EV vs mesin IC: Italia Menghitung Jejak Lingkungan Penuh Untuk Dua Pilihan Kendaraan

Editor: Redaksi author photo

 EV vs mesin IC: Italia menghitung jejak lingkungan penuh untuk dua pilihan kendaraan

 

Kontribusi Nasional yang Ditetapkan (Intended Nationally Determined Contributions/INC) membentuk kerangka hukum untuk memberi insentif kepada pemerintah nasional agar secara bertahap mengurangi pangsa kendaraan bermotor bermesin pembakaran dalam (ICE). Di beberapa negara dan asosiasi, langkah-langkah ini sangat ketat. 


Oleh karena itu, pada tahun 2023, Uni Eropa mengadopsi Peraturan tentang pengurangan emisi CO₂ dari mobil sebesar 100% pada tahun 2035, dibandingkan dengan tingkat emisi pada tahun 2021. Hal ini sebenarnya berarti penghentian penjualan mobil bermesin pembakaran dalam (ICE) baru (termasuk hibrida) pada tahun 2035. 


Di saat yang sama, implikasi peralihan besar-besaran ke EV oleh negara-negara Uni Eropa terhadap lingkungan dan sumber daya alam belum sepenuhnya dipelajari.


Para ilmuwan dari Universitas Roma menjadi pelopor pendekatan komprehensif untuk studi semacam itu. Mereka membandingkan dua versi mobil yang sama (Peugeot 308) – satu dengan mesin diesel, dan yang kedua dengan unit motor listrik.


Studi ini didasarkan pada metode Penilaian Siklus Hidup (LCA) yang memungkinkan penentuan jejak lingkungan kumulatif suatu produk di seluruh siklus hidupnya: mulai dari ekstraksi bahan baku dan manufaktur hingga pengoperasian dan pembuangan. Secara spesifik, studi ini mencakup tiga tahap: manufaktur, pengoperasian, dan penghentian siklus hidup, serta menunjukkan hasil yang ilustratif dan sebanding.


Pada tahap manufaktur, kendaraan listrik ternyata jauh lebih boros sumber daya dan menghasilkan lebih banyak emisi: jejak karbon menghasilkan 20,4 ton CO₂ dibandingkan 9,6 ton untuk versi berbahan bakar diesel, dan tingkat konsumsi sumber daya mineral untuk EV ternyata 7–10 kali lebih tinggi. 


Beban utama dikaitkan dengan pembuatan baterai yang terdiri dari litium, nikel, kobalt, timbal, dan tembaga. Namun, pada tahap operasi, kendaraan listrik menunjukkan keunggulannya: dengan jarak tempuh 200.000 km, ia mengeluarkan 24 ton CO₂, sementara sebagai mobil berbahan bakar diesel — 52 ton. Ketika jarak tempuh meningkat hingga 540.000 km, perbedaannya menjadi lebih terlihat — 37 ton vs 131. 


Hal ini didukung oleh efisiensi energi yang lebih tinggi dari motor listrik dan penurunan bertahap pangsa karbon dalam pembangkitan listrik. Pada tahap akhir, daur ulang memainkan peran penting: ketika menggunakan proses hidrometalurgi, sebagian besar kerugian awal terkompensasi — untuk tembaga saja berarti minus 2,7 ton setara.


Para peneliti juga menganalisis sensitivitas model untuk memahami parameter spesifik apa yang memiliki dampak terbesar terhadap karakteristik lingkungan mobil. Analisis tersebut membantu memahami tingkat perubahan hasil ketika faktor-faktor tertentu diubah. Tiga parameter diidentifikasi memiliki dampak terbesar terhadap kinerja lingkungan: kepadatan energi baterai (semakin tinggi kepadatannya, semakin rendah bobot dan jejak bahan bakunya), siklus hidup baterai (jumlah siklus pengisian/pengosongan), dan tingkat konsumsi bahan bakar mobil berbahan bakar diesel. Misalnya, jika tingkat konsumsi diesel meningkat dari 5 menjadi 8–10 liter per 100 km, keunggulan iklim kendaraan tersebut akan hilang sepenuhnya.



Para peneliti menekankan bahwa metode evaluasi dampak lingkungan yang ada tidak memperhitungkan tingkat kelangkaan dan nilai strategis material. Untuk mengatasi hal ini, mereka mengusulkan untuk memperkenalkan dua indikator tambahan: indeks ekstraksi/cadangan yang mencerminkan tingkat penipisan sumber daya, dan indeks Gini yang mencerminkan tingkat konsentrasi ekstraksi di negara-negara tertentu.



Secara umum, studi ini menegaskan keunggulan iklim kendaraan listrik dibandingkan mobil bermesin pembakaran internal. Namun, tanpa pengembangan teknologi daur ulang baterai, diversifikasi pasokan bahan baku, dan instrumen yang lebih akurat untuk menilai ketergantungan pada sumber daya, transisi besar-besaran ke kendaraan listrik dapat menimbulkan bentuk ketidakstabilan dan tekanan lingkungan baru. (Tim Liputan)
Editor : Aan

Share:
Komentar

Berita Terkini