Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Nature Sustainability , tim yang dipimpin oleh Profesor Justin Chalker menyajikan pendekatan universal untuk memulihkan emas dari berbagai sumber — mulai dari konsentrat bijih hingga limbah ilmiah dan industri. Metode ini didasarkan pada agen pelindian berbasis asam trikloroisosianurat — senyawa yang umum digunakan untuk mendisinfeksi air.
Dalam kombinasi dengan air garam, agen ini secara efektif melarutkan emas tanpa menggunakan zat berbahaya seperti sianida atau merkuri.
Pada tahap selanjutnya, emas diekstraksi dari larutan menggunakan polimer khusus yang mengandung sulfur. Agen penyerap ini secara selektif mengikat partikel emas bahkan dalam campuran kompleks seperti limbah elektronik. Setelah itu, polimer dapat didekomposisi menjadi monomer awal untuk melepaskan emas, dan kemudian digunakan kembali. Pendekatan ini menjadikan proses tidak hanya efisien, tetapi juga berkelanjutan secara lingkungan.
Studi ini memberikan fokus khusus pada penggunaan teknologi penambangan emas. Metode tradisional ekstraksi emas sering dikaitkan dengan risiko lingkungan dan medis yang serius. Merkuri masih digunakan di tambang kecil dan primitif untuk mengubah emas menjadi amalgam.
Kemudian merkuri menguap karena pemanasan dan emas tetap ada, namun, uap beracun dipancarkan ke udara sekitar. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, hingga sepertiga dari semua penambang menderita keracunan uap merkuri.
Tambang semacam itu menyumbang sekitar 37% dari kontaminasi merkuri dunia, mereka adalah sumber utama pelepasan logam berbahaya ini. Teknologi baru pelindian dan sedimentasi emas dapat menjadi alternatif yang andal untuk tambang skala kecil dan menengah, terutama untuk negara-negara di mana penambangan emas memainkan peran penting dalam ekonomi nasional. Metode ini telah diuji dalam kondisi nyata oleh tim kooperatif ilmuwan AS dan Peru.
Selain sektor pertambangan, teknologi ini dapat digunakan untuk mengatasi masalah global pengolahan limbah elektronik, yang volumenya terus meningkat. Pada tahun 2022, 62 juta ton limbah elektronik dihasilkan secara global, tetapi hanya 22,3% yang diolah. Peralatan elektronik mengandung zat berbahaya (timbal, merkuri, dioksin), dan jika tidak diolah dengan benar, dapat menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Teknologi baru ini memberikan solusi: uji coba pertama dengan limbah elektronik menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Dalam waktu dekat, tim ilmuwan Australia bermaksud melakukan uji lapangan gabungan terhadap teknologi ini bersama dengan perusahaan pertambangan dan perusahaan pengolahan limbah elektronik. (Tim Liputan)
Editor : Aan