Pemberdayaan Perempuan Kunci Strategis Hapus Pekerja Anak Guna Wujudkan Sawit Berkelanjutan

Editor: Redaksi author photo

 Pemberdayaan Perempuan Kunci Strategis Hapus Pekerja Anak Guna Wujudkan Sawit Berkelanjutan

KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) 
 — Solidaridad Indonesia menegaskan pemberdayaan perempuan petani dan pekerja di industri kelapa sawit nasional adalah salah satu cara, sekaligus investasi guna mewujudkan sawit berkelanjutan dan bebas pekerja anak pada industri sawit di Indonesia.  Perempuan petani dan pekerja yang berdaya serta terpenuhi hak-haknya akan menjaga produktivitas komoditas kelapa sawit dalam jangka panjang, termasuk mencegah terjunnya pekerja anak di sektor ini. (2/12/2025).


 

Sejalan dengan studi mendalam Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF, 2016) yang diperkuat oleh data pemantauan terbaru Kemitraan untuk Aksi Menanggulangi Pekerja Anak di Pertanian (PAACLA Indonesia, 2024), realitas di lapangan membuktikan bahwa formalisasi status pekerja perempuan dari pekerja harian menjadi tenaga kerja berkontrak merupakan intervensi paling krusial yang mampu memutus rantai pekerja anak, menegaskan bahwa pencapaian Zero Child Labor tidak bergantung pada sanksi dan larangan semata, melainkan pada jaminan upah dan hak pengasuhan bagi para ibu.



 

“Kami percaya bahwa ketika perempuan memiliki akses yang setara terhadap sumber daya, hak, dan representasi/suara, stabilitas ekonomi keluarga akan meningkat, yang secara langsung menurunkan risiko anak-anak ikut bekerja di kebun sawit,” ujar Edy Dwi Hartono, Senior Manager Agriculture Carbon Solidaridad Indonesia.  Edy menegaskan pernyataan ini dalam diskusi media bertajuk “Industri Sawit Peduli: Melindungi Perempuan, Menghapus Pekerja Anak untuk Keberlanjutan” yang diselenggarakan oleh Forum Wartawan Pertanian (FORWATAN).




 

Dalam forum diskusi tersebut, Solidaridad mengedepankan program POWERRR (Palm Oil & Women’s Equity through Resources, Rights, and Representation) atau akses terhadap sumber daya, hak, dan representasi/suara perempuan di perkebunan kelapa sawit. Inisiatif yang didukung oleh GAPKI dan JAGASAWITAN ini akan memberikan intervensi langsung kepada 3.500 perempuan di Paser dan Kutai Timur, Kalimantan Timur, yang terdiri dari 1.500 petani perempuan dan 2.000 pekerja perempuan hingga kuartal pertama 2026. Intervensi yang diberikan mencakup pelatihan Good Agricultural Practices (GAP), literasi keuangan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Alat Pelindung Diri (APD), hingga hak-hak pekerja.



 

Isu pekerja anak sendiri masih menjadi persoalan struktural yang kompleks di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan adanya 1,27 juta pekerja anak dengan sebaran terbesar di wilayah pedesaan, sebuah realitas yang memprihatinkan. Industri kelapa  sawit kerap mendapatkan sorotan tajam dan stigma negatif terkait hal ini. 





Namun, dengan peningkatan pendapatan dan akses pelatihan bagi perempuan melalui POWERRR, risiko anak-anak ikut bekerja akibat faktor ekonomi keluarga dapat ditekan secara signifikan.



 

Untuk memastikan penghapusan pekerja anak, Solidaridad mendorong industri sawit untuk menerapkan Pedoman Sawit Indonesia Ramah Anak (SIRA) yang telah dirumuskan bersama antara GAPKI dengan JARAK, PAACLA Indonesia, serta Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA). 





Sekaligus menekankan pentingnya pergeseran pendekatan dari sanksi untuk pekerja menjadi remediasi atau solusi pendidikan bagi anak-anak yang terlibat.




 

Langkah strategis dalam implementasi perlindungan tenaga kerja ini berpusat pada Jaringan Ketenagakerjaan untuk Sawit Berkelanjutan (JAGASAWITAN). JAGASAWITAN adalah forum nasional yang berfokus pada terwujudnya praktik kerja layak di sektor kelapa sawit. 





Forum ini bertujuan menangani tantangan tenaga kerja yang bersifat sistemik, memastikan keadilan sosial dalam kerangka keberlanjutan, membangun kapasitas, serta meningkatkan kepercayaan global dan daya saing sawit nasional.




 

Dalam kerangka kolaborasi JAGASAWITAN, serikat pekerja berperan vital dalam mengawal klausul perlindungan anak, sementara perusahaan harus memandang penyediaan infrastruktur pendukung, seperti Tempat Penitipan Anak (TPA), sebagai investasi sosial jangka panjang. Langkah-langkah kolektif ini, ditambah dengan edukasi kepada pekerja mengenai risiko fisik yang dihadapi anak di kebun, memastikan hak anak tetap terpenuhi tanpa mengganggu produktivitas orang tua.




 

Berbagai inisiatif tersebut dapat berjalan efektif melalui model sinergi tripartit, yaitu JAGASAWITAN. Kolaborasi ini melibatkan tiga pilar utama: sektor pengusaha (GAPKI) yang bertanggung jawab mengimplementasikan kebijakan, serikat pekerja (F-HUKATAN/JAPBUSI) yang berperan vital mengawal klausul perlindungan perempuan dan anak dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB), serta masyarakat sipil (Solidaridad) yang memberikan dukungan pengetahuan dan akses pasar. Sinergi ini memperkuat pesan bahwa tidak ada sawit berkelanjutan tanpa keadilan gender.




 

Forum diskusi melibatkan media nasional yang giat mengawal isu industri sawit nasional, GAPKI, Kementan, dan peneliti BRIN  diharapkan memperkuat komitmen perlindungan perempuan dan anak di industri komoditas strategis nasional. Agenda ditutup dengan Deklarasi Komitmen Sawit Peduli untuk menghasilkan dampak positif yang lebih luas, menginspirasi adopsi praktik serupa di sektor lain, dan menempatkan sawit Indonesia sebagai pemimpin global dalam praktik pertanian yang berpihak pada kesejahteraan manusia, khususnya hak-hak perempuan dan anak.(Tim Liputan)
Editor : Aan

 

Share:
Komentar

Berita Terkini