Paradigma Complexity Dan Sustainability Science Dalam Penanganan Sanitasi Di Indonesia

Editor: Redaksi author photo


Ir. Reza Wahyudi, S.T., M.T. 

KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) -Tahun 2022 ini, Indonesia menjadi negara ASEAN yang pertama menjadi tuan rumah penyelenggaraan Sector Ministers' Meeting (SMM) Sanitation and Water for All (SWA) 2022 yang diselenggarakan pada 18-19 Mei 2022 di Jakarta, dihadiri sebanyak 300 peserta dari 37 Negara dan organisasi internasional, kegiatan tersebut membahas “Water” dan “Sanitation” yang merupakan prioritas pembangunan di seluruh dunia. Kegiatan tersebut menghasilkan solusi strategi peningkatan akses air bersih dan sanitasi, dukungan stakeholder, dan membuka peluang bagi investor baru yang ingin berinvestasi terhadap sektor-sektor terkait. Kamis (22 Desember 2022).

Mengutip berita dari website resmi Bappenas, Josaphat Rizal Primana yang saat ini menjabat sebagai Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas bahwa peningkatan akses air bersih dan sanitasi layak akan mendukung tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Tantangan dalam penanganan air bersih dan sanitasi yang ditambahkan oleh Direktur Perumahan dan Kawasan Pemukiman Kementerian PPN / Bappenas Tri Dewi Virgiyanti yakni mengoordinasikan semua pemerintah daerah di Indonesia agar berkomitmen terhadap isu air bersih dan sanitasi, memastikan pendanaan untuk mengupayakan pengembangan akses layanan air bersih dan sanitasi serta meningkatkan kesadaran masyarakat agar air lebih berkualitas dan sanitasi berkelanjutan.

Kolaborasi aksi dari aktor antar sektor dan antar tingkatan pemerintah yang berperan dalam penanganan akses sanitasi layak merupakan strategi yang saat ini dinilai efektif. Hal tersebut dikarenakan, sistem pemerintahan Indonesia yang telah membagi ruang lingkup pekerjaan melalui Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) setiap instansi, sehingga diperlukan kolaborasi aksi dengan tujuan agar dapat berkoordinasi guna menyepakati “peran” masing-masing dalam penanganan permasalahan sanitasi.

Pembangunan Nasional Berkelanjutan

Satu diantara pilar pembangunan lingkungan yang merupakan tujuan pembangunan nasional berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu air bersih dan sanitasi layak. Pada sektor sanitasi memiliki target pada tahun 2030, mencapai akses terhadap sanitasi dan kebersihan yang memadai dan merata bagi semua, dan menghentikan praktik buang air besar sembarangan di tempat terbuka, memberikan perhatian khusus pada kebutuhan kaum perempuan, serta kelompok masyarakat rentan (Bappenas, 2020).

Tujuan pembangunan berkelanjutan pada sektor sanitasi tidak akan dapat tercapai jika pemerintah masih memandang permasalahan sanitasi dari berbagai sudut pandang setiap instansi pemerintah, hal tersebut disebabkan bahwa permasalahan yang terjadi saat ini tidak hanya bersumber dari satu sisi permasalahan, melainkan permasalahan yang terjadi saat ini multi aspek, baik dari aspek operasional, aspek kegulasi dan kelembagaan, aspek pembiayaan, aspek advokasi dan komunikasi, aspek peran serta masyarakat serta pelaksanaan pemantauan dan evaluasi. Diperlukan paradigma baru dalam penanganan masalah secara utuh pada semua aspek.

Saat ini telah dikembangkan paradigma baru yaitu Complexcity yang memandang sebuah permasalahan tidak memisahkan aspek-aspek yang berkaitan, melainkan memandang aspek-aspek tersebut adalah satu kesatuan. Paradigma complexity berupaya melihat suatu problem secara utuh untuk mendapatkan sebuah solusi yang dapat mencakup seluruh problematika yang ada. Dengan demikian, solusi yang didapatkan tersebut diharapkan dapat terus berlanjut dan berkelanjutan. Kompleksitas/Complexity muncul karena ada banyak variabel (aspek,komponen) yang harus dipertimbangkan dalam suatu permasalahan akibat interaksi dengan lingkungan. Berdasarkan definisi yang diuraikan, paradigma Complexcity dapat digunakan dalam penyusunan strategi penanganan sanitasi di Indonesia, penanganan sanitasi yang memiliki berbagai aspek yang tidak dapat diselesaikan jika tidak memandang aspek dalam satu kesatuan.

Sustainability science mencoba mendalami pengertian mendasar tentang dinamika sistem manusia-lingkungan, untuk memfasilitasi desain, implementasi, dan evaluasi dari intervensi praktis dalam mewujudkan keberlanjutan pada satu tempat dan konteks tertentu; serta untuk meningkatkan keterkaitan antara “komunitas penelitian dan pencipta inovasi” vs “komunitas manajemen dan penentu kebijakan” (Center for International Development, Harvard University). Sains Keberlanjutan (sustainaibility science) adalah keilmuan yang berorientasi untuk menghasilkan solusi strategis atas isu-isu lingkungan, keanekaragaman hayati, ekosistem tropis, sumberdaya alam, dan sosial-ekonomi menggunakan pendekatan transdisiplin dan berpijak pada paradigma kompleksitas dengan mengutamakan prinsip keterlibatan pemangku kepentingan dan peran kearifan lokal demi tercapainya keberlanjutan bumi dan kesejahteraan umat manusia” (PAH Pengembangan SS, 2017)

Pada konsep sanitasi berkelanjutan/sustainability sanitation terdapat tiga komponen utama yang mendukung terwujudnya sanitasi berkelanjutan. Konsep tersebut merupakan kerangka strategi multi aspek yang saat ini telah diimplemetasikan oleh pemerintah yang disusun dan dipadukan dengan paradigma Sustainainabilty Science. Konsep pemikiran dari komponen-komponen tersebut diuraikan sebagai berikut:

1.      Kebijakan Sanitasi/Sanitation Policy

Kebijakan Sanitasi merupakan komponen yang aktor utamanya yaitu pemerintah, dimana melalui kebijakan sanitasi, pemerintah dapat menetapkan regulasi (Regulation) tentang sanitasi, melakukan kajian dan pengaturan kelembagaan (Organisation) sanitasi serta hal-hal yang berkaitan dengan sumber pendanaan (Economic) dalam pembangunan sanitasi seperti APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten Kota serta dapat juga memetakan sumber-sumber dana potensial yang bersumber dari Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan dan sumber pendanaan lainnya yang bersifat hibah ataupun dari partisipasi masyarakat.

 Pendidikan Sains dan Teknologi/Science and Technology Education

Sains (Science) merupakan sekumpulan pengetahuan empiris, teoretis, dan pengetahuan praktis mengenai dunia alam, yang didapat dan dihasilkan melalui para ilmuwan yang menekankan pengamatan, penjelasan, dan prediksi dari fenomena di dunia nyata (Peursen, 2008). Definisi Teknologi (Technology) yang telah diungkapkan oleh para ahli antara lain yaitu sekumpulan alat, aturan, dan prosedur penerapan dari pengetahuan ilmiah (Manuel Castells, 2004). Teknologi mencakup objek fisik seperti peralatan atau mesin dan alat tidak berwujud seperti perangkat lunak. (Skolnikoff, Eugene B, 1993). Pendapat lainnya mengenai pengertian teknologi bahwa teknologi merupakan suatu bentuk proses yang meningkatkan nilai tambah. Proses yang berjalan tersebut dapat menggunakan atau menghasilkan produk tertentu, dimana produk yang dihasilkan tidak terpisah dari produk lain yang telah ada. Lebih lanjut disebutkan pula bahwa teknologi merupakan suatu bagian dari sebuah integral yang terdapat di dalam suatu sistem tertentu (Miarso, 2007). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), teknologi adalah suatu metode ilmiah yang digunakan untuk mencapai tujuan praktis, dan merupakan salah satu ilmu pengetahuan terapan.

Pendidikan sains adalah proses memahami ilmu secara multi dimensi sehingga beradaptasi melalui kegiatan berpikir kritis terhadap masalah yang muncul terkait perkembangan alam (Kartimi, 2021). Sedangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) adalah usaha yang dilakukan oleh manusia untuk dapat menghasilkan suatu hal yang bernilai lebih (Miarso, 2007).

Melalui uraian definisi yang dikemukakan oleh para ahli, terdapat keterkaitan antara pendidikan sains dan teknologi, sehingga konsep paradigma ini, menggabungkan antara pendidikan sains yang bersifat empiris, teoritis dan praktis dengan ilmu pengetahuan teknologi (IPTEK). Di samping itu, pendidikan sains dan teknologi juga tidak bisa dipisahkan dari konteks budaya masyarakat lokal, regional, nasional dan internasional (Suswandari, 2018). Sehingga, pada komponen pendidikan sains dan teknologi akan menghasilkan karakteristik keilmuan yang memiliki sudut pandang lebih dari satu disiplin ilmu atau multidisiplin.

 Sumber Daya /Resources

Pada komponen sumber daya/resources pada konsep sanitasi berkelanjutan/ sustainaibility sanitation, sumber daya adalah segala sesuatu yang memiliki manfaat/guna/peran dan menambah nilai hidup. Pada komponen ini yang termasuk dari sumber daya yang memiliki manfaat dalam mendukung terwujudnya sanitasi berkelanjutan meliputi sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA), industri dan juga sarana dan prasarana/infrastruktur. Menurut Mathis dan Jackson (2017), sumber daya manusia (SDM) merupakan suatu rancangan sistem-sistem formal dalam suatu organisasi untuk memastikan penggunaan bakat dan potensi manusia secara efektif dan efisien agar bisa mencapai tujuan organisasi. Selanjutnya, sumber daya alam memiliki arti keseluruhan faktor fisik, kimia, biologi dan sosial yang membentuk lingkungan sekitar. Menurut Walter Isard (1972), definisi SDA merupakan keadaan lingkungan dan bahan-bahan mentah yang dapat dimanfaatkan manusia demi memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan.

Komponen sumber daya pada konsep sanitasi berkelanjutan ini juga mempertimbangkan hubungan timbal balik dunia usaha atau industri terhadap lingkungan, sejumlah daerah di Indonesia telah mengatur hubungan timbal balik tersebut melalui peraturan daerah yang mengikat hal tersebut dengan aturan tanggungjawab sosial dan lingkungan. Sehingga, dunia usaha atau industri memiliki potensi mendukung tercapainya sanitasi berkelanjutan. Di samping hubungan timbal balik berupa tangungjawab sosial dan lingkungan, industri juga berperan dalam mengaktualisasikan hasil dari pemikiran atau riset dari para ilmuan.

Penulis : Ir. Reza Wahyudi, S.T., M.T. (Mahasiswa Doktoral Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, IPB University)

 

 

 

 

Share:
Komentar

Berita Terkini