![]() |
Firli Bahuri Ketua KPK RI |
Survei
Penilaian Integritas (SPI) merupakan alternatif pengukuran yang digunakan KPK
sebagai upaya untuk memetakan risiko korupsi dan pencapaian upaya pencegahan
korupsi yang dilakukan oleh setiap K/L/PD.
SPI diharapkan dapat menjaga integritas kebangsaan dalam mencegah dan
memberantas korupsi.
Survei
Penilaian Integritas (SPI) merupakan
sebuah amanat dari rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN). Oleh
karena itu, KPK terus menyempurnakan sistem SPI agar lebih baik lagi dari
tahun-tahun sebelumnya.
Survei
Penilaian Integritas (SPI) juga merupakan
alat yang digunakan untuk melakukan deteksi dini potensi terjadinya
korupsi, dimana SPI dapat digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana seseorang
sadar untuk tidak melakukan korupsi, bahkan
dapat mengukur sejauh mana sistem
bekerja secara efektif mencegah terjadinya
korupsi. Karena korupsi terjadi disebabkan oleh sistem yang lemah,
sistem yang buruk dan sistem yang gagal.
Dari
pengukuran SPI tahun 2021, setidaknya diketahui 5 area rawan terjadinya
korupsi, yakni penyalahgunaan fasilitas kantor, jual-beli jabatan, gratifikasi,
suap, dan trading in influence.
Pada tahun
2021, KPK telah melaksanakan pengukuran SPI pada K/L/PD di Indonesia.
Berdasarkan pengukuran tersebut, diperoleh skor indeks integritas nasional
mencapai 72,4 atau berhasil melewati target RPJMN 2020-2024 dengan skor 70.
Dari hasil
pengukuran SPI 2021 tersebut, KPK menaruh harapan agar K/L/PD dapat
menindaklanjuti rekomendasi perbaikan sistem antikorupsi yang telah
direkomendasikan.
Karenanya
semua elemen bangsa harus bahu membahu dan menjadikan korupsi sebagai musuh
bersama (common enemy). Karena korupsi
selain merusak sendi- sendi kehidupan
berbangsa dan bernegara, korupsi juga merusak sistem perekonomian. Akibatnya,
kita semakin jauh dari tujuan bernegara yaitu mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat. Pada akhirnya kita gagal mewujudkan negara.
Indikator itu dapat dilihat dari layanan publik masih
buruk, tingkat kesehatan rendah, pendidikan yang tidak terjamin, tingkat
pendapat masyarakat yang masih memprihatinkan, dan banyak lagi indikator negara
makmur yang belum bisa
dicapai.
Dengan kata lain, harapan untuk mewujudkan Indonesia sebagaimana negeri impian
pun, bak jauh panggang dari api.
Perbaikan
Sistem
Dari temuan
dan kajian yang dilakukan oleh KPK, ternyata banyak sistem di Indonesia yang
justru membuka celah terjadinya tindak pidana korupsi. Misalnya, prosedur
pelayanan publik menjadi rumit, sehingga memicu terjadinya penyuapan. Tidak
saja yang berkaitan dengan pelayanan publik, tetapi juga perizinan, dan
pengadaan barang dan jasa juga masih akrab dengan praktik praktik korupsi.
Kesemua itu,
baik karena sistemnya lemah, buruk, maupun sistemnya gagal bahkan yang lebih
menjadi keprihatinan kita semua karena masih ada sistem yang ramah membuka
celah peluang dengan praktik - praktik korupsi. Inilah juga yang dikenal
korupsi karena desain atau corruption by design. segera harus dilakukan
perbaikan. Karena sistem yang baik, bisa menutup celah dan peluang atau
setidaknya meminimalisasi terjadinya tindak pidana korupsi.
KPK pun
sudah banyak melakukan upaya perbaikan sistem. Dari berbagai kajian yang
dilakukan, KPK memberikan rekomendasi kepada kementerian, lembaga terkait dan
pemerintah daerah untuk melakukan langkah - langkah perbaikan, yang harus
diikuti dengan penataan layanan publik melalui koordinasi dengan instansi yang
berwenang untuk melaksanakan pemberantasan korupsi dan instansi yang
melaksanakan tugas pelayanan publik. Kpk pun meminta laporan sistem pencegahan
korupsi, serta mendorong transparansi dalam tata kelolah keuangan dan
pemerintahan sesuai dengan prinsip prinsip good goverment and clean governance.
Dalam hal
mendorong transparansi penyelenggara negara, KPK menggunakan pendekatan berupa
pelaporan laporan harta kekayaan pemeyelenggara negara (LHKPN) dan pelaporangratifikasi.
Untuk LHKPN, setiap penyelenggara negara wajib melaporkan harta kekayaan kepada
KPK. Sedangkan untuk gratifikasi, kpk juga menggalakan pelaporan gratifikasi
online atau E-Gol. penerima wajib melaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari
sejak diterimanya gratifikasi atau pegawai negeri bersangkutan dianggap
menerima suap.
Diharapkan
korupsi yang disebabkan oleh sistem yang
lemah, buruk, bahkan gagal, dapat dicegah atas ikhtiar segenap elemen bangsa
dalam menjalankan berbagai rekomendasi yang telah disampaikn oleh KPK. Kita
terus bekerja untuk tindakan - tindakan pencegahan supaya korupsi tidak terjadi. Pencegahan menjadi
penting, pendidikan masyarakat merupakan hal fundamental. Begitu juga penindakan
terus kita lakukan karena korupsi belum hilang hingga 100 %. Kita berkomitmen
untuk membersihkan dan membebaskan Negeri dari Korupsi.** (Penulis : Firli
Bahuri Ketua KPK RI)
Sumber :
Jaringan Media Siber Indonesia/JMSI