Prof. Dr. Henny Herawati, ST, MT, |
Peneliti
dari Universitas Tanjungpura Pontianak, Prof. Dr. Henny Herawati, ST, MT,
mengatakan ada metode pertanian di lahan gambut, yang masyarakat dapat memperoleh
pengetahuan tentang budi daya pertanian tanpa melakukan pengolahan lahan dengan
membakar lahan di lahan gambut.
"Masyarakat
petani yang tinggal di area gambut dalam bercocok tanam, biasanya lebih mudah
dan paling murah membuka lahan dengan cara membakar agar tanah menjadi subur.
Untuk meningkatkan kesuburan tanah gambut ini bisa menggunakan abu atau disebut
biochar yang dapat menetralkan sifat asam di tanah gambut. Dengan adanya abu
ini, kemampuannya dapat meningkatkan pH tanah atau dapat mengurangi sifat asam
di tanah gambut, sehingga tanaman menjadi subur," ujarnya, saat ditemui,
di Pontianak.
Prof Henny
begitu panggilan akrab Dosen Tenik Untan Pontianak yang memiliki Kosentrasi
Bidang Ilmu Teknik Sumber Daya Air, mengatakan jika di area gambut ini sering
dilakukan pembakaran, akan terjadi kerusakan lingkungan, padahal bertani di
lahan gambut ini sangat subur. "Sesungguhnya unsur haranya gambut itu kaya
dan subur, coba kita bayangkan di lahan gambut ini, ada tanaman seperti pakis
tumbuh subur padahal tidak ditanam. Kalau area gambut ini dibakar terus,
tanaman suburnya sebentar, akan tetapi jangka panjangnya, unsur yang bisa
menyuburkan tanaman akan hilang," ungkapnya.
Untuk itu
Prof Henny, mengungkapkan ada teknologi pertanian di lahan gambut ini, tanpa
harus membakar. "Pertanian dengan pengolahan lahan tanpa bakar ini
sesungguhnya, bertani tanpa membakar lahan, yakni dengan menyiapkan drum
pembakaran untuk membakar sisa-sisa akar pohon atau limbah pertanian untuk
menghasilkan biochar yang dibutuhkan tanah dengan menetralkan sifat asam pada
tanah gambut ini, sehingga tanaman tumbuh subur," ujarnya.
Lahan Gambut
Harus Dijaga Kelembabannya
Selain itu,
kata Prof Henny, yang juga alumni Teknik Sipil Untan ini, ada cara lain lagi
agar tanaman di lahan gambut ini bisa subur, yakni dengan cara penggunaan
decomposer.
"Jadi
tanah itu diolah dengan inovasi dalam teknologi decomposer, dengan bahan yang
ada di sekitarnya, salah satunya yaitu lumpur laut, sehingga dapat meningkatkan
kesuburan tanah, karena pada prinsipnya bahwa tanah gambut ini subur, hanya
karena sifatnya saja yang asam, sehingga dengan cara penggunaan decomposer ini
juga bisa menghilangkan sifat asam ini atau sifat tanah menjadi netral. Jika
cara-cara ini bisa dilakukan, yaitu pengolahan lahan tanpa membakar, lahan
gambut dapat ditanami dengan subur, dan sekaligus menjaga lingkungan,"
ucapnya.
Ia
menambahkan kegiatan pembuatan biochar dengan menggunakan drum pembakaran
pernah dilakukan di Desa Wajok Hilir, Kabupaten Mempawah bersama masyarakat dan
Tim Pelaksana Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Universitas Tanjungpura
(Untan) Pontianak yang dilaksanakan dengan dana hibah dari Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat (DRPM) Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementerian Riset,
Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional pada Skim Pengembangan Desa Mitra
(PPDM), dalam rangka mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan membuat
demplot atau kebun percontohan tanaman di lahan tanpa bakar.
"Kegiatan
kita di Desa Wajok Hilir ini bertujuan agar masyarakat dapat memperoleh
pengetahuan tentang bercocok tanam, tanpa melakukan pengolahan lahan dengan
membakar di lahan gambut. Untuk demplot pertanian sebelum dilakukan praktik,
terlebih dahulu dilakukan pelatihan dan penyuluhan. Dari kegiatan ini
diharapkan di masa yang akan datang lahan gambut dapat lebih produktif dan
tetap terjaga kualitasnya,” harap Prof Henny, yang menyelesaikan gelar S2-nya
di Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.
Selain ada
keuntungan bercocok tanam di lahan gambut ini, juga menjaga ekosistem di area
tersebut.
"Kita
menilai keuntungan tidak hanya diukur dari hasil panen, akan tetapi dari
ekosistem juga sangat besar, karena lahan gambut ini harus dijaga
kelembabannya, masyarakat yang tinggal dan bercocok tanam di are tersebut,
lingkungnya harus tetap terjaga dengan baik dan menjadi lahan yang produktif,
kemudian keuntungan dari ekosistem, karbon oksigen yang berproduksi,
habitat-habitan lainnya yang di tempat lahan kering tidak ada. Jika ini bisa
dijaga, menjadikan suatu nilai yang tidak bisa diukur dengan materi,"
ujarnya.
Prof Henny
juga mengungkapkan pada tahun 2017, ketika dirinya baru saja menyelesaikan S3
di Universitas Diponegoro, yang juga pada waktu itu bertepatan dengan Badan
Restorasi Gambut (BRG) juga mulai laksanakan programnya pada lahan gambut.
"Saya
sempat juga terlibat dalam kegiatan Badan Restorasi Gambut tahun 2017,
kegiatannya adalah untuk pembuatan sekat kanal, dahulu kita membuka lahan
dengan membuat saluran-saluran, bahkan ada dengan ukuran yang besar. Ternyata
saluran ini setelah dibuka, dapat mengeluarkan air, sehingga air tanah akan
mengering di lahan tersebut walaupun di musim hujan, dan tinggi muka air tanah
ini semakin mengering pada musim kemarau, yang menyebabkan lahan gambut mudah
terbakar di bagian atasnya," jelasnya.
Prof Henny
melanjutkan, dalam salah satu kegiatan Restorasi Gambut tersebut membuat sekat kanal, yang berfungsi
untuk menahan lajunya air yang keluar.
"Pada
musim kemarau sekat kanal ini bisa difungsikan, untuk menjaga tinggi muka air
tanah sehingga terjaga kelembabannya dan menjaga lingkungan di area lahan
gambut ini," ujarnya.
Tantangan di
daerah Kalbar ini adalah memiliki wilayah yang cukup luas, untuk itu Prof
Henny, memberikan saran kepada Pemerintah Daerah, memulai untuk menggiatkan
upaya-upaya kemasyarakatan atau pembangunan partisipatif.
"Masyarakat
dibuat pintar, untuk diberikan pendidikan supaya mereka bisa membangun secara
partisipatif agar mampu menjaga dirinya sendiri dan bisa meningkatkan
kesejahteraannya, tanpa harus selalu menunggu dan berharap bantuan dari
pemerintah," ujarnya.
Untuk itu
menurut Prof Henny, kedepannya adanya sinergi semua elemen masyarakat dan
pemerintah daerah.
"Kita
berharap bersinergi antara dunia pendidikan, tokoh masyarakat, organisasi
masyarakat, untuk memberi pembelajaran kepada masyarakat, seperti penyediaan air
bersih, kemudian di bidang pertanian, seperti yang pernah kita lakukan di Desa
Wajok Hilir pada tahun 2020 dengan melakukan sosialisasi menggunakan drum
pembakaran melalui metode pembakaran minim oksigen dari sisa sampah atau limbah
yang bisa dibakar untuk menghasilkan biochar, dan mitra PKM kita ini
memanfaatkan pekarangan rumah dengan menyediakan polibag untuk menanam cabe,
dan hasilnya sangat baik," ujarnya. (tim liputan*).
Editor : Aan