Prof Dr Henny Herawati: Atasi Banjir Dengan Sinergitas Pemerintah, Stakeholder dan Masyarat

Editor: Redaksi author photo
Prof. Dr. Henny Herawati, ST, MT, Saat Sampaikan Materi

KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) - Pakar Teknik Sumber Daya Air Fakultas Teknik Universitas Tanjugpura Prof. Dr. Henny Herawati, ST, MT, mengatakan curah hujan yang lebat terjadi di sejumlah daerah di Kalbar, menyebabkan banjir yang melanda di daerah perhuluan sungai Kapuas.

Selain itu, ada beberapa faktor lainnya  yang juga mendukung yang menyebabkan bencana banjir. "Bencana banjir di sejumlah daerah di Kalbar, salah satu penyebabnya adalah hujan lebat yang terjadi di kawasan tersebut, selain hujan faktor lainnya yang berpengaruh terhadap banjir adalah jenis tanah, tutupan lahan, dan pengolahan lahan," ungkapnya, saat ditemui di sela-sela acara Pelatihan Peningkatan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional (PEKERTI), Sabtu (6/11/2021).

Prof Henny begitu ia akrab di sapa kembali menjelaskan bahwa banjir adalah meluapnya muka air sungai akibat aliran sungai yang relatif tinggi dan tidak lagi tertampung oleh penampang sungai yang ada.

"Banjir merupakan peristiwa meluapnya air dari badan sungai akibat limpasan air hujan yang relatif tinggi dan tidak mampu ditampung oleh penampang sungai atau dapat dikatakan kondisi muka air jauh di atas normal," ujar alumni Fakultas Teknik Untan Pontianak ini.

Prof Henny yang kesehariannya selaku Dosen Fakultas Teknik Untan ini mengatakan faktor lain yang menyebabkan banjir dengan adanya konversi tutupan lahan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan keinginan melakukan konversi lahan menjadi lahan budidaya, sehingga lahan dibuka untuk pemukiman, lahan awalnya merupakan lahan tertutup atau kawasan hutan dibuka untuk lahan pertanian atau perkebunan.

"Perubahan atau konversi lahan, menyebabkan jenis tutupan lahan berubah, hal ini juga merupakan salah satu penyebab terjadinya kerusakan daerah aliran sungai (DAS), sehingga hidrograf aliran pada DAS tersebut berubah dari kondisi baik menjadi tidak baik," ujarnya.

Upaya yang harus dilakukan sebagai solusi dalam mengatasi pencegahan banjir ini, harus adanya sinergitas pemeritah, stakeholder serta masyarakat sekitarnya.

"Peran pemerintah dan stakeholder yang sigap mengatasi banjir sangat diharapkan, terutama sektor-sektor yang berwenang menangani masalah banjir, harus adanya sinergitas antar institusi baik Dinas Pekejaan Umum, Kehutanan, Perkebunan, Pertanian, Lingkungan Hidup dan institusi lainnya, selain itu masyarakat harus tangguh untuk beradaptasi terhadap lingkungan," ujar Prof Henny yang menyelesaikan gelar S2 di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Prof Henny melanjutkan upaya yang harus dilakukan juga adalah upaya pengendalian banjir dan adanya peringatan dini sebagai informasi awal pencegahan kawasan rawan banjir, pemerintah harus memberikan edukasi semacam peringatan dini kepada masyarakat, terhadap bencana banjir.

"Kita berharap pemerintah melakukan peningkatan upaya-upaya mitigasi dan pro aktif untuk memberikan informasi yang cepat sebagai peringatan dini kepada masyarakat, agar selalu waspada terhadap datangnya bencana banjir, sehingga masyarakat dapat sigap atau ada persiapan untuk menyelamatkan barang-barang yang berharga atau persiapan untuk mengungsi," ujarnya. 

Ia menambahkan peran masyarakat yang tangguh dalam menjaga lingkugan harus tetap terjaga.

"Beradaptasi dengan lingkungan, yang kita ketahui sejak zaman nenek moyang kita dahulu yang disebut kearifan lokal, seperti di daerah hulu. Kita sering menjumpai rumah-rumah lanting, yang harus kita garis bawahi rumah lanting ini bukan jamban, akan tetapi rumah lanting ini tempat warga bermukim di atas permukaan sungai yang merupakan kearifan lokal bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai atau dipinggiran sungai," ujarnya.

Prof Henny mengatakan pencegahan banjir ini juga perlu adanya edukasi, sinergitas antara perguruan tingi dengan pemerintah dan bersama-sama dengan masyarakat. Pemerintah daerah bisa saja bekerjasama dengan peneliti dari perguruan tinggi untuk menggali dan mencari solusi yang tepat dalam penangganan dan pengendalian banjir serta melakukan evaluasi terhadap penyebab banjir.

"Pemerintah daerah dan perguruan tinggi bisa saja kerjasama memberikan edukasi kepada masyarakat, bahwa jika mereka memang sudah terbiasa hidup di pinggir sungai, mereka perlu mengetahui kondisi-kondisi yang mungkin terjadi di kawasan itu, kemudian dapat beradaptasi dan mempunyai pengetahuan tentang resiko kawasan tersebut, selain itu pemerintah tetap perlu melakukan evaluasi terhadap faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya banjir," ujarnya.

Prof Henny mengatakan dalam mengelola sebuah sungai ada tiga prinsip, yakni terpadu, menyeluruh dan terus menerus.

"Untuk menjalankan prinsip ini juga diperlukan adanya kesadaran dari semua stakholder untuk beradaptasi terhadap kondisi yang terjadi, kita tidak bisa kembali pada puluhan tahun kebelakang, akan tetapi yang bisa kita lakukan sekarang adalah beradaptasi, walaupun disisi lainnya pemerintah juga perlu melakukan evaluasi terhadap dampak konversi lahan sesuai tupoksi dimiliki," ujarnya.

Kemudian Prof Henny menambahkan dalam pengelolahan sungai harus dilakukan perencanaan yang baik.

"Dalam suatu perencanaan dan pengelolaan wilayah sungai harus dilakukan secara terpadu dan menyeluruh, satu  sungai memiliki satu perencanaan, baik di hulu, tengah dan hilir "one river one management", satu sungai satu pengelolaan, tidak bisa setiap daerah mengklaim, akan tetapi harus bersama-sama dalam mengatur dan menjaga daerah aliran sungai, dalam rangka mengurangi potensi banjir dengan menjaga kondisi daerah aliran sungai tersebut tetap baik. Perlu perencanaan dan mengaturan suatu strategi baik sebelum terjadi bencana, saat terjadi bencana atau setelah bencana terjadi," harapnya. (tim liputan***).

Editor : Aan

Share:
Komentar

Berita Terkini