Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso |
KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan etiap negara tak mungkin diperlukan kerjasama ekonomi antar negara. Namun kerjasama yang dibangun mesti saling menguntungkan dan setara.
“Jangan
sampai, kepentingan ekonomi yang berpondasi investasi asing tersebut merugikan
salah satu pihak, apalagi mengganggu kepentingan nasional,” ujar Ketua Umum DPP
LDII KH Chriswanto Santoso, kepada sejumlah media kemarin.
Menurutnya,
perputaran invetasi dan perdagangan internasional mau tak mau bersinggungan dengan
ideologi sebuah negara.
“Sistem
perekonomian nasional kita diatur dalam Pasal 33 UUD 1945. Di dalamnya terdapat
prinsip demokrasi ekonomi seperti usaha bersama dan berasaskan kekeluargaan,”
ujarnya. Ideologi yang terkandung dalam pasal tersebut, menurut KH Chriswanto
Santoso, berpihak terhadap rakyat sebagaimana Pembukaan UUD 1945.
Dalam
pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4 disebutkan bahwa tujuan Negara Republik
Indonesia adalah melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Secara
konstitusional, Pemerintah berkewajiban memproteksi masyarakat pada umumnya dan
pelaku usaha domestik khususnya, “Di sinilah investasi asing harus dilihat
saling menguntungkan, kesetaraan, atau justru menjadi penjajahan baru,”
imbuhnya.
Ia
mengatakan, pihaknya mendukung kebijakan pemerintah yang mengatur persyaratan
kepemilikan modal, perizinan, hak dan kewajiban berbagai pihak, transaksi
perdagangan, penyerapan tenaga kerja, kontribusi bagi negara dan pengawasan
kegiatan usaha investor asing.
“Bila
berbagai hal tersebut tidak diperhatikan, selain bakal menghambat pertumbuhan
ekonomi nasional. Juga rawan dengan konflik sosial dan larinya keuntungan yang
tak semestinya ke luar negeri,” ujarnya.
Sementara
itu, Akademisi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta Ardito
Bhinadi, yang sekaligus Ketua DPP LDII mengatakan investasi asing di Indonesia
dibutuhkan sebagai pendamping investasi dalam negeri.
“Karena
diakui modal invesatasi dalam negeri belum mencukupi untuk kebutuhan
pembangunan nasional. Untuk itu, investasi asing diarahkan untuk kepentingan
nasional, selain untuk menumbuhkan ekonomi dan meningkatkan kesempatan kerja,”
tuturnya.
Para
investor dari mancanegara itu, membawa modal masuk ke Indonesia berupa modal
fisik, teknologi, bahkan tenaga kerja, “Adakalanya mereka juga membawa tenaga
kerja dari negeri mereka ke Indonesia,” ujarnya.
Senada
dengan KH Chriswanto Santoso, Ardito menekankan investasi asing yang masuk
harus menguntungkan masing-masing pihak dan sejalan dengan kepentingan bangsa, “Meskipun
tenaga kerja dalam negeri adalah prioritas, kita menerima tenaga kerja asing
terutama yang memiliki nilai lebih dibanding tenaga kerja dalam negeri,”
tuturnya. Dengan demikian, terdapat transfer ilmu pengetahuan, pengalaman, dan
teknologi.
Dengan
demikian, investasi asing diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di
dalam negeri, kesempatan kerja, dan kesejahteraan masyarakat. Namun ia juga
menggarisbawahi pentingnya perencanaan investasi.
“Dalam
jangka pendek, investasi asing yang masuk bisa menciptakan ketimpangan regional
antara daerah yang memperoleh investasi dengan daerah-daerah lainnya, “Inilah
perlunya perencanaan investasi asing dan dipikirkan oleh pemerintah pusat dan
daerah,” imbuh Ardito yang juga pakar ekonomi syariah.
Daerah-daerah
di sekitar investasi asing, harus dibangun sebagai pendukung wilayah yang
menjadi pusat investasi, “Daerah tersebut bisa dibagun dengan investasi dalam
negeri. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketimpangan regional dan ketimpangan
pendapatan, di daerah yang sedang ada pembangun infrastruktur, pabrik, dan
lain-lain,” ujarnya.
Dengan
perencanaan investasi yang baik, pemerintah pusat dan daerah tak sekadar
menyiapkan daerah tujuan investasi. Namun juga menciptakan pembangunan yang
terintegrasi, sehingga terjadi pertumbuhan yang merata dan tak terkonsentrasi
pada daerah tertentu.
Berkaca dari
Vietnam, negeri itu saat ini menjadi tujuan utama investasi asing di kawasan
Asia. Negeri itu berhasil memikat investor dengan politik yang stabil, insentif
pajak, gaji tenaga kerja yang kompetitif, dan peningkatan infrastruktur yang
disukai para investor asing. Selain itu, Vietnam juga melindungi pemain lokal
meskipun investasi asing membanjir.
Dinukil dari
Vietnam Law and Legal Forum, negeri itu mulai menerapkan perlindung terhadap
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Peraturan yang disebut sebagai UU
Dukungan UMKM mulai diterapkan sejak 2018 itu, bertekad melindungi UMKM.
Undang-undang
ini juga menciptakan kerangka hukum untuk memobilisasi sektor swasta serta
organisasi dan individu, di dalam dan luar negeri untuk bersama-sama memberikan
dukungan terhadap UKM. Terdiri dari
empat bab dengan 35 pasal, Undang-Undang tersebut mengatur prinsip, sumberdaya,
serta tanggung jawab hukum, organisasi dan individu yang terlibat dalam UMKM.
(san/tim liputan).
Editor : Aan