Soal Kemiskinan Ekstrim, Ini Kata Kepala BPS Kabupaten Sintang Puspo Sasmito

Editor: Redaksi author photo

 Soal Kemiskinan Ekstrim, Ini Kata Kepala BPS Kabupaten Sintang Puspo Sasmito
KALBARNEWS.CO.ID (SINTANG) - Kepala BPS Kabupaten Sintang Puspo Sasmito turut memberikan pengarahan pada saat rapat koordinasi Validasi Data Pensasaran Percepatan Pengurangan Kemiskinan Ekstrim Kabupaten Sintang di Aula Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sintang pada Jumat, 26 Mei 2023. 

Kepala BPS Kabupaten Sintang Puspo Sasmito menjelaskan angka kemiskinan itu ada dua yakni angka kemiskinan itu sendiri dan angka kemiskinan ekstrim. 

“Presiden RI menargetkan angka kemiskinan ekstrim itu nol di tahun 2024 nanti. Angka kemiskinan Kabupaten Sintang itu turun, tahun 2021 adalah 9,23 dan tahun 2022 menjadi 8, 57 persen. Angka kemiskinan ini merupakan angka Kabupaten Sintang dan tidak bisa dihitung per kecamatan. Angka ini makro berdasarkan survei terhadap 710 rumah tangga di Kabupaten Sintang yang kami lakukan setiap maret” beber Puspo Sasmito

Puspo Sasmito mengatakan  kami menghitung angka kemiskinan itu, dihitung dari angka pengeluaran, bukan pendapatan. Karena ketika di survei berdasarkan angka pendapatan, banyak yang tidak jujur, orang tidak mau mengaku, sehingga kita menghitung berdasarkan berapa pengeluaran mereka per hari dan per bulan. Sehingga ketemu angka pengeluaran orang Sintang per kapita per bulan adalah 605 ribu rupiah. Kalau pengeluaran per orang per bulan dibawah 605 ribu, masuk kategori miskin.

“Angka konsumsi orang Sintang itu dari dulu memang tinggi. Sintang hanya kalah dengan orang Kota Pontianak saja. Kita fokus urus angka kemiskinan ekstrim saja, yang 2,54 persen ini atau 10.800 orang ini atau sekitar 2.000 KK, karena mereka mengalami kemiskinan yang parah sekali. Standar pengukuran kemiskinan ekstrim sudah ditentukan oleh Bank Dunia yakni yang memiliki pengeluaran 325 ribu per bulan per orang” terang Puspo Sasmito

Puspo Sasmito mengatakn bahwa  data 10.800 itu, harus dicari datanya per orang. Datanya by name by address. Itu yang menjadi tantangan kita. Analisa kami, kemiskinan ekstrim itu terjadi di desa karena orang desa itu pengeluarannya rendah. Bahan makanan banyak yang tidak beli. Beras dan sayur dari ladang, hasil sendiri. Pengeluaran mereka relatif kecil. Kalau di kota kan semua harus beli. Lauk dari sekitar rumah. Kami di BPS juga sudah menghitung semuanya, meskipun mereka tidak beli, tetap kita hitung pengeluaran mereka, hanya nilainya kecil. (Tim Liputan).

Editor : Aan

Share:
Komentar

Berita Terkini