Saat ini, sekitar 20% listrik global digunakan untuk teknologi pendingin, mulai dari lemari es rumah tangga dan komersial hingga freezer. Di negara-negara berkembang, terutama di iklim panas, jumlah lemari es dapat berlipat ganda pada tahun 2030, yang berarti pemerintah perlu mengembangkan langkah-langkah respons permintaan yang efektif sejak dini.
Baca Juga: Turbin Tanpa Bilah Bisa Menjadi Pengubah Permainan Dalam Industri Tenaga Angin
Untuk mengatasi masalah ini, para ilmuwan dari Universitas Paderborn di Jerman dan Lembaga Sains dan Teknologi Afrika Nelson Mandela di Tanzania telah melakukan studi di sebuah fasilitas perumahan di permukiman Lwak, Kenya.
Fasilitas tersebut, yang terdiri dari tiga bangunan yang terhubung ke jaringan listrik, dilengkapi dengan generator diesel cadangan berdaya 40 kW, yang menyediakan listrik jika terjadi pemadaman listrik.
Seperti diketahui, fitur utama peralatan pendingin adalah inersia termal: setelah dimatikan, lemari es dapat mempertahankan suhu yang dibutuhkan selama beberapa jam lagi.
Baca Juga: Fluence Dipilih untuk Sistem Baterai 300 MW/600 MWh AMPYR Australia
Hal ini memungkinkan pengguna untuk mematikan lemari es sementara atau mengubah siklus operasinya tanpa membahayakan kualitas penyimpanan makanan. Fitur inilah yang menjadi dasar metode manajemen beban yang diusulkan di Kenya.
Delapan lemari es dan freezer dipasang di fasilitas tersebut, masing-masing dilengkapi sensor suhu AM2302 yang terhubung ke komputer mini Raspberry Pi 3 untuk pemantauan berkelanjutan.
Manajemen daya dan pengumpulan data dilakukan dengan soket pintar Edimax SP-2101W, yang memungkinkan perangkat dinyalakan dan dimatikan dari jarak jauh, serta dipantau konsumsi energinya.
Baca Juga: Tragis, Bocah Hilang Ditemukan Tak Bernyawa 371 Meter Dari Lokasi Bermain
Pendekatan ini memungkinkan para ilmuwan untuk menilai operasi peralatan secara akurat dan mengatur mode operasi optimal untuk setiap perangkat. Untuk menghitung mode-mode ini, mereka menggunakan algoritma optimasi segerombolan partikel, sebuah metode yang mensimulasikan perilaku suatu kelompok partikel (solusi yang memungkinkan) yang secara bersamaan mengeksplorasi berbagai skenario dan berfokus pada upaya mereka yang berhasil maupun solusi terbaik secara keseluruhan.
Algoritme tersebut menyesuaikan strategi secara bertahap hingga menemukan distribusi beban yang paling efisien dari waktu ke waktu.
Karena suhu di dalam lemari es tetap dalam batas aman selama 3 hingga 7 jam setelah dimatikan, siklus operasi individual ditetapkan untuk setiap perangkat berdasarkan jenis dan tingkat inersia termalnya.
Baca Juga: Kedatangan Jemaah Haji Kapuas Hulu Disambut Bupati dengan Rasa Syukur dan Harapan
Hasilnya menunjukkan bahwa perubahan yang nyata dapat dicapai bahkan dengan mengendalikan hanya delapan perangkat: konsumsi energi lemari es turun 18%, total konsumsi harian turun 8%, dan beban puncak malam hari turun 23% dan bergeser ke waktu yang lebih lambat. Hasilnya, biaya listrik tahunan turun sekitar $300.
Sistem tenaga hibrida juga disimulasikan: sistem ini terdiri dari panel surya berkapasitas 12,45 kW, baterai 37,6 kWh, dan inverter SMA. Penerapan langkah-langkah pengendalian memungkinkan peningkatan porsi energi yang berasal dari panel surya dan juga mengurangi konsumsi listrik jaringan sebesar 25%.
Baca Juga: Thomas Ditusuk 5 Kali di Warung Kopi, Polisi Tangkap Ayah dan Anak Ini Kasusnya
Para peneliti berencana untuk menerapkan algoritma yang baru dikembangkan di hotel, toko, dan restoran, di mana peralatan pendingin digunakan secara intensif, dan untuk melengkapi sistem kontrol dengan pemanas air, pompa, dan pendingin udara. (TIM LIPUTAN).
Editor : Heri