KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) - Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang banyak menghasilkan produk pangan, namun pemerintah juga sering membuka lebar import pangan seperti beras, sehingga yang dirugikan adalah masyarakat.
Salah satu
yang dirugikan adalah petani dan kelompok tani yang mengolah lahan mereka untuk
bertahan hidup.
Hal tersebut
diungkapkan Dr Erdi, M.Si Pakar Kebijakan Publik Fisip Untan saat memaparkan
materi dalam kegiatan Focus Diskusi Grup (FDG) yang digelar Fraksi Partai
Amanat Nasional (PAN) DPRD Provinsi Kalimantan Barat di Hotel G Pontianak,
Minggu (25/04/2021).
"Sebagai negara agraris hendaknya kita
tidak melakukan import, dan kita harusnya Andalkan produk pertanian
sendiri," ungkap Dr Erdi.
Menurutnya
kebijakan impor beras yang dikeluarkan pemerintah bukanlah keputusan yang
tepat. Penyebabnya adalah perbedaan data dari Bulog dan Kemendag terkait
ketersediaan stok pangan sudah dinyatakan kurang. Sementara data dari bulog kebutuhan
akan beras mencukupi.
Ketika
urusan pangan adalah urusan politis sehingga Kemendag khawatir stok pangan
nasional tidak cukup. Data yang disodorkan di lapangan dianggap kurang.
Sehingga untuk mencukupi kebutuhan pangan dalam waktu singkat harus melakukan
import.
"Kami
berharap dana pemerintah dikeluarkan dalam memberdayakan pertanian cukup.
Sekarang sudah dilakukan berjenjang dan bertahap, tidak cepat," ucapnya.
Kedepannya
diharapkan pemerintah menyiapkan melalui kebijakan politisnya terkait pangan
dengan tujuan memperkuat basis pangan. Sasarannya petani, jenis pupuk dan bibit
dibutuhkan petani, termasuk kapasitas lahan pertanian harus dapat dibenahi.
Sehingga,
lanjutnya, ketahanan pangan dalam negeri akan cukup bahkan berlebihan. Apalagi
luas areal lahan pangan di seluuh Indonesia cukup bahkan cukup luas. Dengan
begitu intensifikasi sebagai jalan cepat
meningkatkan hasil pertanian dapat digenjot.
Di sisi lain
mengantisipasi jumlah penduduk dapat dilakukan dengan jalan eksentifikasi.
Pemerintah harus punya penataan ruang jelas, termasuk lahan pangan tidak boleh
di ganggu.
Kedepannya
juga berdampak pangan negara bakalan bertambah. Kalau hal tersebut dapat
dilakukan, tak perlu lagi impor pangan dari luar negeri.
Sementara itu
Hazairin, Mantan Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Kalimantan Barat menyebutkan
bahwa kebijakan politis pemerintah mendukung pangan belum optimal.
Sisi
anggarannya masih kurang maksimal diberikan langsung kepada petani atau
kelompok tani. Padahal luasan lahan cukup banyak.
"Kurang
maksimalnya bantuan terhadap petani mungkin menjadi penyebab kenapa Indonesia
sering impor pangan," ujarnya.
Dalam penjelasanya
Ketua Fraksi PAN Kalbar Dr Ardiansyah, SH, MH mengatakan bahwa Focus Diskusi
Grup digelar untuk membahas masalah
Impor dan Kedaulatan pangan, bahan diskusi ini nantinya akan di jadikan masukan
dan referensi dalam mengelola kedaulatan
pangan.
"Kita
bersyukur semua komponen yang diundang dapat bergerak dan hadir. Dari serta
bidang berkompetensi juga hadir memberikan berbagai masukan dan usulan yang
tentunya untuk memajukan pangan. FGD ini nantinya akan kita jadikan referensi
dan rujukan dalam membangun ketahanan pangan,” ujar Ardiansyah.
Ardiansyah
mengatakan nantinya Focus Diskusi Grup (FGD)
ini akan rutin digelar untuk membahas terkait isu-isu bersentuhan langsung
dengan masyarakat.
"FGD
ini akan kita coba untuk agendakan rutin agar dapat membahas dan memetakan
komponen yang harus didorong untuk pengembangan," ucapnya. (Samsul).
Editor : Aan