KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK)
- Perubahan iklim menurut Intergovemmental
Panel on Climate Change (IPCC) sebagai perubahan yang terjadi terhadap iklim
dari waktu kewaktu baik karena faktor
alam maupun dampak dari aktivitas
manusia.Eli Sutiawati, Mahasiswa S2 Magister Ilmu Lingkungan Universitas Tanjungpura
Menurut United Nations Framework
Convention on climate Change
(UNFCC) bahwa perubahan iklim yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung
dengan aktifitas manusia mampu merubah komposisi atmosfir bumi yang
mengakibatkan perubahan variasi iklim
dapat diamati dan dibandingkan selama kurun waktu tertentu.
Perubahan iklim mengacu pada adanya
perubahan dari hasil observasi dan hasil
proyeksi terhadap komponen iklim rata
rata bumi (suhu udara, curah hujan).
Peningkatan Gas Rumah Kaca (GRK) yang berlebihan telah menimbulkan
terjadinya perubahan iklim global yang dapat menurunkan kualitas lingkungan
hidup dan derajat kesehatan manusia.
Gas Rumah Kaca adalah gas-gas di atmosfir yang dapat menangkap panas
matahari, yang termasuk gas rumah kaca yang ada di atmosfir antara lain adalah
Carbondiksida (CO2) Nitrogen Dioksida (N2O).Metana(CH4),
dan Freon (SF6).
Isu lingkungan hidup yang berdampak terhadap sistem kehidupan di bumi ini
adalah perubahan iklim (climate change).
Fenomena dampak perubahan iklim dirasakan diseluruh dunia termasuk Indonesia.
Kemarau tiba panas gerah terasa, tanah gersang, tanaman mengering,
kebakaran hutan, kabut asap menyesakkan dada. Jika musim hujan tiba air meluap banjir melanda, Topan badai, tanah
longsor jadi berita.
Pemberitaan Antara.com News Badan Penanggulangan Bencana Nasional (PNPB)
Abdul Muhari melaporkan bahwa ada 1805 kejadian bencana alam melanda Indonesia
pada bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2021 merinci bahaya banjir sebanyak 733 kejadian, cuaca ektrim 475,
tanah longsor 342, karhutla 205, gempa bumi 23, gelombang pasang dan abrasi
22 dan kekeringan 5 kejadian.
Dampak perubahan iklim mempengaruhi tingkat kesejahteran masyarakat.
Pekerja informal yang paling merasakan dampaknya. Mereka tidak bisa mencari
rejeki untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Jumlah pekerja informal di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
mencatat jumlah pekerja informal mencapai
78,14 juta orang pada Februari 2021.
Hubungan utama antara Perubahan Iklim dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) telah diteliti
pada Tinjauan Literatur yang telah dipublikasikan antara tahun 2005 dan tahun 2010.
Hasil studi
ini menyoroti Lima kategori bahaya
yang berpotensi menimbulkan dampak langsung atau tidak langsung pada pekerja terkait perubahan iklim seperti:
gelombang panas, polutan udara, radiasi
ultraviolet, kejadian cuaca ekstrem, dan penyakit menular vektor dan zoonosis.
(Ariane et al, 2016).
Tinjauan literatur lain menunjukkan bahwa dampak perubahan
iklim terhadap kesehatan
dan keselamatan pekerja
cenderung meningkatkan prevalensi, distribusi (sebaran), dan tingkat keparahan paparan terhadap bahaya
perubahan iklim yang
mengakibatkan peningkatan kejadian morbiditas (angka kesakitan),
mortalitas (angka
kematian), dan cedera pada pekerja.
(Paul A. Schulte, 2009).
Pengertian prevalensi
adalah proporsi dari populasi yang memiliki karateristik tertentu pada suatu
periode tertentu.
Peraturan pemerintah mengatur
melalui Permenkes No. 1018 tahun 2011
Tentang Strategi Adaptasi Kesehatan Terhadap Dampak Perubahan Iklim, kebijakan tersebut
memuat langkah-langkah pencegahan yang harus dilakukan
agar masyarakat dapat menyesuaikan perilaku terhadap potensi bahaya
perubahan iklim (Kemenkes, 2011).
Permenkes nomor 035 tahun 2012 tentang pedoman identifikasi faktor
resiko kesehatan akibat perubahan iklim.
Mengacu kepada peraturan
tersebut strategi adaptasi sektor kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang
bisa dilakukan terhadap dampak perubahan iklim adalah sebagai berikut :
1.
Sosialisasi dan advokasi kepada masyarakat pekerja
2.
Pemetaan faktor resiko daerah yang rentan perubahan iklim
3.
Peningkatan sistem tanggap darurat bencana
simulasi dan pelatihan
4. Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) tentang upaya kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) dalam menghadapi Dampak perubahan iklim.
5.
Peningkatan pengendalian dan pencegahan penyakit akibat Dampak perubahan
iklim
6.
Peningkatan Kemitraan dengan industri / Perusahaan misalnya melalui dana
CSR dalam penanggulangan Dampak Perubahan Iklim.
7.
Peningkatan pemberdayaan melalui Pos
UKK( Pos Upaya Kesehatan Kerja)
8. Peningkatan Surveilens dan sistem Informasi
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) akibat Dampak perubahan iklim
9. Identifikasi faktor resiko bahaya
akibat Dampak bencana; bahaya Fisik, bahaya
Kimia, Bahaya Biologi, Ergonomi, dan psikososial.
10. Identifikasi Faktor resiko kesehatan
akibat perubahan iklim; penyakit tular
vektor (Vectorborne desease), penyakit
tular air dan makanan (water and
foodborne desease), penyakit tular udara(airborne desease), penyakit tidak menular (PTM).
Terjadinya perubahan
iklim akan menurunkan kualitas lingkungan hidup dan berbagai macam faktor
resiko kesehatan.
Masyarakat pekerja harus mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim sebagai
proses penyesuaian dan respon terhadap dampak perubahan iklim.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Keluarga sehat Pekerja sehat Keluarga Bahagia, Sehat Bugar Produktif. (Penulis
: Eli Sutiawati/Mahasiswa S2 Magister Ilmu Lingkungan Universitas Tanjungpura).
Editor : Aan