KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Masyarakat mempertanyakan 16 nama calon direksi BPJS Kesehatan yang lolos pada seleksi wawancara di Kemensesneg dan diajukan ke Presiden Joko Widodo.
Salah satunya
yang dipertanyakan adalah nama Ir Evi Afiatin, MSc, MAF incumbent Direktur
Keuangan BPJS Ketenagakerjaan yang diduga sedang bermasalah dengan hilangnya
uang rakyat sebesar Rp 43 triliun.
Hal ini
disampaikan oleh Roy Pangharapan dari Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) di Jakarta,
Selasa (02/02/2021).
"Pak
Jokowi tahu gak orang ini? Dia masih punya tanggung jawab atas dugaan raibnya
uang rakyat sebesar Rp 43 triliun di BPJS Tenagakerja. Koq malah orang seperti
ini lolos seleksi direksi BPJS Kesehatan dan diajukan ke Presiden? Ini kan
berpotensj terulang di BPJS Kesehatan," tegasnya.
Roy
Pangharapan mengingatkan bahwa Kejaksaan Agung saat ini sedang memeriksa kasus
dugaan raibnya uang rakyat di BPJS Tenagakerja.
Sebagai
Direktur Keuangan BPJS Tenagakerja menurut Roy Pangharapan Evi Afiatin bertanggung
jawab terhadap cash flow keuangan yang
saat ini sedang diperiksa Kejaksaan Agung atas dugaan raibnya Rp 43 triliun
dana BPJS Tenagakerja.
"Kemensesneg
tahu gak artinya,-- secara board of direction, dia kurang pengawasan dalam
investasi. Dia paling bertanggung jawab," tegasnya.
Menurut Roy
Pangharapan, pelajaran penting dari raibnya dana BPJS Tenagakerja sebesar Rp 43
triliun jangan terjadi lagi pada BPJS Kesehatan. Apalagi belakangan ini
pemerintah menaikan tarif iuran BPJS Kesehatan.
"Anehnya
Presiden Joko Widodo justru disodorkan nama bermasalah seperti di atas. Ini
berbahaya buat presiden dan seluruh
rakyat Indonesia. Kalau dilanjutkan, masyarakat akan bongkar satu per satu
nama-nama yang sudah sampai ke tangan presiden," tegasnya.
Seleksi
Ulang
Sementara
itu Hermawanto, Pengamat Hukum Administrasi Negara mengingatkan, seleksi
pejabat publik seperti pejabat BPJS tentu harus memperhatikan pada kapasitas,
kapabilitas dan integritas seorang calon.
"Apalagi
pada pembaga keuangan publik yang sangat besar dananya seperti BPJS dengan
semua kewenangannya, tentu berbahaya jika rekam jejak calon diabaikan," jelas
Hermawanto, Kandidat Doktor Hukum Tata Negara, Universitas Brawijaya, Malang.
Ia
mengingatkan, kewenangan penentuan calon Pimpinan BPJS ada pada presiden saat
ini, dan seharusnya presiden mempertimbangkan dengan matang untuk tidak
meloloskan calon yang rekam jejak pada lembaga sebelumnya buruk, dan ada
potensi merugikan keuangan negara.
"Hal
ini patut menjadi evaluasi pansel tentang kredibilitas proses seleksi yang
tetap meloloskan calon dengan kapabilitas yang mengecewakan, bahkan berbahaya
bagi keselamatan dana BPJS. Bahkan jika dipandang hasil seleksi pansel tidak
memenuhi prinsip integritas calon secara keseluruhan, maka sudah sepatutnya
diadakan seleksi ulang," tegas pengacara publik yang bersama Koalisi
Jaminan Sosial Nasional (KJSN) pernah menghadirkan Joko Widodo sebagai Walikota
Solo menjadi saksi dalam Judicial Review UU No 40/2004 pada tahun 2010 lalu.
Sebelumnya
pada 19 November 2020 Panitia Seleksi menyatakan sebanyak 20 calon dewan
pengawas dan 48 calon direksi BPJS Kesehatan dinyatakan lulus seleksi
E-Assesment. Pernyataan ini disampaikan Panitia Seleksi Calon Anggota Dewan
Pengawas Dan Calon Anggota Direksi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam Pengumuman Nomor:
07/Pengumuman/PANSEL/BPJS-K/XI/2020 yang ditandatangani oleh Ketua Panita
Seleksi BPJS Kesehatan, Suminto, S.sos, M.Sc., Ph.D.
Pengumuman
yang dilampirkan nama 68 calon dewan pengawas dan calon direksi BPJS Kesehatan
untuk masa kerja 2021-2026 yang lulus tersebut kemudian diundang mengikuti
seleksi tahap berikutnya yaitu selesksi pemaparan visi misi dan wawancara serta
tes kesehatan secara luring (hadir fisik) pada 24 November sampai 7 Desember
2020.
Setelah
proses wawancara 10 orang calon dewan pengawas dan 16 calon direksi BPJS
Kesehatan. Hal ini sudah diumumkan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno di
Kementerian Sekretariat Negara, Kamis (7/1). (dd/tim liputan).
Editor : Aan