KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) – Di banyak rumah di Indonesia, sebotol air mineral sering hadir tanpa disadari proses panjang di baliknya. Namun bagi Aqua, perjalanan menjaga keaslian air dari pegunungan bukan hanya soal produk—melainkan cerita tentang kepercayaan yang dibangun selama lebih dari lima dekade.
Perjalanan Komunikasi Aqua Dalam Menjaga Kepercayaan Konsumen Indonesia
Sejak pertama kali hadir pada 1973, Aqua menjadikan kualitas air sebagai jantung pesan komunikasinya. Dari poster sederhana di awal kemunculannya hingga kampanye digital hari ini, inti ceritanya tetap sama: air murni yang dijaga dari sumber terbaik untuk masyarakat Indonesia.
Poster, Radio, dan TV: Era “Air Sehat dari Pegunungan”
Pada tahun-tahun awal, ketika iklan masih menghiasi majalah dan papan reklame, Aqua memperkenalkan konsep baru: air minum dalam kemasan yang higienis, berasal dari sumber air pegunungan. Di masa itu, istilah seperti “higienis” dan “alami” belum menjadi jargon pemasaran—melainkan sesuatu yang benar-benar baru bagi masyarakat.
Masuk era televisi pada akhir 80-an dan 90-an, Aqua hadir dengan pesan sederhana namun kuat: kesegaran dan kesehatan dari alam. Dalam berbagai iklan, pegunungan, percikan air, dan keluarga menjadi simbol keseharian.
“Di setiap periode, kami berusaha berbicara menggunakan bahasa konsumen saat itu,” ujar Corporate Communications Director Danone Indonesia Arif Mujahidin.
Dari Lifestyle ke Wellness: Menyesuaikan Bahasa Zaman
Memasuki 2000-an, gaya hidup sehat mulai mendapat tempat lebih besar. Aqua meresponsnya dengan memperkenalkan tema hidrasi dan keseimbangan tubuh. Tagline “Ada Aqua?” menjadi simbol modern yang mengaitkan air bukan hanya sebagai kebutuhan dasar, tetapi bagian dari gaya hidup aktif.
“Cara kami bercerita berubah. Namun esensi yang kami jaga sejak awal tidak berubah: memberikan air sumber pegunungan berkualitas, alami, dan aman,” kata Arif.
Era Digital: Kembali ke Esensi, Didukung Data dan Teknologi
Kini, ketika pesan berjalan cepat di media sosial, Aqua menguatkan kembali narasi tentang asal air dan perlindungan sumber. Di balik visual yang singkat, teknologi dan riset menjadi pondasi. Setiap sumber air diteliti minimal satu tahun, dengan lebih dari 400 parameter kualitas sebelum digunakan.
Aqua mengambil air dari akuifer air pegunungan, sumber air yang terlindungi alami—bukan air permukaan yang mudah terkontaminasi. Teknologi pemipaan dipakai bukan untuk menggantikan mata air alami, melainkan memastikan kemurnian sumber air dari dalam aquifer tetap terjaga.
“Orang mungkin melihat botol, label, atau iklan berdurasi 30 detik. Tapi di baliknya ada perjalanan panjang air pegunungan hingga menjadi produk yang layak dipercaya,” kata Arif.
Kepercayaan yang Tidak Instan
Aqua percaya kepercayaan konsumen dibangun secara bertahap. Selama lebih dari 52 tahun, Aqua melewati perubahan gaya pemasaran, perkembangan media, hingga dinamika kebijakan dan opini publik. Namun komitmen terhadap kualitas dan integritas tetap menjadi kompas utama.
“Kami hanya mengubah cara bercerita, bukan inti ceritanya,” ujar Arif.
Dalam kunjungan ke pabrik di Sukabumi, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) memastikan langsung bahwa sumber air Aqua benar berasal dari kawasan pegunungan.
“Kami melihat sendiri prosesnya. Aqua berasal dari air pegunungan dengan standar sangat ketat,” kata Ketua BPKN Muhammad Mufti Mubarok. Tidak ada aturan yang dilanggar Aqua yang merugikan konsumen, tegas Mufti. (Tim Liputan)
Editor : Aan