Saat ini, di sebagian besar negara, kabel XLPE diuji berdasarkan pola destruktif: sampel dipotong dan diuji dengan tegangan tinggi. Hal ini membantu mengidentifikasi cacat, seperti pohon air — cabang mikroskopis pada insulasi yang disebabkan oleh kelembapan. Namun, pendekatan ini mahal dan tidak praktis: kabel menjadi tidak dapat digunakan setelah pengujian.
Untuk menemukan solusi yang lebih efektif, para ilmuwan dari Universitas Teknologi Vaal Afrika Selatan memutuskan untuk menguji metode non-destruktif.
Untuk melakukan ini, mereka menggunakan 10 bagian kabel XLPE identik dengan panjang masing-masing 10 meter. Semua kabel mengalami proses penuaan yang dipercepat: awalnya disimpan pada suhu sekitar 50°C, seperti pada operasi jangka panjang, kemudian diberi tegangan yang ditingkatkan sebesar 500 Hz selama 3.000 jam. Satu kabel tetap utuh — digunakan sebagai referensi. Setiap 300 jam, para ilmuwan mengambil satu kabel dan melakukan tiga jenis pengukuran non-destruktif: Tan δ, IRC, dan RVM.
Metode Tan δ (tangen sudut rugi dielektrik) memungkinkan penilaian kondisi keseluruhan insulasi kabel secara cepat dan mudah. Idealnya, insulasi harus berperilaku seperti kapasitor yang baik dan tidak kehilangan energi, tetapi seiring bertambahnya usia, masuknya uap air, atau kerusakan mikro, kebocoran arus mulai terjadi di dalamnya, yang dinyatakan dalam rugi-rugi. Semakin tinggi nilai Tan δ, semakin aus insulasi dan berisiko mengalami kegagalan. Metode ini sangat berguna untuk pengujian awal, karena memberikan indikasi langsung tingkat degradasi.
Metode IRC (arus relaksasi isotermal) menunjukkan seberapa dalam dan parah kerusakan insulasi bagian dalam. Saat kabel beroperasi, muatan terakumulasi di insulasinya, terutama pada cacat mikro (disebut "perangkap"). Setelah tegangan dihilangkan, muatan ini mulai mengalir keluar, dan proses ini dapat diukur sebagai arus peluruhan. Semakin lama dan kuat arus ini mengalir, semakin banyak perangkap tersebut, yang berarti penuaan dan perubahan internal pada struktur insulasi semakin kuat. Metode ini tidak hanya membantu mencatat fakta keausan, tetapi juga untuk memahami sifat dan kedalamannya.
Akhirnya, metode RVM (pengukuran tegangan balik) memungkinkan untuk menentukan berapa banyak muatan sisa yang tersisa di dalam insulasi dan seberapa kuat insulasi tersebut jenuh dengan kelembapan. Setelah kabel diisi dan dilepaskan sebentar, tegangan muncul kembali di ujung-ujungnya (yang disebut "tegangan balik") yang disebabkan oleh polarisasi sisa.
Semakin tinggi tegangan ini dan semakin lama berlangsung, semakin banyak kelembapan atau cacat pada insulasi yang menahan muatan. Berdasarkan bentuk dan besarnya sinyal ini, dimungkinkan untuk menilai secara akurat tingkat degradasi dan kelembapan insulasi. Artinya, metode ini sangat berharga untuk menguji penetrasi kelembapan, salah satu faktor utama penuaan kabel.
Secara umum, kombinasi ketiga metode memberikan gambaran yang lengkap dan objektif tentang degradasi kabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seiring bertambahnya usia, semua parameter berubah secara terprediksi: rugi-rugi meningkat, jumlah muatan dalam perangkap meningkat, dan kadar air meningkat.
Lebih lanjut, perubahan-perubahan ini dicatat secara konsisten dan koheren oleh ketiga metode, yang membuktikan bahwa serangkaian pengukuran non-destruktif dapat digunakan untuk menilai kondisi kabel XLPE secara andal.
Dengan demikian, pendekatan ini sebenarnya membuka jalan bagi pengujian kabel bawah tanah yang teratur dan aman tanpa harus memutus atau merusaknya, yang khususnya penting untuk bagian jaringan tulang punggung yang panjang dan sulit dijangkau.
Dalam praktiknya, ini berarti perusahaan energi akan dapat memantau kondisi saluran kabel secara tepat waktu dan akurat, tanpa harus melakukan pengujian yang mahal dan merusak. Hal ini akan membantu mengidentifikasi keausan dan kerusakan tersembunyi sejak dini, mengurangi risiko kecelakaan, penghentian operasi, dan perbaikan darurat, serta mengoptimalkan jadwal penggantian dan pemeliharaan. (Tim Liputan)
Editor : Aan