Program Makan Bergizi Gratis dalam Pemenuhan HAM di Kalimantan Barat

Editor: Redaksi author photo

Program Makan Bergizi Gratis dalam Pemenuhan HAM di Kalimantan Barat
KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai bentuk pemenuhan hak dasar, bukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Hal ini sejalan dengan pendapat Wakil Menteri HAM Mugiyanto yang melihat program tersebut memiliki perspektif HAM. 


Peran pentingnya adalah memastikan program tersebut dilaksanakan sesuai prinsip HAM, seperti akses universal, tidak ada diskriminasi, transparansi, dan partisipasi publik, serta menekankan perlunya perbaikan sistem jika terjadi masalah operasional. (23/11/22025).


Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan satu di antara terobosan pemerintah yang menempatkan hak atas pangan dan gizi dalam kerangka hak asasi manusia. 


Di tengah tantangan ketimpangan sosial dan ekonomi, program ini menjadi jembatan antara kebijakan sosial dan pemenuhan HAM secara nyata, khususnya bagi anak-anak sekolah yang menjadi generasi penerus bangsa. 


Dengan memastikan setiap anak memperoleh makanan sehat dan bergizi, negara sesungguhnya sedang menjalankan amanat konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”


MBG sebagai Pemenuhan HAM

Program MBG di sekolah-sekolah merupakan manifestasi konkret komitmen negara terhadap pemenuhan HAM, khususnya hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob).


Program ini mewujudkan hak atas pangan yang layak dan bergizi, hak atas kesehatan, serta hak anak atas kelangsungan hidup dan perkembangan.


Dalam kerangka hukum HAM internasional, seperti International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (ICESCR), negara memiliki tiga kewajiban utama dalam pemenuhan hak-hak ekosob: kewajiban inti (core obligation), realisasi bertahap (progressive realization), dan kewajiban segera (immediate obligation). 


Ketiga aspek ini terlihat jelas dalam implementasi MBG di Indonesia, termasuk di Kalimantan Barat.

Pertama, kewajiban inti (core obligation) mengharuskan negara untuk segera dan tanpa penundaan melaksanakan program yang menjamin akses universal terhadap makanan yang aman, sehat, dan bergizi bagi anak-anak. MBG menjawab hal ini secara nyata. 


Dengan penyediaan makanan bergizi di sekolah, negara memastikan setiap anak, tanpa memandang latar belakang ekonomi, dapat menikmati hak yang sama atas asupan gizi yang layak.


Kedua, realisasi bertahap (progressive realization) menegaskan bahwa negara wajib memenuhi hak-hak ekosob secara berkelanjutan melalui rencana terukur serta menghindari kemunduran (retrogression). Sejak diluncurkan pada 6 Januari 2025, program MBG terus berkembang dan kini telah menjangkau lebih dari 36 juta penerima manfaat di 38 provinsi.


Ini merupakan capaian luar biasa dalam memperluas cakupan pemenuhan HAM di bidang pangan dan kesehatan.


Ketiga, kewajiban segera (immediate obligation) menuntut negara untuk tetap memenuhi prinsip-prinsip dasar HAM tanpa penundaan, terlepas dari keterbatasan sumber daya. 


Hal ini mencakup aspek nondiskriminasi, kesetaraan akses, dan langkah konkret yang  aman serta dapat dipertanggungjawabkan. Dalam konteks MBG, prinsip ini berarti setiap anak, baik di kota maupun di pedalaman Kalimantan Barat, harus memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh makanan bergizi tanpa hambatan sosial, geografis, atau ekonomi.


Konteks Kalimantan Barat: Dari Tantangan ke Transformasi

Kalimantan Barat adalah wilayah dengan keragaman etnis, budaya, dan bentang alam yang luas. Tantangan pemerataan pembangunan masih terasa, terutama di daerah pedalaman dan perbatasan. 


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, beberapa kabupaten masih adanya catatan angka stunting dan kekurangan gizi. Kondisi ini menjadi tantangan nyata dalam pemenuhan hak atas pangan dan kesehatan.


Di sinilah program MBG hadir bukan sekadar kebijakan sosial, tetapi juga sebagai bentuk kehadiran negara yang nyata di tengah masyarakat. Ketika anak-anak di seluruh kabupaten/kota dapat menikmati makanan bergizi di sekolah setiap hari, maka prinsip non- diskriminasi dalam HAM benar-benar dijalankan. 


MBG tidak hanya menyehatkan tubuh, tetapi juga menumbuhkan rasa keadilan sosial, bahwa setiap anak Indonesia, tanpa memandang di mana ia tinggal, memiliki hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.


Namun, tantangan implementasi tetap ada. Ketersediaan infrastruktur transportasi, distribusi bahan pangan, dan kualitas gizi di daerah terpencil masih perlu diperkuat. Di sinilah pentingnya prinsip akuntabilitas dan partisipasi publik yang menjadi roh pendekatan HAM. Pemerintah daerah, sekolah, orang tua, dan masyarakat lokal perlu dilibatkan aktif agar pelaksanaan MBG di Kalimantan Barat berjalan transparan dan efektif.


Peran KemenHAM Kalimantan Barat dalam Mengawal Prinsip HAM

Kementerian HAM Kantor Wilayah Kalimantan Tengah Wilayah Kerja Kalimantan Barat, memiliki peran strategis dalam memastikan setiap kebijakan publik selaras dengan prinsip HAM. Dalam konteks MBG, KemenHAM dapat berperan sebagai pengawal prinsip HAM (human rights guardian) yang memastikan pelaksanaannya tidak melanggar asas keadilan, kesetaraan, dan transparansi.


Melalui kegiatan penyuluhan, Kanwil KemenHAM Wilayah Kerja Kalimantan Barat dapat mengedukasi masyarakat dan peserta didik tentang hak atas pangan bergizi sebagai bagian dari hak asasi yang melekat sejak lahir. Dengan pendekatan ini, masyarakat tidak lagi memandang MBG sekadar sebagai bantuan sosial, tetapi sebagai wujud nyata tanggung jawab negara terhadap warganya.


Selain itu, KemenHAM dapat memperkuat koordinasi lintas sektor dengan Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, serta instansi terkait lainnya. Sinergi ini penting agar MBG tidak berdiri sendiri, melainkan menjadi bagian integral dari strategi nasional pemenuhan HAM berbasis kesejahteraan.


Dari Bantuan Sosial Menuju Ekosistem Hak Asasi

MBG perlu dipandang bukan hanya sebagai program jangka pendek, tetapi sebagai fondasi pembentukan ekosistem HAM yang berkelanjutan. Ketika pelaksanaannya melibatkan petani lokal, pelaku UMKM, dan penyedia bahan pangan daerah, maka MBG turut berkontribusi pada hak atas pekerjaan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.


Dengan demikian, MBG tidak hanya menjawab hak atas pangan, tetapi juga memperkuat hak atas penghidupan yang layak. Inilah bentuk interdependensi HAM—bahwa satu hak tidak bisa berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan dan memperkuat satu sama lain.


Program Makan Bergizi Gratis adalah langkah besar bangsa ini dalam memuliakan manusia sejak usia dini. Ia bukan hanya tentang memberi makan, tetapi tentang menghormati martabat manusia. 


Di Kalimantan Barat, pelaksanaan program ini menjadi bukti nyata bahwa negara hadir untuk menjamin hak-hak dasar warganya, tanpa memandang latar belakang dan kondisi geografis.


Sebagaimana diingatkan oleh Wakil Menteri HAM Mugiyanto, bila terdapat masalah dalam implementasi, solusinya bukan menghentikan program, melainkan memperbaiki sistemnya. 


Prinsip inilah yang harus terus dipegang bahwa pemenuhan HAM bukan sekadar kebijakan administratif, melainkan komitmen moral dan konstitusional. (Binardi Rizi/ASN Kanwil Kementerian HAM Wilayah Kerja Kalimantan Barat)

Share:
Komentar

Berita Terkini