggi dengan tradisi dan kebudayaan Indonesia yang sudah diwariskan secara
turun temurun oleh para leluhur.
Selain
mengenakan kain dan juga kebaya dalam berbagai aktivitas, salah satu tradisi
yang saya tekuni akhir- akhir ini adalah mempelajari tari tradisional.
Kecintaan saya akan tari tradisional dimulai sejak 2 tahun lalu ketika saya
mulai mempelajari tarian khas Solo dan Yogyakarta dan di sini saya
berkesempatan membawakan Tarian Jaipong bernama Adumanis yang kental dengan
kebudayaan Sunda.
“Semoga
penampilan kami dapat menginspirasi masyarakat, terutama generasi muda untuk
mempelajari ragam kebudayaan yang ada di Indonesia,” ucap Ariel Tatum sebagai
salah satu penampil dalam pementasan “Sukabumi 1980”.
“Senang
sekali jika nantinya generasi muda bisa merasa dekat dan tertarik dengan seni
tradisi, bahwa tradisi itu tidak kaku dan menari tradisional itu menyenangkan
karena lahir dari kehidupan kita. Acara ini ingin membuat suasana suka cita
penuh bahagia, serta sebagai bukti bahwa kita menghargai pemikiran dan perilaku
pendahulu kita,” tambah Happy Salma yang juga diiyakan oleh Ariel Tatum.
Kerabat
Kerja
Produser
: Happy Salma
Sutradara
: Heliana Sinaga
Pimpinan
Produksi : Pradetya Novitri
Penata
Artistik : Iskandar Loedin
Penata
Musik : Merwan Meryaman
Penata
Tari : Rudi Kurniawan
Penata
Cahaya : Aji Sangiaji
Penata
Suara : Imam Maulana
Penata
Rias : Yudin Fakhrudin, Windy Javas
Koordinator
Pemain : Wina Rezky Agustina
Fotografer
BTS : Yose Riandi, Arman Febryan
Videografer
BTS : Arman Febryan, Haikal Mubarok, Harry Syahrizal, Nadya Syahrizal
Ticketing
: Aulia Andyatama, Maria Meo
Tim
Produksi : Angelina Arcana, Haikal Mubarok, Vanesa Martida, Meita Rosmala Dewi,
Slamet
Bazaar
UMKM : Julianty Syahrizal
Manajer
Produksi : Iskandar Muda
Sekilas Tentang Titimangsa
Secara
harfiah, Titimangsa merujuk pada titian proses perjalanan dalam waktu yang
tepat. Titimangsa didirikan oleh Happy Salma bersama Yulia Evina Bhara pada
Oktober 2007. Sebagai sebuah wadah, Titimangsa telah berproses selama 15 tahun
dalam upaya menghidupkan dan menggelorakan karya-karya sastra, kepenulisan, dan
seni pertunjukan (teater) di tanah air.
Hingga
2023, Titimangsa telah mementaskan 63 produksi yang sebagian besar merupakan
alih wahana karya sastra ke bentuk lain. Secara harfiah, Titimangsa merujuk
pada titian proses perjalanan dalam waktu yang tepat.
Titimangsa
didirikan oleh Happy Salma bersama Yulia Evina Bhara pada Oktober 2007 dengan
dasar pemikiran dan kecintaan pada sastra Indonesia. Sebagai sebuah wadah,
Titimangsa telah berproses selama 15 tahun dalam upaya menghidupkan dan
menggelorakan karya-karya sastra, kepenulisan, dan seni pertunjukan (teater),
di tanah air.
Sejak
tahun 2007 hingga 2023, Titimangsa telah mementaskan 63 produksi yang sebagian
besar merupakan alih wahana karya sastra ke bentuk lain. Titimangsa telah
memproduksi pementasan
“Monolog
Inggit” (2011-2014) karya penulis naskah Ahda Imran dan sutradara Wawan Sofwan,
film pendek “Kamis Ke-300” (2013); pentas teater
“Wayang
Orang Rock Ekalaya” (2014); biografi kreatif Desak Nyoman Suarti “The Warrior
Daughter” (2015), pentas “Bunga Penutup Abad” (2016, 2017, 2018); pentas
“Perempuan
Perempuan Chairil” (2017), Teater Tari “Citraresmi” (2017); Pameran Arsip
“Namaku Pram” (2018),
“Nyanyi
Sunyi Revolusi” (2019); Konser Musikal Puisi-puisi Cinta “Cinta tak Pernah
Sederhana” (2019); Teater
Musikal
di Taman “La La Love” (2019). Pada 2020, Titimangsa mementaskan teater daring
“Rumah Kenangan”;
teater
daring “Aku Istri Munir”, “Puisi Cinta untuk Indonesia” dan teater musikal
“Anugerah Terindah”. Tahun
2021,
Titimangsa mementaskan “Taksu Ubud” yang berkolaborasi dengan seniman-seniman
Bali; pentas “Mereka
yang
Menunggu di Banda Naira” yang merupakan alih wahana dari novel yang berjudul
“Bung Di Banda” karya
Sergius
Sutanto. Titimangsa bekerjasama dengan KawanKawan Media memproduksi Sandiwara
Sastra (2020), seri
monolog
Di Tepi Sejarah (2021-2023), dan Teater Musikal Monolog Inggit Garnasih: Tegak
Setelah Ombak (2022).
Tahun
2023 Titimangsa mementaskan “Sudamala: Dari Epilog Calonarang” di Solo dan
pentas teater “Ariyah: Dari Jembatan Ancol”. (Tim Liputan)
Editor
: Aan