KH. Afifuddin Muhajir |
KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Untuk melawan covid-19, tawakal dan ikhtiar harus dilakukan secara bersamaan, hal itu disampaikan Rois Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Afifuddin Muhajir, Ia menjelaskan bahwa dalam menghadapi virus Covid-19, tawakal dan ikhtiar harus dilakukan secara bersamaan.
Menurutnya, tawakal saja tanpa ikhtiar itu tak benar, dan ikhtiar
saja tanpa tawakal juga tak benar. Sebab dalam ajaran Islam tawakal dan ikhtiar
tidak sendiri-sendiri, akan tetapi harus secara bersamaan.
“Pertama-tama kita harus tawakal kepada Allah. Allah berfirman,
katakan Muhammad bahwa tidak akan menimpa kepada kita kecuali yang sudah
ditakdirkan,” ujar Kiai Afif.
Kemudian, dalam acara Pembacaan Tahlil dan Sholawat Nariyah Hari
ke-19 tersebut, beliau juga menyampaikan bahwa menjauhi virus Covid-19 sudah
menjadi perintah Allah SWT.
Allah SWT berfirman, “Janganlah kamu mencapai dirimu ke dalam
kebinasaan, janganlah kamu melakukan sesuatu yang bisa menyebabkan kamu binasa,
janganlah kamu meninggalkan sesuatu yang bisa membuatmu binasa.”
“Melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang menyebabkan kita
binasa itu dilarang oleh Allah,” ujarnya.
Sementara Nabi Muhammad juga telah bersabda, “Hendaklah kamu lari
dari orang yang punya penyakit lepra, sebagaimana kamu lari dari singa.
Artinya, karena penyakit itu menular.”
“Akan tetapi ada perbedaan antara lepra dengan Corona. Lepra itu
nyata, oleh karena itu mengindahkan gampang, beda dengan Corona yang tidak
tampak. Kita sama-sama tidak tahu siapa yang benar-benar sehat atau positiif
corona,” katanya.
Oleh karena itu, kaidah yang ada bisa dibalik. Jika kaidah asalnya
mengatakan pada dasarnya manusia itu sehat kecualai yang nyata sakit. Sekarang
dibalik, pada dasarnya manusia semua itu sakit, kecuali mereka yang telah
dinyatakan negatif Corona.
“Dasarnya suudzon gapapa dalam konteks ini, artinya ini kita
sama-sama berburuk sangka bahwa orang ini Corona,” tegasnya.
Protokol Kesehatan, Kesepakatan
Ulil Amri Dalam
kesempatan tersebut, Kiai Afif menyebut salah satu upaya yang harus dilakukan
untuk melawan virus Covid-19 adalah menaati protokol kesehatan yang telah
disepakati di antara Ulil Amri.
“Yang saya maksud Ulul Amri dalam konteks ini adalah tiga
kelompok, Ulul Amri dalam politik adalah pemerintah, Ulil Amri dalam ilmu
syariah adalah ulama, sedangkan Ulil Amri di bidang kesehatan adalah pakar
kesehatan,” ujarnya.
Di negara ini tiga kelompok tersebut sudah sinergi. Akhirnya
membuat keputusan bahwa masyarakat semua wajib menaati protokol kesehatan.
Meskipun sesungguhnya tanpa ada keputusan Ulil Amri, masyarakat wajib hukumnya
menaati protokol kesehatan. Karena dengan itu kita bisa menjaga diri agar tidak
tertular dan menjaga orang lain.
Ada kaidah mengatakan, sesuatu yang diwajibkan pemerintah kalau
aturan itu dari sananya memang sudah wajib dan kemudian diwajibkan negara maka
tambah wajib. Demikian pula persoalan, jika secara syariah mubah-mubah saja,
tapi diwajibkan negara maka menjadi wajib selama mendatangkan kemaslahatan umum.
“Ini protokol kesehatan dari sananya sudah wajib dan diwajibkan
negara maka menjadi semakin wajib. Tetapi yang disayangkan, masih ada
masyarakat yang ngeyel. Yang tidak mau taat pada peraturan negara yang sangat
baik ini. Saya melihat orang-orang tersebut adalah yang tidak tahu tapu tidak
tahu jika mereka itu tidak tahu,” ucapnya.
“Mereka adalah orang-orang bodoh,. Ini yang disebut jahlul
murakkab. Maka benar yang dikatakan Imam Syafi’i, setiap aku berdebat dengan
orang alim pasti aku jadi pemenangnya, tapi jika aku berdebat dengan orang
bodoh pasti mereka pemenangnya. Itu kan repot,” lanjut beliau.
Itu ikhtiar secara medis. Selain tiu juga ada ikhtiar secara
spiritual, doa kepada Allah. Pertanyaannya, apakah yang kita lakukan ini
mustajab? Kenapa ada pertanyaan seperti itu? Karena memang syarat dikabulkannya
doa itu banyak, salah satunya ya bersih itu. Sementara kita di sini banyak
berlumuran dosa. Praktik ketidakadilan terjadi di mana-mana, kecurangan dan
korupsi. ini yang mungkin menjadi tanda tanya besar bagi kita.
Oleh karena itu, kita tidak cukup berdoa yang tidak kalah
pentingnya adalah taubat. Taubat esensinya adalah berhenti dari melakukan doa
dan berkomitmen untuk tidak melakukan dosa kembali.
“Mudah-mudahan kita disadarkan dengan peristiwa yang sangat besar
ini kita merasa melakukan dosa, Instrospeksi
diri, musahabah sehingga kita sadar sesungguhnya kita ini banyak dosa sehingga
kita harus bersimpuh minta ampun agar doa-doa kita diterima oleh Allah SWT.
Insyaallah doa dia kita akan dikabulkan termasuk segera dicabutnya virus
Corona,” pungkasnya. (Sumber : Dakwah NU).
Editor: Aan