Pimpinan Komite IV DPD RI, H Sukiryanto, S.Ag |
Hal tersebut
disampaikan H Sukiryanto dalam keterangan persnya, Ia mengungkapkan bahwa akan
segera menindaklanjuti aspirasi dari masyarakat terkait Persoalan Pajak, Ia
menyebut selama resesnya di Kalimantan Barat baru-baru ini, banyak sekali
keluhan dari masyarakat terkait pemungutan pajak terhadap para pelaku usaha.
“Sektor
Perpajakan memang merupakan sumber penerimaan negara yang paling dominan
kontribusinya di APBN, namun saat ini sudah seharusnya pemerintah menggunakan
pendekatan lain tanpa harus melakukan pemaksaan,” ungkap H Sukiryanto.
Pria yang
juga Ketua Umum Perkumpulan Merah Putih (PMP) Kalimantan Barat ini,
mengungkapkan bahwa keluhan masyarakat tersebut mengatakan bahwa banyak wajib
pajak yang merasa diintimidasi oleh petugas pajak.
H Sukiryanto
mengatakan menerima keluhan dari salah satu pelaku usaha yang mendapat
perlakuan kasar serta ancaman-ancaman akan dijadikan terperiksa bila tidak
membayar temuan pajak saat memenuhi panggilan dari petugas pajak untuk
melakukan klarifikasi.
Ada juga
yang dikeluhkan oleh para wajib pajak
bahwa mereka dinyatakan menerima faktur pajak dari transaksi fiktif hanya
karena tidak dapat memberikan bukti bon transaksi yang terjadi pada tahun 2018.
“Kemudian
metode pembayaran tunai juga dipermasalahkan oleh petugas pajak, padahal kita
tidak pernah mendengar bahwa transaksi perseroan harus dilakukan dalam bentuk
transfer,” ungkap H Sukiryanto lagi.
Dan yang
paling mengada-ada adalah petugas pajak menanyakan bagaimana bisa wajib pajak
menerima faktur dari perusahaan yang domisilinya bukan di Kalimantan Barat,
padahal bisa saja memang mereka membeli barang dari luar Kalbar ataupun
perusahaan tersebut memiliki marketing di Kalbar.
"Jadi ada konsekuensi logis terhadap Sistem Self Assessment yang mewajibkan wajib pajak untuk menghitung dan membayar pajaknya sendiri, yaitu hak mendapatkan pembinaan, Sehingga wajib pajak itu harusnya dibina bukan dibinasakan," tegas H Sukiryanto,
Ketua IKBM
Kalimantan Barat ini juga menyayangkan atas kejadian ini, karena ini akan terus
memberikan stigma buruk masyarakat terhadap pajak. Pemerintah harusnya memberi
perhatian terhadap proses pemungutan pajak, jangan hanya fokus kepada
angka-angkanya saja.
"Dari
sini kita menanyakan bagaimana dan siapa yang mengawasi proses pemungutan pajak
ini? atau ini adalah ekses dari bonus besar dari target pajak sehingga mereka
menghalalkan segala cara untuk memenuhi target tersebut," ucap H Sukiryanto.
Sukiryanto
mengatakan saat ini negeri ini baru saja lepas dari Pandemi Covid-19 yang
mengguncangkan dunia dan memberikan dampak besar di sektor perekonomian,
tentunya disayangkan ketika para pelaku usaha harus dihadapkan
permasalahan-permasalahan pajak sedangkan mereka baru saja mencoba bangkit dari
keterpurukan.
Kemudian
harus ada persepsi yang sama terhadap pajak antara Pemerintah dan Wajib Pajak,
agar dalam optimalisasi pungutan pajak tidak ada yang merasa dirugikan.
"Wajib
pajak juga mengeluhkan kenapa harus menunggu 5 tahun baru ada periksaan pajak?
padahal mereka melaporkannya tiap tahun, harusnya bila ada temuan dalam
penelitian laporannya bisa di komunikasikan melalui AR pada tahun berikutnya
dan wajib pajakpun bisa segera memperbaikinya. Akan tetapi bila pemeriksaan
dilakukan setelah hampir 5 tahun seperti saat ini, maka sangat dimungkin wajip
pajak tidak memiliki arsip yang lengkap dan hal ini seringkali menjadi celah bagi
petugas pajak untuk mencari-cari kesalahan mereka,” pungkas Sukiryanto. (tim
liputan).
Editor :
Heri