KALBARNEWS.CO.ID
(JAKARTA) - Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI)
mengatakan bahwa pencatatan terkait banyaknya jumlah kasus penyakit jantung di
daerah telah terjadi kesenjangan, sehingga data pelaporannya belum merata. Jumat (25 November 2022)PERKI: Pencatatan Terkait Penyakit Jantung Di Daerah Belum Merata
“Saya tidak bisa memakai data Riskesdas 2018 (sebagai acuan
banyaknya kasus) karena ada diskrepansi antara angka kesakitan dan kematian.
Justru kasus ada di provinsi tertentu seperti di Kaltara, Sulawesi Utara, tapi
di Irian justru tidak ada catatan datanya. Jadi karena sistem pencatatannya
belum merata,” kata Ketua Umum PERKI Radityo Prakoso dalam konferensi pers
ISICAM 2022 yang diikuti di Jakarta.
Radityo menuturkan, pihaknya saat ini tidak bisa memastikan
daerah yang memiliki jumlah kasus kematian ataupun kesakitan tertinggi karena
data yang berbeda dengan kejadian sebenarnya di lapangan.
Beberapa provinsi seperti di Irian, Papua, tidak memiliki
data sehingga tidak bisa dipastikan apakah benar daerah itu tidak memiliki
kasus kematian ataupun kesakitan, atau kemungkinan tidak terlaporkan.
Namun dapat dipastikan berdasarkan Riskesdas 2018, penyakit
stroke menjadi penyumbang utama kematian tertinggi di Indonesia, disusul oleh
penyakit jantung di peringkat kedua.
“Kemudian kalau dilihat dari faktor risiko baik penyebab
kematianya pada laki-laki dan perempuan, memang penyakit jantung jadi penyebab
utama kematian-kematian itu data dari Riskesdas 2018,” ucapnya.
Pendataan yang tidak merata itu, akhirnya berimbas pada
distribusi dokter spesialis jantung. Saat ini, provinsi yang paling banyak
memiliki dokter jantung adalah DKI Jakarta dengan tingkat kerapatan satu
banding 38 ribu penduduk.
“Jadi satu dokter jantung melayani 38 ribu penduduk
sedangkan target kita satu dokter jantung untuk 100 ribu penduduk,” katanya.
Kemudian dia menyebut jika terdapat beberapa daerah di Papua
seperti Papua Selatan dan Papua Pegunungan yang sama sekali tidak memiliki
dokter jantung.
Sembari terus berupaya meningkatkan kuantitas dokter dan
perbaikan data bersama pemerintah, PERKI melakukan update informasi
melalui continue medical education melalui 1.600 dokter
jantung yang ada dan menggunakan teknologi seperti zoom, sehingga pemberian
layanan pada masyarakat dapat jauh lebih baik.
Kedua, PERKI juga menyediakan tempat pendidikan bagi dokter
spesialis. Dimana terdapat 13 rumah sakit yang sudah mampu menyediakan
pelatihan (training) bagi tenaga kesehatan dan akan meningkatkan jumlah
universitas yang mendidik calon dokter jantung melalui hospital base education
dan pendidikan fellowship.
“Nanti akan kita jajaki untuk membuat bagimana pendidikan
ini terjaga kualitasnya. Jadi yang penting bukan kuantitas banyak, tapi
kualitas rendah itu akan membahayakan masyarakat. Jadi kami menjaga kuantitas
dan kualitas dijaga agar lebih baik,” ujarnya.
“Kita juga bekerja sama dengan center-center di luar negeri
untuk membantu mendidik dokter jantung. Salah satunya melalui program
intervensi koroner dan kita juga ada intervensi anak yang juga bekerja sama
dengan center-center luar,” tambah Radityo.(Tim Liputan)
Editor : Aan